Jumat, 29 Maret 2013

Perjodohanku Bag9 -Tamat-



Akhir
 
   Besok adalah hari jadi pernikahan kami yang kedua, aku sama sekali tidak sesemangat seperti tahun pertama. Aku tidak berencana membuat sarapan istimewa, apalagi kue. Aku masih sibuk mengetik di laptopku hingga larut malam. Aku malah sibuk membuat rencana untuk menyudahi pernikahan ini. Album foto, foto di dalam dompet, dan semua sikap Niko yang dingin padaku, semakin meyakinkan aku untuk mundur dari pernikahan yang dingin ini.

Aku menyiapkan sarapan yang sangat biasa pagi ini, dan Niko tampak memandangiku.

“kamu lupa sesuatu hari ini Vin?”

“Hah?? Apa yang aku lupakan?”

“Oh, tidak ada, aku pikir kamu lupa cara membuat sarapan yang enak.”

“Aku agak lelah, maaf yah Ko sarapannya hanya begini.”

“Gapapa Vin, yaudah aku berangkat dulu.” Niko mendekatiku, mecium keningku, dan kemudian kedua pipi ku.

   Aku agak terkejut, tidak pernah sebelumnya Niko mencium pipiku. Apalagi ini, saat aku mulai menguatkan hatiku untuk melepaskannya, dia malah membuat hatiku kembali berdebar. Aku mengantarkannya sampai di pintu, setelah melihat mobilnya melaju meninggalkan rumah, aku kembali masuk untuk mebersihkan rumah. Selang beberapa menit, aku mendengar suara klakson motor dari arah depan rumah, aku keluar melihat dari jendela, seorang pengantar bunga berdiri di depan pagar rumahku. Sebuah buket bunga mawar putih yang cantik, dan sebuah kartu ucapan kecil bertuliskan “ For my Wife”.

   Aku meletakkan bunga-bunga itu ke dalam vas bunga di meja makan yang biasanya kosong tidak terisi bunga. Karena hanya di meja ini aku dapat memiliki waktu lebih lama bersama Niko, kami jarang sekali bersama diruang tengah walau sekedar untuk menonton acara tv bersama-sama.

   Siang ini aku berencana ke rumah mama ku, tapi aku agak ragu, bagaimana kalau mama Ika sudah bicara dengan mama tentang aku yang masih belum hamil juga. Aku akhirnya mengurungkan niatku. Aku kembali ke kamar dan mengetik di laptopku, tentang kegelisahan ku akan nasib pernikahan ini, dan tentang bagaimana aku menjelaskan kepada kedua orang tua ku dan mertua ku, bahwa selama pernikahan ini, kami tidak pernah tidur dalam satu ranjang.

Aku ternyata tertidur, dan bunyi hp ku membangunkanku.
“Hari ini ga perlu masak, kita makan diluar yah.” Sms dari Niko dan aku tidak berniat untuk membalasnya.

   Suara mobil Niko terdengar di depan rumah, aku hampir tidak percaya, ini baru jam 5 sore, dan si pekerja keras itu sudah pulang, rasanya baru beberapa menit tadi dia mengirim sms.

“Kamu belum mulai masak kan?”

“Kamu ga salah lihat jam kantor?”
Niko tidak menjawabku, dan langsung melangkah kearah dapur.

“Ah, syukur ga terlambat.” Niko masuk kedalam kamarnya dan mengambil handuk untuk mandi.

“Apa sih maksudnya?”

“Kamu baca sms aku kan, karena kamu ga balas aku takut kamu lagi sibuk masak makanya ga baca sms aku. Kita makan diluar yah, kamu buruan mandi sana.” Niko berteriak dari dalam kamar mandi.
*****

“ Aku tahu kamu sakit apa selama ini.” Niko berbicara sambil tetap menatap makanannya.

“Aku ga sakit Ko, waktu itu aku cuma becanda.”

“Kamu lupa yah hari ini hari apa?”

“Hari Kamis.”

“Kamu terima buket bunga dari aku tadi pagi?”

“Iyah, tumben, tapi terima kasih yah.”

“Sama-sama, baru aku kasih bunga satu buket aja kamu berterima kasih, aku yang hampir setiap hari kamu buatkan masakan aja belum berterima kasih.” Kali ini Niko berbicara dengan memandangku dan tersenyum.

“Yah, aku masak nya ikhlas kok, ga perlu terima kasih juga.”

“Terus aku juga berterima ksih karena kamu selalu membereskan kamar aku dan membersihkan lantainya.”

“Apaan sih Ko, terima kasih terus, memang itu sudah tugas aku, lagian aku melakukannya karena aku ga ada kerjaan lain.” Nada suara ku mulai mengeras, aku merasa seperti benar-benar akan berpisah dengan Niko, dan ucapan terima kasih yang terus menerus darinya seperti tanda dia akan meninggalkan aku.

   Niko terdiam setelah suara ku yang tadi sempat mengejutkannya, kami makan tanpa suara sekarang, bahkan sampai kami selesai makan. Niko membayar tagihan dan membuka dompetnya, aku melihat sebuah foto pra wedding kami dipajangnya di dompetnya. Aku tersenyum, dan lagi-lagi hatiku mulai berdebar disaat aku meyakinkan diri untuk lepas dari Niko.

   Niko mengemudikan mobilnya tanpa banyak melihat ke arahku, dia tampak sibuk memperhatikan jalan yang sudah gelap. Sesekali aku melirik ke arah nya, memastikan arti dari ucapan terima kasihnya yang terus menerus melalui mimik wajahnya. Seperti menyadari kalau sedang diperhatikan, Niko mengarahkan tangannya ke arah radio, dan menghidupkan radio, sampai kami tiba dirumah.

   Aku berjalan masuk duluan kedalam rumah, dan Niko hanya berjarak beberapa langkah dibelakangku, aku menyalakan lampu ruang tengah dan bermaksud membuka pintu kamarku sebelum dua buah tangan merangkulku dari belakang.
“Nama nya Nita, dia mantan kekasih aku. Kenapa kamu tidak menanyakan apa yang ingin kamu ketahui?”

“Apa maksud kamu Ko?” Aku berbicara tetap dengan pandangan membelakangi Niko.

“Nita pacarku saat kami masih kuliah dulu, bahkan sampai kami lulus dan bekerja. Aku memang sangat mencintainya, bahkan aku pernah membicarakan rencana pernikahan dengan nya. Tetapi, suatu saat Nita mendapat tawaran untuk melanjutkan studi S2 nya di Jerman, aku sudah berusaha untuk meyakinkannya menikah denganku, tetapi dia memintaku menunggu nya sampai S2 nya selesai dan dia akan kembali.” Kali ini kedua tangan Niko menggenggam kedua tanganku.

“Aku mempercayainya, aku terus menunggunya, satu tahun kepergiannya kami masih sering berkomunikasi, tetapi masuk tahun kedua kami mulai jarang berkomunikasi, Nita menjadi sangat sulit dihubungi, di bilang dia sangat sibuk dengan kuliahnya dan kerja part time nya. Aku terus menunggu nya, sampai hari itu aku mendapat kabar pernikahan nya dengan seseorang di Jerman. “

“Kabar itu aku dapatkan beberapa hari sebelum pengumuman perjodohan kita, dan sekarang aku akan menjawab kenapa aku hanya diam menerima perjodohan ini dan pernikahan kita, karena saat itu pikiranku sedang kacau, aku bahkan tidak bisa memikirkan masalah itu, dalam pikiranku yang ada hanya kesedihan akan kenyataan yang diberikan Nita untukku. Aku memang pengecut, aku yang harusnya bertindak tegas saat itu.”

Air mata mulai mengalir di pipi ku, jadi apakah aku hanya pelarian baginya, pernikahan hanya untuk pelarian?

“Satu tahun masa pendekatan kita, aku masih dalam masa menunggu kepulangan Nita, aku bersikap dingin padamu, karena aku sama sekali tidak mau memberikan harapan yang tidak dapat aku pertanggungjawabkan nantinya. Aku berusaha menjaga jarak dengan mu, dan aku belum bisa mengatakan pada mama ku bahwa aku sedang menanti seorang gadis.”

   Aku membalikkan tubuhku, dan kini mataku menatap wajah Niko yang penuh kesedihan, yang sebelumnya tidak pernah aku lihat. “Baiklah, aku juga ga mau menjalani pernikahan yang ga akan ada masa depannya, kalau ini hanya sebuah pelarianmu dari sebuah masalah, aku sudah memaafkan kamu Ko, aku siap apapun yang akan terjadi.”

   Niko meletakkan kedua tangannya di pipiku, “ Satu tahun pernikahan kita, aku selalu pulang larut malam, aku tidak tega melihat mu, dan aku terus berpikir apakah aku sudah melakukan kesalahan dengan merusak masa depanmu, aku terus berpikir apakah pernikahan ini hanya sebuah pelarian bagiku. Mungkin awalnya iyah, tapi seiring waktu, aku tahu aku bersyukur karena Tuhan menghadirkan kamu dalam hidupku.”

“Aku selalu menghabiskan makan malam yang kamu hidangkan, aku tahu masakan di awal pernikahan kita adalah masakan mama, tapi beberapa bulan kemudian, ada beberapa masakan yang rasanya aneh, kurang rasa, kadang agak asin, tapi aku tetap memaknnya sampai habis, aku sendiri saat itu tidak mengerti kenapa aku terus saja memakan masakan itu sampai habis. Kamu ingat saat kamu berhenti memasak untukku selama beberapa hari, aku benar-benar merasa kelaparan, dan malam hari saat kamu menyuruh aku membeli makan diluar, aku tidak pernah makan malam, aku tidak terbiasa makan malam diluar sendirian. Seumur hidup, baru kali itu aku merasakan yang namanya kelaparan.” Sekarang tangan Niko mulai mencubit pipi ku, dan aku hanya tersenyum.

“Sejak saat itu aku tahu, kamu sangat berarti, berhentilah berpikir untuk menyudahi pernikahan ini, karena aku sama sekali tidak berniat melakukannya. Mulai saat ini, aku akan membantumu menjawab pertanyaan mama tentang cucu yang dinantikannya. Dan jangan marah, karena aku ingin berterima kasih lagi kepada mu, terima kasih sudah sabar menghadapiku selama 2 tahun ini, dan menyadarkanku, bahwa ada cinta sesungguhnya dihari-hari ku selama ini.”

   Niko memelukku dan menciumku. Malam ini kami akan sibuk, karena Niko akan memindahkan barang-barangnya ke kamar ku, dan mulai tidur dikamarku.
Mungkin malam ini aku harus berterima kasih pada seseoarang yang dahulu mencampakkan ku, sehingga sekarang aku bisa merasakan cinta seperti ini. Semua ini memberikan aku banyak pelajaran, tentang cinta yang tidak dapat dipaksakan, tentang jodoh terbaik yang telah disiapkan Tuhan, tentang air mata yang tidak sia-sia, tentang sahabat yang menjadikan hidup lebih baik,tentang naluri orang tua yang tahu apa yang terbaik untuk anaknya, dan tentang suci nya sebuah pernikahan.

Tamat.

Perjodohanku Bag8



Riak-Riak

   Sekali lagi aku mengirim sms singkat untuk Niko, dengan isi yang sama seperti kemarin. Aku katakan padanya aku tidak masak hari ini, dan sebaiknya dia beli makan diluar. Aku mengunci kamarku dan membiarkan pikiranku melayang, sementara aku menyadari suara mobil Niko yang sedang parkir di depan rumah. Niko mengetuk pintu kamarku dan berusaha membukanya, dia memangil namaku beberapa kali, tetapi aku diam tidak membalas panggilannya.

“Vin, kamu baik-baik saja? Kamu sakit?”

“Vin, jawab aku please, kalau butuh ke dokter aku akan menemani kamu.”

“Aku gapapa Ko, Cuma kecapean aja, aku mau tidur dulu yah, maaf.”
*****

   Pagi ini, entah karena cinta atau karena rasa kemanusiaan, aku menyiapkan sarapan untuk Niko, tetapi aku tidak menemaninya sarapan. Aku sengaja agak pagi menyiapkan sarapan nya, dan kembali ke kamar setelah selesai masak. Pagi ini Niko sarapan sendiri, aku mencuci piring kotor dan melihat mobilnya melaju meninggalkan rumah.

   Aku kembali ke rumah mama Ika, sebenarnya bukan karena ingin memasak, tetapi ingin mencari tahu siapa wanita yang ada di album foto itu. Aku berharap menemukan sesuatu di kamar Niko dirumah mama.

“Vin, kamu pucat, kamu sakit?”

“Ga ma, Vivin cuma kurang tidur aja, sering nonton film sampai malam.”

“Niko ga perlu ditungguin pulangnya Vin, kadang dia harus lembur sampai larut malam.”

“Gapapa kok ma, ma boleh ga Vivin main ke kamar Niko?”

“Oh, boleh, Niko mau ambil apa?”

“Ga sih, Vin cuma mau lebih kenal Niko masa kecil aja.”

   Tante mengantar aku ke pintu kamar Niko, dan meninggalkan aku sendirian disana. Aku mulai melihat satu persatu isi kamar Niko, beberapa peralatan olahraga, foto-foto keluarga, foto-foto kelulusan, beberapa koleksi mainan, dan aku tidak melihat ada foto wanita itu.

   Aku berjalan lunglai menuju dapur, mama mengajakku makan beberapa cemilan buatannya. Aku mengobrol sebentar dengan mama tentang masa lalu Niko, tentang beberapa mantan pacar yang dikenal mama. Semua cerita mama biasa saja, sepertinya ga ada pacar yang special yang dikenalkan Niko. Karena sudah cukup sore, aku pamit pulang pada mama Ika.

   Malam ini aku lupa mengirim sms ke Niko, aku sudah setengah tertidur dikamar karena sedari tadi aku mengetik di laptopku, aku mengetik semua tentang aku dan Niko, dari awal perjumpaan kami, sampai hari ini, aku mencari sesuatu dikamarnya, sampai aku agak sadar saat mendengar suara mobil Niko.

“Vin, hayu kita makan.”

“Apaan sih Ko, aku ga lapar, kamu makan sendiri aja yah.”

“Ga lapar? Kamu makan apa? Kalau kamu sudah makan kenapa makan sendirian aja?”

“Aku diet.”

“Cepat ganti baju, aku tunggu kamu diluar.”

   Niko menutup kembali pintu kamarku, dan aku berjalan menuju lemari pakaianku, mengganti bajuku, dan berjalan menuju mobil Niko yang sudah dihidupkan mesinnya dari tadi.

“Vin, kamu yakin kalau kanu ga sakit?”

“Agak sakit sih Ko sebenarnya, tapi ke dokter juga percuma ga akan ada obatnya.

“Hush, kamu jangan bercanda, kamu sakit apa?”

“Ga kok, becanda.” Aku tersenyum ke arah Niko.

 Niko memberhentikan mobilnya ke resto sea food yang biasa kami datangi.
“Pesan apa aja yang aku suka kan?”

“Iyah terserah kamu aja Ko, kalau kamu suka aku juga suka.”

   Niko melambaikan tanganya ke seorang pelayan, dan mulai memesan menu yang tidak asing di telingaku, menu yang biasa dipesannya saat kami awal-awal diperkenalkan oleh kedua orang tua kami. Ia memesankan aku jus orange dan air putih.

“Vin, kamu terlalu pucat untuk diet, sebaiknya kamu berhenti diet, lagian kamu itu termasuk ga gemuk.”

“kamu percaya aja aku bilang diet.”

“Terus? Maksudnya kamu bohong?”

   Aku mengalihkan perhatianku saat segelas air putih diletakkan dihadapanku, aku langsung meminumnya untuk tidak perlu menjawab pertanyaan Niko.

“Oke kalau ga mau cerita, tapi apapun masalah kamu, kesehatan tetap paling utama.”

“Maafin aku Ko, besok aku mulai masak untuk kamu.”

Niko memandangku dan membelai kepalaku.
“Yang penting kamu sehat, kalau masak membuat kamu lelah, kamu ga perlu masak untuk aku.”

“Gapapa Ko, aku senang saat belajar masak sama mama, dan aku ga ada kerjaan dirumah, jadi masak bisa mengisi waktu aku.”

   Pelayan menghentikan pembicaraan kami, menu yang kami pesan satu persatu dihidangkan, dan Niko tampak sangat lahap. Saat membayar di kasir aku melihat Niko membuka dompetnya, dan tampak foto wanita yang sama seperti di album.

“Vin…Vivin….”
Aku masih sulit membuka mataku, aku melirik jam dinding kamarku, baru jam setengah 5 pagi.

“Iyah Ko, kenapa?” aku membuka pintu dan terlihat Niko sudah rapih dengan pakaian olah raga nya.

“Olah raga yuk, jogging bareng.”

“Ah, mendadak, aku ngantuk Ko, kamu aja.” Aku menggeleng dan kembali masuk ke kamar.

   Karena sudah tanggung jam nya, aku jadi tidak bisa tidur lagi. Aku berjalan keluar, dan melihat Niko sedang menonton televisi di ruang tengah.
“Ko, ga jadi olah raganya?”

“Ah, kamu nya ga mau, aku jadi males olah raga sendirian.”

   Aku jadi merasa sedikit bersalah pada Niko, lalu aku melangkah ke dapur dan mulai memasak untuk sarapan.

“Vin, kita ke rumah mama yuk hari ini.”

“Boleh aja Ko, memangnya kamu ga ada acara hari ini?”

“Ga ada.”

   Kami sarapan bersama, dan aku mencuci piring kotor sementara Niko mencuci mobil.
2 jam kemudian, Niko sudah siap untuk pergi ke rumah mama Ika, ia mengetuk pintu kamarku, yang berarti menyuruhku bergegas. Aku mempercepat beres-beres kamarku dan keluar menuju mobil Niko. Niko yang mengemudi, seperti biasa, ia hanya memandang lurus ke depan, dan tidak banyak bicara.

“Ma, hari ini titip Vivin yah, dia pucat beberapa hari ini, kayanya kurang gizi.”

Mama meletakkan telapak tangannya di keningku,”kamu sakit Vin?”

“Ah ga kok ma, Niko berlebihan aja, cuma ada kegiatan aja sampai larut malam.”

“Yaudah kamu makan siang disini aja yah.”

  Kami makan siang bersama, dan setelahnya Niko pamit karena harus pulang duluan, ada temannya yang mengajak memancing.

“Nanti malam aku jemput, dan jangan naik taxi.” Ucapan Niko saat mengeluarkan mobil dari rumah mama.

   Aku mengobrol dengan mama, mama berniat mengajariku merangkai bunga, dan menanam tanaman hias. Mungkin karena mama merasa aku sudah mulai jarang datang kerumah untuk belajar masak. Sejak kejadian hari itu, aku memang jadi jarang ke rumah mama, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan mengetik di laptopku, terkadang berkirim email dengan Tania tentang apa yang aku rasakan.

“Ko, masih lama ke rumah mama?” aku mengirim sms untuk Niko.

“Sebentar lagi, udah dijalan.”

 Mama mengajak aku untuk makan malam dirumah nya sambil menunggu kedatangan Niko.

“Vin, beberapa hari lagi ulang tahun pernikahan kamu yang kedua kan?”

“Hah? Iyah ma.” Aku agak kaget, hampir saja aku lupa.

“Masih belum ada tanda-tanda mama akan dapat cucu nih?”

   Aku menggigit bibirku, aku kalau selama ini aku dan Niko pisah ranjang, dan suatu saat pasti akan ada yang bertanya tentang kehamilan.

“Hah? Itu yah ma, masih belum ma.”

“Kamu mau mama temanin ke dokter Vin? Mungkin kamu butuh vitamin.”

“Hah? Ga perlu ma, gapapa, nanti biar Vin minta Niko aja yang temenin ma. Ini kan urusan suami istri, nanti kalau memang masih belum bisa, baru aku minta mama yang handle.”

Belum selesai aku menghabiskan makan malam, Niko sudah menuju meja makan.
“Duh, yang lagi makan.”

“Ko, kamu luangin waktu yah buat temanin Vivin periksa ke dokter, jangan sama-sama kecapean, dan kamu Ko, jangan lembur terus.”

“Haduh, aku diaduin apa nih?”

“Ah, gapapa ma nanti biar Vivin yang ngomong sama Niko, udah malam, Vin pulang dulu yah ma.”

   Aku buru menarik tangan Niko menuju mobil, Niko terheran-heran melihat tingkahku. Sampai kami sudah keluar dari perumahan, Niko mulai melihtaku dengan mata menyelidik.

“Cerita apa sama mama?”

“Ih, ga cerita apa-apa, kalaupun cerita, ga cerita tentang kamu kok.”

“Lho itu mama kok bisa tiba-tiba ceramah gitu? Aku Tanya ke mama, eh kamu malah narik-narik aku pulang.”

“Gapapa, urusan wanita, pria ga akan paham.”

   Aku memalingkan wajahku keluar jendela, dan mulai berbisik dalam hatiku sendiri. Bagaiman ini, berapa lama lagi aku harus berpura-pura seperti ini, mama dan papa juga akan mulai curiga. Sebenarnya haruskah aku mundur dari pernikahan ini, dan melepaskan Niko untuk bersama dengan wanita dalam foto itu, sebenarnya dimana wanita itu kenapa Niko tidak pernah memperkenalkannya disaat kami menikah, apakah pernikahan ini yang memisahkan mereka. Kutulis semua pertanyaan ini di diary dalam laptopku.

Perjodohanku Bag7



Kejutan dalam Anniversary

   Besok hari jadi pernikahan kami yang pertama, aku berencana membuat sarapan yang istimewa, maka hari ini aku belanja bersama mama Ika, sekalian membeli perlengkapan membuat kue untuk di rumah ku. Aku belajar membuat kue di rumah mama Ika, dan berniat mempraktekannya besok dirumah.

   Pagi ini aku memasak beberapa menu untuk sarapan, aku bangun pagi-pagi sekali. Aku berharap tidak kesiangan untuk menyiapkan sarapan ini sebelum Niko berangkat kerja. Niko sudah selesai dengan pakaian dan tas kerja nya. Dia duduk di dekat meja makan, menunggu aku selasai masak. Aku jadi agak grogi karena dia memperhatikan aku masak. Tidak lama kemudian, sarapannya selesai aku buat, dan kami sarapan bersama. Selesai sarapan, Niko mencium kening ku, dan mengatakan

“Terima kasih membuat aku terlambat 10 menit”
Aku manyun ke arah nya, walaupun sebenarnya aku senang ada sedikit perubahan darinya. Siang ini aku agak sibuk membuat kue yang beberapa hari lalu mama Ika ajarkan, aku sudah belajar membuatnya hampir 1 minggu. Selain itu aku juga memasak beberapa menu untuk makan malam. Aku berharap Niko akan pulang awal malam ini dan makan malam bersamaku. Namun sepertinya harapanku sia-sia. Sudah jam 9 dan Niko masih belum pulang. Aku menunggu nya di sofa, sampai aku tertidur.
*****

  Seingatku aku tertidur di sofa, tetapi ketika aku bangun, aku berada di ranjangku. Aku bergegas ke dapur, dan Niko memakan masakan ku kemarin, tidak sampai habis, karena memang aku buat porsinya cukup banyak, aku berharap bisa makan malam bersamanya, tetapi ternyata aku ketiduran. Kue yang aku buat juga sepertinya dicicipi oleh Niko.

   Setelah satu tahun pernikahan kami, Niko lebih sering mengecup keningku sebelum ia berangkat kerja. Aku melakukan tugas rumah seperti biasa, hanya saja sekarang aku selalu menunggu Niko pulang, bila ia lembur, aku akan menunggu nya di sofa sampai aku ketiduran, dan Niko akan memindahkan ku ke ranjang bila hal itu terjadi.

   Entah karena Niko merasa lelah harus terus menggendongku ke ranjang, atau karena pekerjaan nya sudah tidak terlalu banyak, Niko terkadang pulang sebelum jam makan malam, dan Niko akan mengirimi ku sms bila ia harus lembur. Walau sudah di sms, aku akan tetap menunggunya di sofa di ruang tengah. Berbulan-bulan, dan Niko menjadi lebih jarang pulang larut malam.
*****

   Seperti biasa, hari ini aku membereskan dan membersihkan rumah setelah Niko selesai menghabiskan saarapannya dan berangkat ke kantor. Sejak hari pertama pernikahan kami, sebenarnya aku selalu membersihkan kamar Niko, namun sampai satu detik yang lalu, aku tidak pernah penasaran dengan barang-barang milik Niko dan alasan dia bersikap bahkan sampai pisah kamar. Tadinya aku hanya berpikir mungkin dia belum benar-benar siap atas pernikahan kami, dan masih membutuhkan waktu.

   Tapi saat ini ada sebuah perasaan dalam hatiku yang mengarahkan kakiku melangkah mendekat lemari pakaian Niko dan menuntun tanganku untuk membukanya. Aku membelai satu persatu pakaian yang tergantung dilemarinya. Aku melihat beberapa koleksi jam tangan nya, tidak terlalu banyak mungkin hanya sekitar 3 buah, ada botol parfum yang setiap pagi aku cium aromanya. Tanganku semakin penasaran membuka lemarinya, beberapa laci diantaranya, dan ketika laci terbawah, yang sedikit tertutup tumpukan handuk aku buka, aku melihat sebuah buku album foto.

   Aku membuka album nya, dan melihat satu persatu foto, bukan foto pernikahan kami, bukan juga foto keluarganya, tetapi fotonya, foto seorang wanita, dan foto kebersamaan mereka. Kaki ku lemas bahkan sampai tidak kuat menanggung berat badanku. Aku terjatuh duduk dilantai, dan tanpa aku sadari semakin aku membuka halaman album itu, air mataku semakin jatuh membasahi pipiku. Apa yang sedang aku rasakan, mengapa begitu sakit rasanya, sudah lama sekali aku tidak menangis karena perasaan seperti ini.

   Aku meletakkan kembali album itu ke tempatnya, dan menutup pintu kamar Niko. Aku berhenti membersihkan rumah, dan melepas tangis didalam kamarku. Hal pertama yang ada dalam pikiranku adalah, mengapa Niko membawa foto wanita lain kedalam rumah kami, mengapa ia setuju menikah dengan ku bila memang ada wanita lain dihatinya, apakah aku yang merebut kekasih orang lain, atau mungkinkah Niko menduakan aku… Segala pertanyaan itu berputar dipikiranku, dan aku hanya bisa menangis menghadapinya.

  Aku tidak memasak malam ini, aku mengirim sebuah sms singkat untuk Niko
“Kamu beli makan diluar aja yah, aku hari ini ga masak.”
Beberapa saat Niko tidak membalas sms ku, dan aku tertidur karena lelah menangis.
*****

   Pagi ini aku juga sengaja bangun agak siang, setelah suara mobil Niko terdengar menjauh, aku baru keluar dari kamar dan mengambil sebaskom air dingin untuk mengompres mataku yang bengkak karena menangis.

Kuraih hp ku dan kupilih nomor yang selalu aku cari saat aku merasa butuh tempat untuk melepas semua bebanku.
“Tan, bisa ga makan siang bareng hari ini, butuh banget.”
“Boleh aja Vin, tempat biasa yah, jam 2 aja gimana?”
“Boleh”

   Sekitar jam 1 aku sudah melajukan mobilku ke tempat biasa aku bertemu Tania. Aku merasa butuh udara segar. Sekitar setengah jam aku melamun sambil menunggu Tania datang.

“Tan, kemarin aku menemukan sebuah album foto di lemari Niko, isinya foto nya dan seorang wanita.”

“Mungkin sahabatnya, atau kelurga nya Vin.”

“Ga mungkin keluarga, aku sama sekali ga dikenalkan dengan wanita ini saat pernikahan kami, dan cara mereka foto bukan seperti foto seorang teman, berbeda saat Niko foto denganku.”

“Sebaiknya kamu bicara dulu sama Niko, tanyakan baik-baik dan jangan berprasangka dulu.”

“Lagipula Vin, kenapa kamu bersikap seperti ini, sepertinya kamu cemburu yah?”

“Ga tau Tan, seperti patah hati rasanya.”
Aku menatap Tania dalam, dan baru aku sadari aku jatuh cinta pada Niko. Tania memelukku.

“Cinta ga pernah bisa dipaksa kehadirannya, kalau sudah saatnya dia akan datang dengan sendirinya, terkadang tanpa disadari.”

“Belum tentu aku jatuh cinta padanya Tan, mungkin aku hanya takut dia pergi meninggalkan pernikahan kami dan lebih memilih wanita itu, atau mungkin dia menduakan aku, dan aku harus terima diduakan atau mundur dari pernikahan ini, mungkin ini hanya sebuah rasa takut.”

“Rasa takut kehilangan Vin, kamu harus terima, kamu ga mau kehilangan Niko.”
Tania terus meyakinkan ku atas apa yang aku rasakan, aku hanya berusaha mencernanya, karena urusan pekerjaan Tania meninggalkan aku sore itu.
 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner