Say Goodbye Prancis and Hi Jakarta
Rendis
sibuk membantu kami mengeluarkan koper dari mobil, hari ini aku dan Daniel akan
kembali ke Jakarta. Sebelum masuk ke dalam airport, aku menyodorkan kameraku ke
Rendis, aku berpose di depan airport, dan saat Rendis menekan tombol kameraku,
Daniel tepat berada di sisiku memegang pundakku.
“Tamu ga di undang, bikin foto aku jadi jelek
aja nih.”
“Sengaja.” Daniel nyengir ke arahku dan
melambai ke arah Rendis, aku ikut melambai ke arah Rendis mengucapkan terima
kasih. Daniel berjalan di depanku memasuki lobi airport. Saat berada di dalam
lobi, Daniel menyodoriku sebuah kantung, dan saat aku buka ternyata isinya sebotol
wine.
“Serius nih buat aku?”
“Siapa bilang buat kamu. Itu aku titip, nanti
turun pesawat aku ambil lagi.” Dia nyengir kuda lagi.
“Iyalah serius buat kamu, kalau di Jakarta kamu
minum itu terus ga bangun seharian, kan bukan tanggung jawab aku.”
Aku
memukul tangan Daniel untuk ke…….sekian kalinya. Daniel setengah berlari
menghindari gerakan tanganku, “wah, sudah paham yah.” Aku nyengir kuda ke
arahnya. Ga kerasa, 8 hari di Prancis bareng Daniel, waktu yang singkat, tapi
aku sama sekali ga merasa canggung, malah sangat senang saat bercanda dan
marah-marah ke dia. Setelah sampai di Jakarta, apa mungkin aku masih bisa
berteman dengan nya. Aku aja ga tahu siapa dia, dia orang baik atau
jangan-jangan pria ga benar.
Kami
menaiki tangga pesawat, dan Daniel membantuku membawa beberapa tas kecilku, dia
benar-benar simple, hanya sebuah koper ukuran sedang yang dia bawa. Kalau aku,
kayanya cuma muat 2 stel baju koper ukuran segitu, belum lagi harus bawa lotion
ini krim itu. Nah, aku aja bawa koper besar plus plus, plus tas tenteng kecil,
plus tas slempang.
Aku
duduk bersebrangan dengan Daniel, dia sibuk memasukkan barang-barang ke kabin,
dan aku duduk memperhatikannya. Aku jadi berpikir, waktu keberangkatan apa aku
duduk sedekat ini dengan dia, kenapa aku ga sadar yah. Daniel sudah selesai
memasukan semua barang, dia duduk di tempatnya. Sesaat dia melirik ke arahku,
dan menyuruhku untuk tidur saja. Aku hanya mengangguk menanggapinya. Aku
meluruskan pandanganku ke kursi depanku, lalu menyandarkan kepalaku, dan tertidur.
Sepertinya
aku tidur cukup lama, leherku sampai sakit. Aku melirik ke arah Daniel, di
sedang melihatku, dan langsung berpaling ke arah lain saat menyadari aku
melihatnya. “Daniel, kamu ga tidur?”
“Ga ngantuk, tapi jadi ngantuk sekarang, Daniel
menutup matanya.”
“Ya sudah, tidur aja sana.”
“ini mau tidur, jangan berisik.”
“yee, siapa yang berisik.”
“siapa lagi, yah kamu lah yang berisik.”
“ih, semua orang juga tahu, berisikan kamu.”
“ssstttt.” Kali ini bukan suara Daniel, tapi
suara orang disamping kursi aku. Otomatis aku menoleh ke arahnya dan
mempertunjukkan deretan gigi kuningku.
“Tuh, semua orang juga tau kamu yang berisik,
terbukti.” Daniel berbisik ke arahku sambil nyengir kuda. Aku memelototinya,
dan dia menoleh meluruskan pandangan nya ke kursi depannya, dan menutup
matanya.
Aku
sibuk membolak-balik majalah, membaca beberapa artikel, dan terkena virus bosan
di tengah membaca, membalik halaman lagi, membaca judul dan bosan, membalik
lagi, lagi, dan akhirnya aku tutup majalahnya. Aku mencoba memejamkan mata
lagi, berharap bisa tertidur lagi. Tapi sepertinya ga perlu berharap bisa
tertidur,-sudah dapat dipastikan aku akan tertidur-, cukup 5 menit menutup
mata, bernapas teratur, dan cling, aku pindah alam.
Terdengar
sayup-sayup suara seorang pramugari, Daniel mencolek pundakku dan menyuruhku
bangun. Aku membuka mata ku yang masih agak mengantuk. “Sudah mau landing,
siap-siap, kalau ketiduran aku ga tanggung jawab yah kalau kamu sampai balik
lagi ke Prancis.” Aku tersenyum
menanggapi gurauan Daniel.
Kami
berjalan menuruni tangga pesawat, dan Daniel masih dalam kesetiaan nya
membawakan tas-tas kecilku. “Ya ampun, perasaan aku yang beli oleh-oleh, kenapa
barang bawaannya banyakan kamu, jangan-jangan barang-barang hotel kamu bawa
semua juga yah?” Daniel menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ Yee, itu niat awalnya, tapi ga jadi aku
lakuin kok.” Pertunjukan gigi kuning.
“Kamu pulang naik apa? Dijemput?”
“Ga. Naik taksi. Mama sama papa lagi ga sempat
jemput.” Aku melihat-lihat ke arah jalan mencari taksi bandara.
“ Ya ampun, malam-malam begini bawa koper mau
naik taksi. Nanti dikira kamu jutawan lho bawa barang satu supermarket gini,
alias banyak banget. Ga aman. Yasudah, numpang aja sama aku, harga nego deh,
borongan juga boleh, ke daerah mana?” Daniel menatap aku sambil mengedipkan
matanya.
“Malah lebih takut kalau pulang sama kamu kali
dibanding naik taksi. Kalau taksi masih ada no telpon pengaduannya, lha kalau
kamu, mau ngadu kemana.”
Daniel
tampak meletakkan jari telunjuk ke arah bibirnya, dia sedang menelepon
seseorang. Tidak berapa lama sebuah mobil sedan datang tepat di hadapanku,
menghalangiku mencari taksi. “Pak, kalau mau parkir yang benar, ini mau cari
taksi jadi kehalang.”
“Cari taksi apanya, ayo naik.” Daniel membuka
pintu mobil, dan seorang bapak-bapak turun dari arah kemudi mobil. Daniel
memasukkan tas-tas kecilku ke kursi belakang, bapak membuka pintu bagasi dan
memasukkan koperku dan koper Daniel ke dalamnya. Aku tanpa bisa berpikir
panjang, melangkah masuk ke dalam mobil. Daniel menutup pintuku, dan duduk di
kursi depan.
“Ke arah mana?” Daniel menoleh ke arahku.
“Cilandak.” Jawabku singkat
Bapak
supir melajukan mobilnya ke daerah Cilandak, aku mulai menunjukkan jalan dan
memberi komando berbelok. Beberapa belokan di komplek, dan akhirnya aku sampai
di depan rumah. Aku memencet bel dari pagar, dan terlihat si mbok berlari kecil
keluar rumah membawa kunci pagar.
“Ah sudah sampai de’, mbok khawatir banget kok
jam segini belum sampai, tadi papa telepon nanyain, katanya di telepon hp nya
ga aktif.”
“Ah iyah mbok, lupa nyalain hp pas turun dari
mobil.” Setelah pagar terbuka, aku memeluk si mbok, kangen banget rasanya.
“Aku jalan pulang dulu yah, tagihan nya
menyusul oke?” Daniel nyengir ke arahku
Aku
mengedipkan mata ke arah nya, dan melambai saat mobilnya mulai melaju. Lalu aku
dan si mbok sibuk menjadi kuli dadakan, si mbok membawa koperku, dan aku
membawa tas-tas kecilku.
Aku langsung menyerbu
ranjangku, aaahhh rasanya kangen sama wangi-bau- bantalku, selimutku, aku
menggerak-gerakkan kakiku seperti sedang berenang. Rasanya berbeda sama ranjang
hotel. Aku mengganti pakaian ku, dan mencuci wajah, menggosok gigi kuningku,
dan terakhir naik ke ranjang. Aku menyalakan hp ku, dan membalas beberapa sms.
Aku juga mengirimi sms ke papa, memberitahunya aku sudah sampai di rumah. Lalu
aku tidur.