Sabtu, 27 April 2013

Ola..la part3



Ups, Salah Kostum

“Morning Ola, kenalkan sebelumnya saya Rendi, pemandu sekaligus penerjemah untuk kalian berdua selama 7 hari kedepan, perjalanan setiap hari nya akan kita mulai jam 9 setelah sarapan, sekarang mari kita sarapan.”

“Kalian? Berarti Rendi sudah bertemu Daniel?” Mata ku sibuk mencari sosok yang semalam marah-marah seperti anak kecil padaku. Dan benar saja Rendi berjalan ke arah seseorang dengan jaket putihnya sedang asik menikmati sarapan.

“Jadi sudah ikhlas mau jalan-jalan?” dengusku dengan bibir yang aku majukan 5 cm lebih kedepan.

“Cepat habiskan sarapannya, sepertinya hari ini akan melelahkan.” Daniel tersenyum ke arahku.

          Kami bertiga masuk ke sebuah mobil berwarna hitam dan melaju membawa kami ke sebuah museum, “kita harus datang pagi agar tidak terlalu mengantri” ucap Rendi yang sangat paham bahwa museum Louvre sangat banyak dikunjungi dan antrian nya akan cukup panjang bila kita datang siang.

          Melihat gedungnya saja sudah luar biasa, aku langsung menyodorkan kamera ku ke arah Daniel dan aku berbalik berlari menuju gedung agar lebih dekat, tanpa persetujuan, aku langsung memasang senyum paling lebarku dan deretan gigiku yang kuning langsung melakukan pertunjukan. Aku mengangkat jari telunjuk dan tengah ke arah pipiku, dan …….Daniel melotot!

“Fotoin donk!!”
Daniel meletakkan kamera di matanya, dan tangannya menekan tombol di kamera, aku berganti-ganti pose beberapa kali.

“Ya ampun , ke sini mau lihat museum apa mau foto??” Daniel berteriak sambil melangkah ke arahku.

“Yah mumpung, kamu juga mau? Sini aku fotoin” Aku menarik tangan Daniel yang berada di depan ku, dan membuatnya berhenti melangkah. Aku langsung memotretnya tanpa izin, tanpa pose, saat dia menoleh ke arahku. Wajahnya kelihatan lagi marah di kamera ku.

          Kami bertiga melangkah masuk ke museum, dan sekali lagi aku harus bilang WOW. Benar-benar indah, aku memotret satu persatu karya seni di dalam. Kali ini aku selalu dekat dengan Rendis, aku selalu menyodorkan kameraku ke Rendis dan minta di foto dengan beberapa barang museum. Daniel ngeloyor pergi sendirian.

          Kami keluar dari museum ketika jam makan siang, Rendis mengarahkan kami sebuah resto saat perjalanan kami menuju wisata selanjutnya. Makanannya, benar-benar, butuh adaptasi. Sebenarnya kalau boleh minta, aku minta pesan nasi padang yang diujung komplek saja. Kali ini lain, Daniel makan lahap banget.
“ Kamu itu lahir di planet mana? Orang-orang kalau jalan-jalan ituh foto buat kenang-kenangan. Kelaperan apa kaget ga pernah ketemu makanan ini di Indonesia?”

Daniel memandangku dan….. menghela napas. Kembali ke makanannya, dan mulai menyuap dengan pelan.
          Wisata selanjutnya, Argeles sur Mer. Aku benar-benar tidak tahu tempat-tempat wisata di Prancis, namanya juga iseng-iseng berhadiah. Dan ternyata sebuah pantai, yang lagi-lagi WOW. Tapi ada sedikit trouble, pantai?whats? dengan pakaian begini? Aku melirik Daniel yang sedang membuka tas nya dan mengoles lotion ke tubuhnya.

“Ren, bisa ga jadwalnya di ubah? Gimana kalau ke pantai nya besok? Seharian kayanya lebih seru.” Aku memandang Rendis yang duduk di kursi depan.

“ Lho, kenapa? Kalau jadwal ga bisa diubah-ubah karena kita sudah booking tempat nya sesuai jadwal.”

“Aku ga bawa baju pantai, aku lupa lihat jadwal kita hari ini.” Aku memelas, berusaha lagi memohon.

“Yaudah, ga usah pakai baju aja, ga ada yang kenal kok.” Daniel tersenyum geli melihat ku. Reflek aku pukul tangan nya, dan memasang wajah marahku.

“sory Ola, jadwal sesuai rencana, kamu lihat-lihat pemandangan aja.” Rendis cekikikan.

          Akhirnya, dengan sangat terpaksa, aku turun dari mobil dengan pakaian formal. Bukan formal pakaian kerja sih, tapi untuk ukuran pantai, aku pasti dikira orang sinting. Daniel dan Rendis sudah dengan celana santai mereka, dan kaos oblong. Terpaksa aku berada agak jauh dari sisi pantai, duduk, dan ngiler, bener-bener ngiler melihat orang-orang berenang. Kapan lagi bisa kesini, aaarrrrggghhhh, aku memukul kepalaku sendiri.

“ Ayo sini, aku tunjukin sesuatu” Daniel memegang pundakku dan aku berdiri mensejajarkan tinggi tubuh kami, Daniel hanya lebih tinggi sedikit dibandingkan aku. Aku berjalan mengikuti langkah Daniel, dan akhirnya kami sampai di dermaga kapal. Daniel terlihat sedang bicara dengan seseorang penjaga kapal, tidak lama setelahnya Daniel menoleh ke arahku.

“ Ayo sini.” Daniel mengulurkan tangannya ke arah ku. Aku berjalan mendekatinya. “ Mau ngapain?”

“Naik kapal lah, memang kelihatan nya mau naik pesawat terbang.” Daniel bicara dengan wajah nya ke arah kapal sambil berjalan menaiki tangga kapal. Aku menghela napas, lagi dan lagi, bicara tanpa melihat lawan bicaranya.

          Aku naik ke kapal menyusul Daniel, dan beberapa orang terlihat sibuk menyalakan mesin, melepas tali, dan akhirnya perlahan-lahan kapal mulai berjalan menjauh dari dermaga. Kami berkeliling melihat sisi-sisi pantai, dan laut yang indah. Daniel terlihat sibuk berbicara dengan seseorang yang sedang memegang kemudi kapal.

“ Nah, kalau begini ga malu kan sama pakaian sendiri?” Tiba-tiba Daniel sudah ada di sampingku.
Kami sama-sama terhipnotis dengan pemandangan yang luar biasa.

“ Kamu kerja dimana?”

“ Di Jakarta, tapi sekarang sedang jadi pengangguran.”

“Kok bisa?”

“ Sebelumnya magang selama  3 tahun, nah masa magang nya habis. Jadi sekarang lagi nyari-nyari kerja lagi.”

“Kamu sudah sarjana?”

“Belum, masih kuliah. Baru semester 6. Kamu sendiri kerja dimana?”

“ Sama, di Jakarta. Staff biasa.”

          Kami sama-sama diam beberapa saat, karena kapal sudah mulai mendekati dermaga. Terlihat Rendis sedang menunggu kami. Dia melambai ke arah kami, dan Daniel membalas lambaiannya, aku hanya tersenyum sambil melotot ke arah Rendis.

“Daniel, kali ini ga sesuai jadwal, tapi hari ini aku maafkan. Next time, kalau mau punya rencana sendiri, tunggu sampai hari bebas kalian. Kita kemalaman untuk makan malam.” Aku dan Daniel saling memandang dan tertawa.
         
          Kami tiba di hotel, dan makan malam bersama. Setelahnya aku dan Daniel berjalan menuju lift, dan Rendis keluar dari hotel. Kami sama-sama dalam diam, sampai pintu lift terbuka. Daniel tampak buru-buru mengeluarkan hp nya dari saku, dan menjawab panggilan telepon. Lalu aku mengikuti di belakangnya. Dia membuka pintu kamarnya dan melambaikan tangan ke arahku. Belum sempat aku membalas lambaian nya, dia sudah hilang di telan pintu kamarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner