Ups, Salah
Kostum
“Morning Ola, kenalkan sebelumnya saya Rendi, pemandu sekaligus
penerjemah untuk kalian berdua selama 7 hari kedepan, perjalanan setiap hari
nya akan kita mulai jam 9 setelah sarapan, sekarang mari kita sarapan.”
“Kalian? Berarti Rendi sudah bertemu Daniel?” Mata ku sibuk
mencari sosok yang semalam marah-marah seperti anak kecil padaku. Dan benar
saja Rendi berjalan ke arah seseorang dengan jaket putihnya sedang asik
menikmati sarapan.
“Jadi sudah ikhlas mau jalan-jalan?” dengusku dengan bibir yang
aku majukan 5 cm lebih kedepan.
“Cepat habiskan sarapannya, sepertinya hari ini akan
melelahkan.” Daniel tersenyum ke arahku.
Kami
bertiga masuk ke sebuah mobil berwarna hitam dan melaju membawa kami ke sebuah
museum, “kita harus datang pagi agar tidak terlalu mengantri” ucap Rendi yang
sangat paham bahwa museum Louvre sangat banyak dikunjungi dan antrian nya akan
cukup panjang bila kita datang siang.
Melihat
gedungnya saja sudah luar biasa, aku langsung menyodorkan kamera ku ke arah
Daniel dan aku berbalik berlari menuju gedung agar lebih dekat, tanpa
persetujuan, aku langsung memasang senyum paling lebarku dan deretan gigiku
yang kuning langsung melakukan pertunjukan. Aku mengangkat jari telunjuk dan
tengah ke arah pipiku, dan …….Daniel melotot!
“Fotoin donk!!”
Daniel meletakkan kamera di matanya, dan
tangannya menekan tombol di kamera, aku berganti-ganti pose beberapa kali.
“Ya ampun , ke sini mau lihat museum apa mau
foto??” Daniel berteriak sambil melangkah ke arahku.
“Yah mumpung, kamu juga mau? Sini aku fotoin”
Aku menarik tangan Daniel yang berada di depan ku, dan membuatnya berhenti
melangkah. Aku langsung memotretnya tanpa izin, tanpa pose, saat dia menoleh ke
arahku. Wajahnya kelihatan lagi marah di kamera ku.
Kami
bertiga melangkah masuk ke museum, dan sekali lagi aku harus bilang WOW.
Benar-benar indah, aku memotret satu persatu karya seni di dalam. Kali ini aku
selalu dekat dengan Rendis, aku selalu menyodorkan kameraku ke Rendis dan minta
di foto dengan beberapa barang museum. Daniel ngeloyor pergi sendirian.
Kami
keluar dari museum ketika jam makan siang, Rendis mengarahkan kami sebuah resto
saat perjalanan kami menuju wisata selanjutnya. Makanannya, benar-benar, butuh
adaptasi. Sebenarnya kalau boleh minta, aku minta pesan nasi padang yang
diujung komplek saja. Kali ini lain, Daniel makan lahap banget.
“ Kamu itu lahir di planet mana? Orang-orang
kalau jalan-jalan ituh foto buat kenang-kenangan. Kelaperan apa kaget ga pernah
ketemu makanan ini di Indonesia?”
Daniel memandangku dan….. menghela napas.
Kembali ke makanannya, dan mulai menyuap dengan pelan.
Wisata
selanjutnya, Argeles sur Mer. Aku benar-benar tidak tahu tempat-tempat wisata
di Prancis, namanya juga iseng-iseng berhadiah. Dan ternyata sebuah pantai,
yang lagi-lagi WOW. Tapi ada sedikit trouble, pantai?whats? dengan pakaian
begini? Aku melirik Daniel yang sedang membuka tas nya dan mengoles lotion ke
tubuhnya.
“Ren, bisa ga jadwalnya di ubah? Gimana kalau
ke pantai nya besok? Seharian kayanya lebih seru.” Aku memandang Rendis yang
duduk di kursi depan.
“ Lho, kenapa? Kalau jadwal ga bisa diubah-ubah
karena kita sudah booking tempat nya sesuai jadwal.”
“Aku ga bawa baju pantai, aku lupa lihat jadwal
kita hari ini.” Aku memelas, berusaha lagi memohon.
“Yaudah, ga usah pakai baju aja, ga ada yang
kenal kok.” Daniel tersenyum geli melihat ku. Reflek aku pukul tangan nya, dan
memasang wajah marahku.
“sory Ola, jadwal sesuai rencana, kamu
lihat-lihat pemandangan aja.” Rendis cekikikan.
Akhirnya,
dengan sangat terpaksa, aku turun dari mobil dengan pakaian formal. Bukan
formal pakaian kerja sih, tapi untuk ukuran pantai, aku pasti dikira orang
sinting. Daniel dan Rendis sudah dengan celana santai mereka, dan kaos oblong.
Terpaksa aku berada agak jauh dari sisi pantai, duduk, dan ngiler, bener-bener
ngiler melihat orang-orang berenang. Kapan lagi bisa kesini, aaarrrrggghhhh,
aku memukul kepalaku sendiri.
“ Ayo sini, aku tunjukin sesuatu” Daniel
memegang pundakku dan aku berdiri mensejajarkan tinggi tubuh kami, Daniel hanya
lebih tinggi sedikit dibandingkan aku. Aku berjalan mengikuti langkah Daniel,
dan akhirnya kami sampai di dermaga kapal. Daniel terlihat sedang bicara dengan
seseorang penjaga kapal, tidak lama setelahnya Daniel menoleh ke arahku.
“ Ayo sini.” Daniel mengulurkan tangannya ke
arah ku. Aku berjalan mendekatinya. “ Mau ngapain?”
“Naik kapal lah, memang kelihatan nya mau naik
pesawat terbang.” Daniel bicara dengan wajah nya ke arah kapal sambil berjalan
menaiki tangga kapal. Aku menghela napas, lagi dan lagi, bicara tanpa melihat
lawan bicaranya.
Aku
naik ke kapal menyusul Daniel, dan beberapa orang terlihat sibuk menyalakan
mesin, melepas tali, dan akhirnya perlahan-lahan kapal mulai berjalan menjauh
dari dermaga. Kami berkeliling melihat sisi-sisi pantai, dan laut yang indah.
Daniel terlihat sibuk berbicara dengan seseorang yang sedang memegang kemudi
kapal.
“ Nah, kalau begini ga malu kan sama pakaian
sendiri?” Tiba-tiba Daniel sudah ada di sampingku.
Kami sama-sama terhipnotis dengan pemandangan
yang luar biasa.
“ Kamu kerja dimana?”
“ Di Jakarta, tapi sekarang sedang jadi
pengangguran.”
“Kok bisa?”
“ Sebelumnya magang selama 3 tahun, nah masa magang nya habis. Jadi
sekarang lagi nyari-nyari kerja lagi.”
“Kamu sudah sarjana?”
“Belum, masih kuliah. Baru semester 6. Kamu
sendiri kerja dimana?”
“ Sama, di Jakarta. Staff biasa.”
Kami
sama-sama diam beberapa saat, karena kapal sudah mulai mendekati dermaga.
Terlihat Rendis sedang menunggu kami. Dia melambai ke arah kami, dan Daniel
membalas lambaiannya, aku hanya tersenyum sambil melotot ke arah Rendis.
“Daniel, kali ini ga sesuai jadwal, tapi hari
ini aku maafkan. Next time, kalau mau punya rencana sendiri, tunggu sampai hari
bebas kalian. Kita kemalaman untuk makan malam.” Aku dan Daniel saling
memandang dan tertawa.
Kami tiba di hotel, dan
makan malam bersama. Setelahnya aku dan Daniel berjalan menuju lift, dan Rendis
keluar dari hotel. Kami sama-sama dalam diam, sampai pintu lift terbuka. Daniel
tampak buru-buru mengeluarkan hp nya dari saku, dan menjawab panggilan telepon.
Lalu aku mengikuti di belakangnya. Dia membuka pintu kamarnya dan melambaikan
tangan ke arahku. Belum sempat aku membalas lambaian nya, dia sudah hilang di
telan pintu kamarnya.
0 komentar:
Posting Komentar