Sabtu, 27 April 2013

Ola..la part4



Wine and Eiffel

Seperti biasa, kami sarapan bertiga dan keluar hotel menuju mobil hitam yang sudah menunggu. Asalce, tujuan hari ini, hanya satu tempat, menurut Rendis hari ini hanya satu tempat wisata karena jarak nya lumayan agak jauh. Aku melihat keluar jendela selama perjalanan, sibuk memanjakan mataku dengan arsitektur indah di sepanjang jalan. Dan Daniel, sibuk dengan hp ny. Sebentar-sebentar hp nya berbunyi, sebentar-sebentar juga dia marah-marah di telepon. Aneh, liburan kok menderita banget.

Laju mobil mulai melambat, dan aku melihat kini pemandangan gedung-gedung dengan arsitektur luar biasa telah berganti dengan deretan daun-daun rimbun. Perkebunan anggur yang luas terhampar di sepanjang sisi jalan. Mobil mulai memasuki area parkir, dan kami bertiga turun dari mobil. Sudah hampir tengah hari saat kami tiba. Rendis mengarahkan kami ke sebuah pondok, untuk beristirahat dan menikmati pemandangan. Beberapa saat kemudian, beberapa menu makanan dihidangkan di pondok kami.
         
Setelah makan siang, kami bertiga berjalan menyusuri perkebunan anggur. Rendis menjelaskan tentang pembuatan wine, dan berbagai jenisnya. Kaki nya melangkah menuju sebuah rumah – atau mungkin sebuah pabrik-, dan disana terlihat beberapa pekerja sedang memisahkan anggur-anggur dari keranjang. Melihat proses kerja mereka, dan sampai pada gudang penyimpanan nya. Daniel terlihat berbicara pada seseorang dan sesaat kemudian Daniel kembali dengan membawa 3 botol wine.

“Wauw, mau pesta kah nanti malam?” aku berseru kaget melihat bawaannya.

“Dari planet mana sih kamu? Dimana-mana jalan-jalan itu beli sesuatu buat oleh-oleh.” Daniel tersenyum penuh kemenangan ke arahku.

“Huh, itu nama nya menghambur-hamburkan uang. Lebih baik uang nya di tabung, atau buat jalan-jalan lagi tahun depan.” Celetukku tidak mau kalah

          Kami kembali ke kota, dan menuju hotel. Setelah makan malam bersama, Daniel menyerahkan sebotol wine kepada Rendis. “Curang, kok Rendis dapet?” aku melotot ke arah Daniel.

“ Rendis kan laki-laki, sudah dewasa. Nah kamu, mau minta? Memang bisa minum wine? Yang ada besok kamu bisa ga bangun seharian.” Daniel balas melotot ke arahku.

Aku mendengus dan berlari ke arah lift, meninggalkan Daniel dan Rendis yang cekikikan.

          Seperti hari-hari sebelumnya, kami sarapan bersama, tetapi kali ini berbeda, tidak ada mobil yang menunggu. “Lho, mana mobilnya?”

“Memang mau kemana neng naik mobil?”

Aku melirik jengkel ke arah Daniel, “yah mau jalan-jalan lah, memang nya mau ke rumah kamu.”

          Ternyata Rendis mengajak kami ke sebuah tempat yang sepanjang sisi jalan nya mengalir sungai dengan kapal untuk menyusuri sungai. Kami berjalan kaki, karena memang area ini untuk para pejalan kaki. Banyak kafe-kafe berderet di sepanjang jalan, kami menyusuri jalan, dan mampir ke sebuah kafe untuk makan siang, setelahnya kami naik ke sebuah kapal menyusuri sungai menuju arah pulang ke hotel. Masih sore ketika kami sampai di hotel, Rendis memang sengaja pulang sore ke hotel, karena setelah ini dia akan mengajak kami ke menara eifel. Aku bergegas menuju kamarku, mandi, dan berganti pakaian. Ketika aku turun ke lobi, Daniel dan Rendis sudah mulai melangkah ke arah mobil. Aku berlari-lari kecil mengejar mereka.

“Lama banget Ola…… untung belum ketinggalan.” Dengan muka paling juteknya Daniel melotot ke arahku.

“Yah nama nya juga cewe Daniel, kalau cepet itu nama nya kereta.”

          Akhirnya, sampai, seperti mimpi bisa melihat eifel dengan mata kepala sendiri, biasanya mbah gugel yang kasih lihat. Indah banget di malem hari, banyak orang, terutama yang berpasangan. Aku berfoto-foto –sampai khilaf-, sampai Rendis nyodorin kamera ke Daniel karena tangannya pegal. Alhasil, kalau sudah Daniel yang pegang kamera, pose terbaik yang harus ditampilin, karena kesempatan terbatas. Baru beberapa kali pose, Daniel sudah melotot  dan membuang muka.

“Kalau mau di foto, sini bayar jasa foto dulu.”

“Ih, mata duitan banget.”

“Lha, kan buat nabung jalan-jalan tahun depan, lumayan buat gantiin uang wine” Daniel nyengir kaya kuda.

“Ga usah deh, mending uang nya aku yang tabungin buat aku yang jalan-jalan.” Aku langsung narik kamera dari tangan Daniel, dan jalan ngejauh darinya. Kapan sih ga dibuat jengkel, kapan sih bicara nya bisa bikin orang lain seneng.


0 komentar:

Posting Komentar

 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner