Wine and Eiffel
Seperti biasa,
kami sarapan bertiga dan keluar hotel menuju mobil hitam yang sudah menunggu.
Asalce, tujuan hari ini, hanya satu tempat, menurut Rendis hari ini hanya satu
tempat wisata karena jarak nya lumayan agak jauh. Aku melihat keluar jendela
selama perjalanan, sibuk memanjakan mataku dengan arsitektur indah di sepanjang
jalan. Dan Daniel, sibuk dengan hp ny. Sebentar-sebentar hp nya berbunyi,
sebentar-sebentar juga dia marah-marah di telepon. Aneh, liburan kok menderita
banget.
Laju mobil
mulai melambat, dan aku melihat kini pemandangan gedung-gedung dengan
arsitektur luar biasa telah berganti dengan deretan daun-daun rimbun.
Perkebunan anggur yang luas terhampar di sepanjang sisi jalan. Mobil mulai
memasuki area parkir, dan kami bertiga turun dari mobil. Sudah hampir tengah
hari saat kami tiba. Rendis mengarahkan kami ke sebuah pondok, untuk
beristirahat dan menikmati pemandangan. Beberapa saat kemudian, beberapa menu
makanan dihidangkan di pondok kami.
Setelah makan
siang, kami bertiga berjalan menyusuri perkebunan anggur. Rendis menjelaskan
tentang pembuatan wine, dan berbagai jenisnya. Kaki nya melangkah menuju sebuah
rumah – atau mungkin sebuah pabrik-, dan disana terlihat beberapa pekerja
sedang memisahkan anggur-anggur dari keranjang. Melihat proses kerja mereka,
dan sampai pada gudang penyimpanan nya. Daniel terlihat berbicara pada
seseorang dan sesaat kemudian Daniel kembali dengan membawa 3 botol wine.
“Wauw, mau pesta kah nanti malam?” aku berseru
kaget melihat bawaannya.
“Dari planet mana sih kamu? Dimana-mana
jalan-jalan itu beli sesuatu buat oleh-oleh.” Daniel tersenyum penuh kemenangan
ke arahku.
“Huh, itu nama nya menghambur-hamburkan uang.
Lebih baik uang nya di tabung, atau buat jalan-jalan lagi tahun depan.”
Celetukku tidak mau kalah
Kami
kembali ke kota, dan menuju hotel. Setelah makan malam bersama, Daniel menyerahkan
sebotol wine kepada Rendis. “Curang, kok Rendis dapet?” aku melotot ke arah
Daniel.
“ Rendis kan laki-laki, sudah dewasa. Nah kamu,
mau minta? Memang bisa minum wine? Yang ada besok kamu bisa ga bangun
seharian.” Daniel balas melotot ke arahku.
Aku mendengus dan berlari ke arah lift,
meninggalkan Daniel dan Rendis yang cekikikan.
Seperti
hari-hari sebelumnya, kami sarapan bersama, tetapi kali ini berbeda, tidak ada
mobil yang menunggu. “Lho, mana mobilnya?”
“Memang mau kemana neng naik mobil?”
Aku melirik jengkel ke arah Daniel, “yah mau
jalan-jalan lah, memang nya mau ke rumah kamu.”
Ternyata
Rendis mengajak kami ke sebuah tempat yang sepanjang sisi jalan nya mengalir
sungai dengan kapal untuk menyusuri sungai. Kami berjalan kaki, karena memang
area ini untuk para pejalan kaki. Banyak kafe-kafe berderet di sepanjang jalan,
kami menyusuri jalan, dan mampir ke sebuah kafe untuk makan siang, setelahnya
kami naik ke sebuah kapal menyusuri sungai menuju arah pulang ke hotel. Masih
sore ketika kami sampai di hotel, Rendis memang sengaja pulang sore ke hotel,
karena setelah ini dia akan mengajak kami ke menara eifel. Aku bergegas menuju
kamarku, mandi, dan berganti pakaian. Ketika aku turun ke lobi, Daniel dan
Rendis sudah mulai melangkah ke arah mobil. Aku berlari-lari kecil mengejar
mereka.
“Lama banget Ola…… untung belum ketinggalan.”
Dengan muka paling juteknya Daniel melotot ke arahku.
“Yah nama nya juga cewe Daniel, kalau cepet itu
nama nya kereta.”
Akhirnya,
sampai, seperti mimpi bisa melihat eifel dengan mata kepala sendiri, biasanya
mbah gugel yang kasih lihat. Indah banget di malem hari, banyak orang, terutama
yang berpasangan. Aku berfoto-foto –sampai khilaf-, sampai Rendis nyodorin
kamera ke Daniel karena tangannya pegal. Alhasil, kalau sudah Daniel yang
pegang kamera, pose terbaik yang harus ditampilin, karena kesempatan terbatas.
Baru beberapa kali pose, Daniel sudah melotot
dan membuang muka.
“Kalau mau di foto, sini bayar jasa foto dulu.”
“Ih, mata duitan banget.”
“Lha, kan buat nabung jalan-jalan tahun depan,
lumayan buat gantiin uang wine” Daniel nyengir kaya kuda.
“Ga usah deh, mending uang nya aku yang
tabungin buat aku yang jalan-jalan.” Aku langsung narik kamera dari tangan
Daniel, dan jalan ngejauh darinya. Kapan sih ga dibuat jengkel, kapan sih
bicara nya bisa bikin orang lain seneng.
0 komentar:
Posting Komentar