Kamis, 06 Juni 2013

Pembunuh Cahaya Part 1



Pembunuh Cahaya Part 1 

Pernikahan mereka luar biasa mewah dan sangat indah, sayangnya mama Leo tidak bisa hadir karena kata Leo, sang mama sedang berobat di luar negeri. Kondisi pernikahan mereka yang mendadak membuat mama Leo tidak bisa mengatur ulang jadwalnya. Tetapi kata Leo sang mama kirim salam dan segera setelah pulang dari luar negeri, dia akan menengok mereka berdua sambil membawa kado pernikahan.

Mereka memasuki kamar pengantin yang sudah didekorasi dengan mewah oleh dekorator terkenal, tentu saja bunganya dipasok oleh rumah kaca Saira, beberapa sumbangan dari Andre sahabatnya yang sangat senang dengan pernikahan Saira. Andre memang sahabat dekat Saira, yang selalu membantunya kapanpun dia siap. Banyak yang mengira mereka berhubungan dekat, tetapi hanya Saira dan Andre yang tahu bahwa mereka tidak bisa lebih dari itu, Andre seorang gay dan dia tidak tertarik kepada perempuan.

Saira masih menyimpan rahasia itu sendiri, dia belum mengatakannya kepada Leo, semula dia masih ragu karena Andre sendiri yang membuatnya berjanji untuk tidak mengatakannya kepada siapapun. Lelaki itu masih malu dengan kenyataan dirinya dan tidak ingin siapapun tahu, kecuali Saira sahabatnya. Tetapi Saira mempertimbangkan untuk meminta izin Andre supaya dia bisa memberitahu Leo. Leo suaminya dan Saira yakin Leo tidak akan menghakimi Andre. Lagipula Leo beberapa kali mempertanyakan kedekatannya dengan Andre dan tampak cemburu karenanya. Kalau Leo sudah tahu bahwa Andre adalah gay, mungkin lelaki itu akan tenang.

Setelah berganti pakaian dengan gaun tidur warna putih miliknya, Saira duduk dengan ragu di atas ranjang. Leo belum masuk dari tadi, karena masih banyak tamu di luar meskipun waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam, tamu itu kebanyakan rekan kerja Leo. Saira tadi masuk duluan karena dia kelelahan sejak pesta mewah tadi pagi, sedangkan Leo masih harus menemani tamu-tamunya demi kesopanan.

Sudah larut malam ketika Leo akhirnya masuk. Saira masih menunggu dengan terkantuk-kantuk duduk di tepi ranjang, dia mendongak ketika lelaki itu menutup pintu kamar pengantin mereka.

“Semua sudah pulang?”

Hening.

Leo menatapnya lama sekali, lalu menjawab singkat. “Sudah.”

Sekarang jantung Saira berdegup kencang, dia hanya berdua saja dengan suaminya sekarang. Saira tidak pernah berduaan di kamar dengan lelaki manapun sebelumnya. Leo adalah lelaki pertamanya dalam segala hal. Dan malam ini mereka adalah suami isteri. Pipi Saira merona, membayangkan bagaimana mereka akan melewatkan malam ini. Saira bagaimanapun juga menyimpan ketakutan kalau dia akan mengecewakan Leo yang sepertinya sudah bergitu dewasa dan berpengalaman di banding dirinya. Selisih usia mereka tujuh tahun, Saira baru dua puluh empat tahun, dan Leo tigapuluh dua tahun. Orang bilang usia mereka berdua adalah usia yang pas untuk hidup berumah tangga.

“Belum tidur?” Leo masih berdiri di dekat meja rias, dan mulai melepas dasi, jasnya sendiri sudah disampirkan secara sembrono di kursi rias.

Saira menggeleng, tersenyum malu-malu, “Belum, aku menunggumu.”

Mata Leo tampak menajam, lelaki itu tampak begitu misterius di balik cahaya lampu kamar yang kuning temaram.

“Seharusnya kau tidur duluan.” Gumamnya dingin, lalu melepas kemejanya dan melangkah masuk ke kamar mandi.

Saira masih tertegun, bingung akan perubahan nada suara Leo kepadanya. Lelaki itu tidak berkata-kata dengan nada suara sedingin itu kepadanya. Apakah mungkin Leo lelah?

Ketika Leo keluar dari kamar mandi, dia sudah  berganti memakai piyama hitam. Dia mengangkat alisnya ketika sudah berdiri di pinggir ranjang.

“Minggir ke sana.” gumamnya kasar, membuat Saira bergegas naik keranjang dan bergeser ke ujung lainnya, dengan perasaan bingung dan was-was.

Leo lalu naik ke ranjang dan berbaring di sana. Saira menoleh hendak bertanya, tetapi lelaki itu berbaring membelakanginya dengan nafas teratur seolah jatuh tertidur begitu saja.

Apakah lelaki itu tertidur? Kenapa dia bersikap begitu? Apakah Leo kelelahan? Ataukah lelaki itu marah kepadanya atas sesuatu yang tidak dia sadari? Mungkinkah Saira telah menyinggung Leo tanpa sadar? Tapi kapan? Kenapa?

Seluruh pertanyaan itu menggayuti benak Saira. Dia berbaring dengan mata nyalang, menatap punggung tegap Leo

Tetapi sepertinya pertanyaannya tidak akan terjawab malam ini. Leo tampaknya sudah tertidur pulas. Akhirnya dengan perasaannya yang berkecamuk bingung, Saira memaksakan dirinya memejamkan mata.

Malam pengantinnya berlalu dalam keheningan yang menyesakkan dada....
***
Pagi hari ketika Saira membuka mata, dia masih merasa bingung akan keberadaannya. Sejenak dia agak kaget berada di dalam kamar yang tidak dikenalinya, tetapi kemudian dia mengumpulkan ingatannya. Pernikahannya, rumah Leo...

Dengan gugup Saira menegakkan tubuhnya, mencari Leo tentu saja. Tetapi sebelah ranjangnya kosong. Leo sudah tidak ada.

Diliriknya jam dinding tak jauh darinya, sudah jam tujuh pagi. Saira tidak pernah bangun sesiang ini sebelumnya, dia selalu bangun jam enam pagi, kemudian menuju rumah kaca dan merawat tanaman miliknya, Sekarang tanaman miliknya sedang dirawat dalam pengawasan Andre, lelaki itu katanya ingin memberi kebebasan kepada Saira untuk berbulan madu sementara.

Dengan canggung Saira melangkah berdiri dari ranjang. Apakah Leo ada di luar untuk sarapan? Kenapa Leo tidak membangunkannya? Apakah lelaki itu tidak mau mengganggu tidurnya?

Saira melangkah ke kamar mandi dan mandi dengan air hangat untuk menyegarkan dirinya dan tubuhnya yang terasa penat setelah pesta kemarin. Setelah itu dia melangkah ke luar kamar Leo.

Suasana rumah Leo tampak lengang. Kamar Leo berada di lantai dua, dan tidak ada siapapun di situ, dengan ragu Saira menuruni tangga melangkah turun, ada seorang pelayan di sana yang langsung membungkukkan tubuh hormat begitu melihatnya.

“Dimana suamiku?” tanya Saira pelan, masih merasa ragu mengklaim Leo sebagai suaminya.

Pelayan itu masih membungkuk hormat, “Tuan Leo sudah berangkat sejak pagi tadi, Nyonya.”

“Berangkat kemana?” Saira mengernyitkan keningnya.

“Berangkat bekerja.” Jawab pelayan itu singkat, lalu pamit untuk melanjutkan pekerjaannya di belakang.

Bekerja? Hari ini adalah hari pertama mereka resmi menikah dan Leo berangkat kerja? Sebegitu sibukkah suaminya sehingga tidak bisa libur setelah pernikahan mereka? Tidak adakah bulan madu seperti yang dilakukan orang-orang biasanya? Setahu Saira, kebanyakan orang memilih melewatkan waktu bersama dengan tidak bekerja, tidak perlu harus berlibur ke suatu tempat, bahkan dengan hanya bersama-sama di rumah itupun sudah cukup.

Saira mengira Leo akan meluangkan waktu untuk mereka bisa bersantai berdua, apalagi mengingat hubungan mereka yang singkat sebelum menikah. Tidakkah Leo ingin lebih banyak mengenalnya seperti Saira yang sangat ingin mengenal suaminya lebih dalam?

Dan Leo juga berangkat bekerja tanpa berpamitan kepadanya. Saira masih bertanya-tanya akan sikap kasar dan dingin Leo semalam, tetapi pagi ini sikap Leo lebih membuatnya bertanya-tanya lagi.

Suami seperti apa yang meninggalkan pengantinnya setelah malam pertama mereka yang tidak tersentuh, hanya untuk pergi bekerja?

Saira termangu bingung. Matanya menatap keindahan rumah dengan segala interior mewahnya yang bergaya minimalis itu dengan bingung. Rumah itu terasa sangat asing baginya, dan tiba-tiba saja, Leo juga terasa sangat asing baginya.
***
“Bagaimana malam pertamamu?” Andre langsung bertanya dengan menggoda ketika Saira mengangkat teleponnya.

Saira tersenyum lembut, “Kami belum malam pertama.” Bisiknya, dia memang selalu jujur kepada Andre dalam hal apapun, dan kenyataan bahwa Andre adalah gay membuatnya semakin nyaman di dekat lelaki itu,

“Apa?” suara Andre di seberang sana tampak terkejut, “Kalian belum melakukan malam pertama?’

Meskipun ada di seberang telepon, Saira tersenyum malu-malu, “Kami terlalu lelah, kemarin sampai jam sepuluh malampun masih ada tamu-tamu yang berdatangan.”

“Oh.” Andre tertawa, “Itulah resikonya menikah dengan seorang bos besar.” Candanya. “Jangan khawatir, semuanya akan ditebus di saat bulan madu kalian.

Sepertinya tidak akan ada bulan madu. Saira membatin dalam hati, tiba-tiba merasa ragu.

“Saira?” Andre bertanya di seberang sana, sepertinya dia sedang menanyakan sesuatu, tetapi karena sibuk dengan pikirannya, Saira tidak menanggapinya.

“Eh.. iya..apa?” gumam Saira gugup.

“Aku tadi bertanya, kemana rencana kalian akan berbulan madu.”

Sejenak Saira bingung harus menjawab apa, dia lalu berdehem karena gugup, “Eh... aku belum tahu.” Gumamnya pelan, “Leo belum memberitahuku rencananya.”

“Mungkin dia akan memberimu kejutan,” Ada nada menggoda di suara Andre, “Aku membayangkan dia akan membawamu ke pulau eksotis yang luar biasa indahnya, kabari aku ya Saira.”

Saira memaksakan senyum di suaranya, “Pasti Andre.” Mereka lalu bercakap-cakap sebentar mengenai rumah kaca Saira, batin Saira sedikit tenang ketika Andre mengatakan dia menyewa temannya untuk menghanddle tugas merawat rumah kaca Saira, teman Andre itu dulu pernah melakukan hal yang sama ketika Saira sakit dan hasilnya memuaskan. Tanaman di rumah kacanya akan baik-baik saja.

Saira menghembukan napasnya setelah mengakhiri percakapan mereka, masih bingung akan sikap Leo sejak semalam. Apakah mungkin seperti yang dikatakan oleh Andre, bahwa Leo ingin memberinya kejutan? Di film-film yang dilihatnya, orang-orang kadang bersikap aneh dan membingungkan ketika ingin  memberi kejutan, semisal memberikan kejutan ulang tahun, orang-orang berkomplot untuk berpura-pura lupa dan tidak memberikan selamat, hingga membuat orang yang ulang tahun merasa sedih dan kecewa, lalu pada malam harinya mereka memberikan pesta ulang tahun kejutan yang membahagiakan, membuat kejutan mereka lebih bermakna.

Itukah yang sedang dilakukan oleh Leo? Apakah lelaki itu sedang memberikan kejutan untuknya?
***
Sampai dengan siang hari, Saira terus menghabiskan waktunya dengan kesepian di rumah itu. Dia sama sekali tidak menyangka inilah yang akan terjadi pada dirinya. Ditinggalkan bekerja,  seorang diri di rumah satu hari setelah pernikahannya.

Dorongan untuk mengunjungi rumah kaca dan melarikan kebosanannya dan merawat tanamannya sangat kuat. Tetapi kalau dia ke rumah kaca, Andre pasti akan memberondongnya dengan sejuta pertanyaan, dan Saira pasti tidak akan bisa menjawab, karena dia sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi.

Diliriknya ponselnya. Sepi, tiak ada kabar satupun. Dulu sebelum mereka berpisah, Leo selalu mengiriminya pesan-pesan penuh perhatian kepadanya, bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan selamat pagi, menanyakan apakah dia sudah makan, atau juga kadang memberikan info tentang apa yang dilakukannya.

Tetapi sekarang berbeda, tidak ada satupun pesan dari Leo kepadanya, Apakah Leo sedang benar-benar sibuk?
Saira sungguh tergoda untuk menelepon Leo, tetapi dia takut akan mengganggu Leo yang sedang berada di tengah rapat penting atau apa.
Dengan pedih Saira menghela napas panjang. Dia harus keluar dari rumah ini, atau dia akan menjadi gila.

Dengan cepat dia berganti pakaian, meraih tasnya dan memanggil taxi. 
***
Pada akhirnya Saira tidak tahan untuk tidak mengunjungi Andre, dia berdiri di rumahnya yang sekaligus menjadi kantor mereka dengan ragu. Rumah Andre sendiri persis menempel di sebelah rumah Saira, jadi lelaki itu sering sekali bolak balik antara kantor ke rumahnya, yang ditinggalinya bersama ibunya dan dua adik perempuannya.

Hubungan Andre dan Saira sangat dekat, lebih dari sahabat, lebih menyerupai adik kakak, keluarga Andre juga sangat menyayanginya. Ketika ibunya meninggal, otomatis keluarga Andre mengangkat dirinya menjadi anak angkat tidak resmi.

Ibu Andre selalu berharap lebih akan hubungan Saira dengan Andre, maklum ibu Andre tidak tahu jati diri yang disembunyikan Andre sebagai seorang gay. berkali-kali ibu Andre menyinggung akan senangnya jika mempunyai menantu seperti Saira. Tetapi kemudian ketika Saira merencanakan pernikahannya dengan Leo, ibu Andre akhirnya menerima kenyataan bahwa Andre dan Saira memang tidak ditakdirkan melebihi sahabat. Dan bahkan kemudian ibu Andrelah yang bersemangat membantu persiapan pernikahan Saira, membuat Saira terharu karena mendapatkan ibu yang baru yang sangat menyayanginya.

“Apa yang kau lakukan di sini?” suara di belakangnya membuat Saira berjingkat karena kaget.

Saira menoleh dan melihat Andre berdiri di belakangnya, lelaki itu sepertinya tadi keluar untuk membeli makanan, karena ada kantong plastik berlogo sebuah fast food di tangannya, Saira melirik makanan yang dibawa Andre dan mencibir.

“Kau akan mati muda kena serangan jantung kalau tidap hari mengkonsumsi fast food semacam itu.” Gumamnya,

Andre tergelak lalu memutar bola matanya untuk mengejek pendapat Saira, dia melangkah mendahului Saira memasuki bagian depan rumah Saira yang sudah dialih fungsikan menjadi kantor mereka.

“Kenapa kau di sini?  Bukankah kau seharusnya menghabiskan hari yang indah bersama suamimu?’

Saira menjawab asal untuk mengihindari kecurigaan Andre, “Leo ada urusan pekerjaan sebentar di kantornya, jadi aku memutuskan untuk kemari dan menengok rumah kacaku.”

“Bekerja di hari pertama setelah pernikahan?” Suara Andre meninggi, “Sungguh keterlaluan.” Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan dramatis.

Mereka sudah memasuki area kantor, dan Andre meletakkan kantong plastik yang dibawanya ke meja, dia menarik makananya dan memakannya dengan nikmat, diliriknya Saira yang memandang ngeri pada pesanna makanan Andre.

“Mau?” Andre menyodorkan makanannya, menggoda Saira, tahu persis bahwa Saira adalah maniak makan makanan yang sehat dan pasti akan menolaknya.

Dan seperti dugaannya, Saira menggelengkan kepalanya. “Aku sedang bingung.”

Andre menatapnya dan mengernyit, “Bingung kenapa?”

“Tentang Leo.” Pipi Saira memerah, “Dia...semalam sikapnya aneh..”

Andre tertawa, “Kebanyakan pengantin baru memang suka bersikap aneh, Saira....mungkin nanti kau akan menemukan banyak hal baru dari suamimu, sesuatu yang tidak pernah kau duga sebelumnya, tetapi memang itulah asyiknya perkawinan.”'

Saira mencibir, “Seperti kau sudah ahli dalam perkawinan saja.”

Andre tertawa, melahap makanannya dengan nikmat. “Aku memang belum pernah mengalami perkawinan, dan mungkin tidak akan pernah.” Wajahnya tampak sedih, tetapi dengan cepat dia mengubah ekspresinya menjadi ceria, “Tetapi aku banyak membaca dan mencari tahu, kau bisa datang padaku kalau kau ada masalah dengan perkawinanmu.”

Mereka tergelak bersama meskipun ada sedikit perasaan terenyuh di benak Saira, Andre sama sekali tidak berpenampilan seperti gay, dia tidak lembut atau bersikap seperti perempuan. Tubuhnya gagah dan penampilannya jantan seperti lelaki kebanyakan. Saira tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksanya Andre harus berpura-pura dan mengingkari jati dirinya, apalagi mengingat bahwa ibu Andre sering sekali mendesak anak lelaki satu-satunya itu untuk segera menikah.

Berbicara tentang ibu Andre, Saira teringat akan ibunya, ibunya yang cantik dan begitu lembut, yang selalu Saira kenang dari ibunya adalah aroma wangi bebungaan yang menyelubunginya, hasil dari seharian menghabiskan waktunya di rumah kaca. Ah seandainya ibunya ada di sini, menghadiri pernikahannya, dia pasti akan sangat bahagia. Tetapi Saira meyakini dalam hatinya bahwa ibunya pasti berbahagia di atas sana, melihatnya pada akhirnya menemukan lelaki yang menjaganya.
***

“Dari mana saja kau?” suara dingin Leo menyambut Saira di ruang tamu, membuat Saira mengernyitkan keningnya.

Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gugup, “Eh..  karena tidak ada pekerjaan, aku.. aku memutuskan untuk ke rumah kaca.”

“Ke rumah kaca?” Tatapan Leo menjadi tajam. “Menemui Andre?”

“Iya, dan juga menengok rumah kacaku, Andre mempercayakan perawatannya kepada seseorang, jadi aku mampir untuk mengevaluasi hasil..."

“Tidak bisakah kau melepaskan rumah kaca dan Andre dari pikiranmu? Aku muak kalau kau selalu menyebut-nyebutnya di rumah ini. Kalau kau memang mau menjadi isteri yang baik, fokuslah pada rumah ini, pada keluarga ini, bukan hanya melulu mengurusi rumah kaca itu!” dengan ketus Leo melangkah meninggalkan Saira yang terperangah kaget di ruang tamu.

Saira merasakan hatinya mencelos seperti di remas, matanya terasa panas, tetapi dia menahannya, seumur hidupnya, tidak pernah ada orang yang memarahinya dengan seketus itu. Apakah Leo cemburu kepada Andre dan juga kepada rumah kacanya?

Hati Saira meragu, tetapi... sepertinya dulu Leo sama sekali tidak keberatan akan itu semua?
*** 
Sumber :  http://www.anakcantikspot.blogspot.com
http://www.anakcantikspot.blogspot.com/search/label/Pembunuh%20Cahaya

0 komentar:

Posting Komentar

 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner