Pembunuh Cahaya Part 1
Pernikahan
mereka luar biasa mewah dan sangat indah, sayangnya mama Leo tidak bisa hadir
karena kata Leo, sang mama sedang berobat di luar negeri. Kondisi pernikahan
mereka yang mendadak membuat mama Leo tidak bisa mengatur ulang jadwalnya.
Tetapi kata Leo sang mama kirim salam dan segera setelah pulang dari luar
negeri, dia akan menengok mereka berdua sambil membawa kado pernikahan.
Mereka
memasuki kamar pengantin yang sudah didekorasi dengan mewah oleh dekorator
terkenal, tentu saja bunganya dipasok oleh rumah kaca Saira, beberapa sumbangan
dari Andre sahabatnya yang sangat senang dengan pernikahan Saira. Andre memang
sahabat dekat Saira, yang selalu membantunya kapanpun dia siap. Banyak yang
mengira mereka berhubungan dekat, tetapi hanya Saira dan Andre yang tahu bahwa
mereka tidak bisa lebih dari itu, Andre seorang gay dan dia tidak tertarik
kepada perempuan.
Saira
masih menyimpan rahasia itu sendiri, dia belum mengatakannya kepada Leo, semula
dia masih ragu karena Andre sendiri yang membuatnya berjanji untuk tidak
mengatakannya kepada siapapun. Lelaki itu masih malu dengan kenyataan dirinya
dan tidak ingin siapapun tahu, kecuali Saira sahabatnya. Tetapi Saira
mempertimbangkan untuk meminta izin Andre supaya dia bisa memberitahu Leo. Leo
suaminya dan Saira yakin Leo tidak akan menghakimi Andre. Lagipula Leo beberapa
kali mempertanyakan kedekatannya dengan Andre dan tampak cemburu karenanya.
Kalau Leo sudah tahu bahwa Andre adalah gay, mungkin lelaki itu akan tenang.
Setelah
berganti pakaian dengan gaun tidur warna putih miliknya, Saira duduk dengan
ragu di atas ranjang. Leo belum masuk dari tadi, karena masih banyak tamu di
luar meskipun waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam, tamu itu kebanyakan
rekan kerja Leo. Saira tadi masuk duluan karena dia kelelahan sejak pesta mewah
tadi pagi, sedangkan Leo masih harus menemani tamu-tamunya demi kesopanan.
Sudah
larut malam ketika Leo akhirnya masuk. Saira masih menunggu dengan
terkantuk-kantuk duduk di tepi ranjang, dia mendongak ketika lelaki itu menutup
pintu kamar pengantin mereka.
“Semua
sudah pulang?”
Hening.
Leo
menatapnya lama sekali, lalu menjawab singkat. “Sudah.”
Sekarang
jantung Saira berdegup kencang, dia hanya berdua saja dengan suaminya sekarang.
Saira tidak pernah berduaan di kamar dengan lelaki manapun sebelumnya. Leo
adalah lelaki pertamanya dalam segala hal. Dan malam ini mereka adalah suami
isteri. Pipi Saira merona, membayangkan bagaimana mereka akan melewatkan malam
ini. Saira bagaimanapun juga menyimpan ketakutan kalau dia akan mengecewakan
Leo yang sepertinya sudah bergitu dewasa dan berpengalaman di banding dirinya.
Selisih usia mereka tujuh tahun, Saira baru dua puluh empat tahun, dan Leo
tigapuluh dua tahun. Orang bilang usia mereka berdua adalah usia yang pas untuk
hidup berumah tangga.
“Belum
tidur?” Leo masih berdiri di dekat meja rias, dan mulai melepas dasi, jasnya
sendiri sudah disampirkan secara sembrono di kursi rias.
Saira
menggeleng, tersenyum malu-malu, “Belum, aku menunggumu.”
Mata
Leo tampak menajam, lelaki itu tampak begitu misterius di balik cahaya lampu
kamar yang kuning temaram.
“Seharusnya
kau tidur duluan.” Gumamnya dingin, lalu melepas kemejanya dan melangkah masuk
ke kamar mandi.
Saira
masih tertegun, bingung akan perubahan nada suara Leo kepadanya. Lelaki itu
tidak berkata-kata dengan nada suara sedingin itu kepadanya. Apakah mungkin Leo
lelah?
Ketika
Leo keluar dari kamar mandi, dia sudah berganti memakai piyama hitam. Dia
mengangkat alisnya ketika sudah berdiri di pinggir ranjang.
“Minggir
ke sana.” gumamnya kasar, membuat Saira bergegas naik keranjang dan bergeser ke
ujung lainnya, dengan perasaan bingung dan was-was.
Leo
lalu naik ke ranjang dan berbaring di sana. Saira menoleh hendak bertanya,
tetapi lelaki itu berbaring membelakanginya dengan nafas teratur seolah jatuh
tertidur begitu saja.
Apakah
lelaki itu tertidur? Kenapa dia bersikap begitu? Apakah Leo kelelahan? Ataukah
lelaki itu marah kepadanya atas sesuatu yang tidak dia sadari? Mungkinkah Saira
telah menyinggung Leo tanpa sadar? Tapi kapan? Kenapa?
Seluruh
pertanyaan itu menggayuti benak Saira. Dia berbaring dengan mata nyalang,
menatap punggung tegap Leo
Tetapi
sepertinya pertanyaannya tidak akan terjawab malam ini. Leo tampaknya sudah
tertidur pulas. Akhirnya dengan perasaannya yang berkecamuk bingung, Saira
memaksakan dirinya memejamkan mata.
Malam
pengantinnya berlalu dalam keheningan yang menyesakkan dada....
***
Pagi
hari ketika Saira membuka mata, dia masih merasa bingung akan keberadaannya.
Sejenak dia agak kaget berada di dalam kamar yang tidak dikenalinya, tetapi
kemudian dia mengumpulkan ingatannya. Pernikahannya, rumah Leo...
Dengan
gugup Saira menegakkan tubuhnya, mencari Leo tentu saja. Tetapi sebelah
ranjangnya kosong. Leo sudah tidak ada.
Diliriknya
jam dinding tak jauh darinya, sudah jam tujuh pagi. Saira tidak pernah bangun
sesiang ini sebelumnya, dia selalu bangun jam enam pagi, kemudian menuju rumah
kaca dan merawat tanaman miliknya, Sekarang tanaman miliknya sedang dirawat
dalam pengawasan Andre, lelaki itu katanya ingin memberi kebebasan kepada Saira
untuk berbulan madu sementara.
Dengan
canggung Saira melangkah berdiri dari ranjang. Apakah Leo ada di luar untuk
sarapan? Kenapa Leo tidak membangunkannya? Apakah lelaki itu tidak mau
mengganggu tidurnya?
Saira
melangkah ke kamar mandi dan mandi dengan air hangat untuk menyegarkan dirinya
dan tubuhnya yang terasa penat setelah pesta kemarin. Setelah itu dia melangkah
ke luar kamar Leo.
Suasana
rumah Leo tampak lengang. Kamar Leo berada di lantai dua, dan tidak ada
siapapun di situ, dengan ragu Saira menuruni tangga melangkah turun, ada
seorang pelayan di sana yang langsung membungkukkan tubuh hormat begitu
melihatnya.
“Dimana
suamiku?” tanya Saira pelan, masih merasa ragu mengklaim Leo sebagai suaminya.
Pelayan
itu masih membungkuk hormat, “Tuan Leo sudah berangkat sejak pagi tadi,
Nyonya.”
“Berangkat
kemana?” Saira mengernyitkan keningnya.
“Berangkat
bekerja.” Jawab pelayan itu singkat, lalu pamit untuk melanjutkan pekerjaannya
di belakang.
Bekerja?
Hari ini adalah hari pertama mereka resmi menikah dan Leo berangkat kerja?
Sebegitu sibukkah suaminya sehingga tidak bisa libur setelah pernikahan mereka?
Tidak adakah bulan madu seperti yang dilakukan orang-orang biasanya? Setahu
Saira, kebanyakan orang memilih melewatkan waktu bersama dengan tidak bekerja,
tidak perlu harus berlibur ke suatu tempat, bahkan dengan hanya bersama-sama di
rumah itupun sudah cukup.
Saira
mengira Leo akan meluangkan waktu untuk mereka bisa bersantai berdua, apalagi
mengingat hubungan mereka yang singkat sebelum menikah. Tidakkah Leo ingin
lebih banyak mengenalnya seperti Saira yang sangat ingin mengenal suaminya
lebih dalam?
Dan
Leo juga berangkat bekerja tanpa berpamitan kepadanya. Saira masih
bertanya-tanya akan sikap kasar dan dingin Leo semalam, tetapi pagi ini sikap
Leo lebih membuatnya bertanya-tanya lagi.
Suami
seperti apa yang meninggalkan pengantinnya setelah malam pertama mereka yang
tidak tersentuh, hanya untuk pergi bekerja?
Saira
termangu bingung. Matanya menatap keindahan rumah dengan segala interior
mewahnya yang bergaya minimalis itu dengan bingung. Rumah itu terasa sangat
asing baginya, dan tiba-tiba saja, Leo juga terasa sangat asing baginya.
***
“Bagaimana
malam pertamamu?” Andre langsung bertanya dengan menggoda ketika Saira
mengangkat teleponnya.
Saira
tersenyum lembut, “Kami belum malam pertama.” Bisiknya, dia memang selalu jujur
kepada Andre dalam hal apapun, dan kenyataan bahwa Andre adalah gay membuatnya
semakin nyaman di dekat lelaki itu,
“Apa?”
suara Andre di seberang sana tampak terkejut, “Kalian belum melakukan malam
pertama?’
Meskipun
ada di seberang telepon, Saira tersenyum malu-malu, “Kami terlalu lelah,
kemarin sampai jam sepuluh malampun masih ada tamu-tamu yang berdatangan.”
“Oh.”
Andre tertawa, “Itulah resikonya menikah dengan seorang bos besar.” Candanya.
“Jangan khawatir, semuanya akan ditebus di saat bulan madu kalian.
Sepertinya
tidak akan ada bulan madu. Saira membatin dalam hati, tiba-tiba merasa ragu.
“Saira?”
Andre bertanya di seberang sana, sepertinya dia sedang menanyakan sesuatu,
tetapi karena sibuk dengan pikirannya, Saira tidak menanggapinya.
“Eh..
iya..apa?” gumam Saira gugup.
“Aku
tadi bertanya, kemana rencana kalian akan berbulan madu.”
Sejenak
Saira bingung harus menjawab apa, dia lalu berdehem karena gugup, “Eh... aku
belum tahu.” Gumamnya pelan, “Leo belum memberitahuku rencananya.”
“Mungkin
dia akan memberimu kejutan,” Ada nada menggoda di suara Andre, “Aku
membayangkan dia akan membawamu ke pulau eksotis yang luar biasa indahnya,
kabari aku ya Saira.”
Saira
memaksakan senyum di suaranya, “Pasti Andre.” Mereka lalu bercakap-cakap
sebentar mengenai rumah kaca Saira, batin Saira sedikit tenang ketika Andre
mengatakan dia menyewa temannya untuk menghanddle tugas merawat rumah
kaca Saira, teman Andre itu dulu pernah melakukan hal yang sama ketika Saira
sakit dan hasilnya memuaskan. Tanaman di rumah kacanya akan baik-baik saja.
Saira
menghembukan napasnya setelah mengakhiri percakapan mereka, masih bingung akan
sikap Leo sejak semalam. Apakah mungkin seperti yang dikatakan oleh Andre,
bahwa Leo ingin memberinya kejutan? Di film-film yang dilihatnya, orang-orang
kadang bersikap aneh dan membingungkan ketika ingin memberi kejutan,
semisal memberikan kejutan ulang tahun, orang-orang berkomplot untuk
berpura-pura lupa dan tidak memberikan selamat, hingga membuat orang yang ulang
tahun merasa sedih dan kecewa, lalu pada malam harinya mereka memberikan pesta
ulang tahun kejutan yang membahagiakan, membuat kejutan mereka lebih bermakna.
Itukah
yang sedang dilakukan oleh Leo? Apakah lelaki itu sedang memberikan kejutan
untuknya?
***
Sampai
dengan siang hari, Saira terus menghabiskan waktunya dengan kesepian di rumah
itu. Dia sama sekali tidak menyangka inilah yang akan terjadi pada dirinya.
Ditinggalkan bekerja, seorang diri di rumah satu hari setelah
pernikahannya.
Dorongan
untuk mengunjungi rumah kaca dan melarikan kebosanannya dan merawat tanamannya
sangat kuat. Tetapi kalau dia ke rumah kaca, Andre pasti akan memberondongnya
dengan sejuta pertanyaan, dan Saira pasti tidak akan bisa menjawab, karena dia
sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi.
Diliriknya
ponselnya. Sepi, tiak ada kabar satupun. Dulu sebelum mereka berpisah, Leo
selalu mengiriminya pesan-pesan penuh perhatian kepadanya, bahkan hanya untuk
sekedar mengucapkan selamat pagi, menanyakan apakah dia sudah makan, atau juga
kadang memberikan info tentang apa yang dilakukannya.
Tetapi
sekarang berbeda, tidak ada satupun pesan dari Leo kepadanya, Apakah Leo
sedang benar-benar sibuk?
Saira
sungguh tergoda untuk menelepon Leo, tetapi dia takut akan mengganggu Leo yang
sedang berada di tengah rapat penting atau apa.
Dengan
pedih Saira menghela napas panjang. Dia harus keluar dari rumah ini, atau dia
akan menjadi gila.
Dengan
cepat dia berganti pakaian, meraih tasnya dan memanggil taxi.
***
Pada
akhirnya Saira tidak tahan untuk tidak mengunjungi Andre, dia berdiri di
rumahnya yang sekaligus menjadi kantor mereka dengan ragu. Rumah Andre sendiri
persis menempel di sebelah rumah Saira, jadi lelaki itu sering sekali bolak
balik antara kantor ke rumahnya, yang ditinggalinya bersama ibunya dan dua adik
perempuannya.
Hubungan
Andre dan Saira sangat dekat, lebih dari sahabat, lebih menyerupai adik kakak,
keluarga Andre juga sangat menyayanginya. Ketika ibunya meninggal, otomatis
keluarga Andre mengangkat dirinya menjadi anak angkat tidak resmi.
Ibu
Andre selalu berharap lebih akan hubungan Saira dengan Andre, maklum ibu Andre
tidak tahu jati diri yang disembunyikan Andre sebagai seorang gay. berkali-kali
ibu Andre menyinggung akan senangnya jika mempunyai menantu seperti Saira.
Tetapi kemudian ketika Saira merencanakan pernikahannya dengan Leo, ibu Andre
akhirnya menerima kenyataan bahwa Andre dan Saira memang tidak ditakdirkan
melebihi sahabat. Dan bahkan kemudian ibu Andrelah yang bersemangat membantu
persiapan pernikahan Saira, membuat Saira terharu karena mendapatkan ibu yang
baru yang sangat menyayanginya.
“Apa
yang kau lakukan di sini?” suara di belakangnya membuat Saira berjingkat karena
kaget.
Saira
menoleh dan melihat Andre berdiri di belakangnya, lelaki itu sepertinya tadi
keluar untuk membeli makanan, karena ada kantong plastik berlogo sebuah fast
food di tangannya, Saira melirik makanan yang dibawa Andre dan mencibir.
“Kau
akan mati muda kena serangan jantung kalau tidap hari mengkonsumsi fast food
semacam itu.” Gumamnya,
Andre
tergelak lalu memutar bola matanya untuk mengejek pendapat Saira, dia melangkah
mendahului Saira memasuki bagian depan rumah Saira yang sudah dialih fungsikan
menjadi kantor mereka.
“Kenapa
kau di sini? Bukankah kau seharusnya menghabiskan hari yang indah bersama
suamimu?’
Saira
menjawab asal untuk mengihindari kecurigaan Andre, “Leo ada urusan pekerjaan
sebentar di kantornya, jadi aku memutuskan untuk kemari dan menengok rumah
kacaku.”
“Bekerja
di hari pertama setelah pernikahan?” Suara Andre meninggi, “Sungguh keterlaluan.”
Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan dramatis.
Mereka
sudah memasuki area kantor, dan Andre meletakkan kantong plastik yang dibawanya
ke meja, dia menarik makananya dan memakannya dengan nikmat, diliriknya Saira
yang memandang ngeri pada pesanna makanan Andre.
“Mau?”
Andre menyodorkan makanannya, menggoda Saira, tahu persis bahwa Saira adalah
maniak makan makanan yang sehat dan pasti akan menolaknya.
Dan
seperti dugaannya, Saira menggelengkan kepalanya. “Aku sedang bingung.”
Andre
menatapnya dan mengernyit, “Bingung kenapa?”
“Tentang
Leo.” Pipi Saira memerah, “Dia...semalam sikapnya aneh..”
Andre
tertawa, “Kebanyakan pengantin baru memang suka bersikap aneh, Saira....mungkin
nanti kau akan menemukan banyak hal baru dari suamimu, sesuatu yang tidak
pernah kau duga sebelumnya, tetapi memang itulah asyiknya perkawinan.”'
Saira
mencibir, “Seperti kau sudah ahli dalam perkawinan saja.”
Andre
tertawa, melahap makanannya dengan nikmat. “Aku memang belum pernah mengalami
perkawinan, dan mungkin tidak akan pernah.” Wajahnya tampak sedih, tetapi
dengan cepat dia mengubah ekspresinya menjadi ceria, “Tetapi aku banyak membaca
dan mencari tahu, kau bisa datang padaku kalau kau ada masalah dengan
perkawinanmu.”
Mereka
tergelak bersama meskipun ada sedikit perasaan terenyuh di benak Saira, Andre
sama sekali tidak berpenampilan seperti gay, dia tidak lembut atau bersikap
seperti perempuan. Tubuhnya gagah dan penampilannya jantan seperti lelaki
kebanyakan. Saira tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksanya Andre harus
berpura-pura dan mengingkari jati dirinya, apalagi mengingat bahwa ibu Andre
sering sekali mendesak anak lelaki satu-satunya itu untuk segera menikah.
Berbicara
tentang ibu Andre, Saira teringat akan ibunya, ibunya yang cantik dan begitu
lembut, yang selalu Saira kenang dari ibunya adalah aroma wangi bebungaan yang
menyelubunginya, hasil dari seharian menghabiskan waktunya di rumah kaca. Ah
seandainya ibunya ada di sini, menghadiri pernikahannya, dia pasti akan sangat
bahagia. Tetapi Saira meyakini dalam hatinya bahwa ibunya pasti berbahagia di
atas sana, melihatnya pada akhirnya menemukan lelaki yang menjaganya.
***
“Dari
mana saja kau?” suara dingin Leo menyambut Saira di ruang tamu, membuat Saira
mengernyitkan keningnya.
Dia
menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gugup, “Eh.. karena
tidak ada pekerjaan, aku.. aku memutuskan untuk ke rumah kaca.”
“Ke
rumah kaca?” Tatapan Leo menjadi tajam. “Menemui Andre?”
“Iya,
dan juga menengok rumah kacaku, Andre mempercayakan perawatannya kepada
seseorang, jadi aku mampir untuk mengevaluasi hasil..."
“Tidak
bisakah kau melepaskan rumah kaca dan Andre dari pikiranmu? Aku muak kalau kau
selalu menyebut-nyebutnya di rumah ini. Kalau kau memang mau menjadi isteri
yang baik, fokuslah pada rumah ini, pada keluarga ini, bukan hanya melulu
mengurusi rumah kaca itu!” dengan ketus Leo melangkah meninggalkan Saira yang
terperangah kaget di ruang tamu.
Saira
merasakan hatinya mencelos seperti di remas, matanya terasa panas, tetapi dia
menahannya, seumur hidupnya, tidak pernah ada orang yang memarahinya dengan
seketus itu. Apakah Leo cemburu kepada Andre dan juga kepada rumah kacanya?
Hati
Saira meragu, tetapi... sepertinya dulu Leo sama sekali tidak keberatan akan
itu semua?
***
Sumber
: http://www.anakcantikspot.blogspot.com
http://www.anakcantikspot.blogspot.com/search/label/Pembunuh%20Cahaya
0 komentar:
Posting Komentar