Kamis, 06 Juni 2013

Pembunuh Cahaya Part 8



Pembunuh Cahaya Part 8

Leo berdiri terpaku dan bingung ketika ditinggalkan oleh Saira. Perceraian. Pada akhirnya Saira pasti akan mengajukan itu kepadanya, dan dia tahu itu akan terjadi. Dia bahkan sudah merencanakan perceraian yang menyakitkan untuk Saira.

Tetapi sekarang dia tidak mungkin menerima perceraian itu, Demi Tuhan, Saira sedang mengandung anaknya, dan perempuan itu dengan mudahnya mengatakan bahwa dia menginginkan perceraian. Mau dia bawa kemana anak Leo nanti? Apakah dia akan lari ke pelukan Andre dan kemudian menjadiakan Andre ayah dari anaknya?

Leo meringis dengan marah. Tidak! Tidak akan Leo biarkan Saira lari kembali ke pelukan Andre. Selama ini dia sudah menahan kebencian kepada lelaki itu, Andre, lelaki yang terlalu dekat dengan Saira. Dia tidak akan mengizinkan anaknya yang sekarang ada di perut Saira berdekatan dengan Andre.

Leo akan mempertahankan Saira dan anaknya mati-matian agar selalu berada di sampingnya.
***

“Jadi kau akan pergi?”

Andre terdengar bersemangat ketika malam itu Saira meneleponnya, Saira menghela napas panjang dan tanpa sadar menganggukkan kepalanya, lupa kalau Andre tidak bisa melihatnya.

“Saira?” Andre bertanya lagi menunggu jawaban Saira.

“Ya Andre, aku akan pergi.” Saira cepat-cepat menjawab.

“Kapan?”

“Aku tidak tahu, aku akan mencari cara melarikan diri dari supir yang diperintahkan oleh Leo untuk selalu mengawasiku.” Gumam Saira pelan, takut terdengar dari luar.

Andre tampak berpikir di seberang sana, “Leo pasti akan langsung mengejarmu kemari, ke rumah kaca dan ke rumahku.” Suaranya berubah serius, “Kau tidak boleh pulang kemari, aku akan mencarikan tempat untukmu bersembunyi, tempat yang tidak diketahui oleh Leo.”

Saira memikirkan perkataan Andre dan tiba-tiba merasa takut ketika mengingat ancaman Leo kepada keluarga Andre,

“Aku takut Andre.” Gumamnya pelan, mulai ragu.

“Takut apa?”

“Leo...” suara Saira tercekat, “Leo pernah mengancam, kalau aku sampai melarikan diri atau menemuimu, dia akan menjadikan kau sasarannya, kau, mamamu dan kedua adikmu, dia akan menyerang mereka. Aku takut dia akan melaksanakan ancamannya dan melukai kalian.” Bisik Saira gemetar.

“Kami bisa menjaga diri kami sendiri.” Andre bergumam dengan suara tegas, “Jangan pikirkan itu, Saira, kau harus memikirkan dirimu dan anakmu. Leo memang berkuasa, tetapi dia tidak bisa berbuat semena-mena dan melukai kita. Aku akan menghadapinya.” Sambung Andre dengan yakin.

Saira memejamkan matanya berusaha meredakan ketakutanya. “Semoga Andre... semoga semua baik-baik saja. Aku akan mencari cara untuk pergi dari rumah ini, segera.”

“Kau harus benar-benar memikirkannya segera Saira. Tingalkan saja Leo!”

Saira mendesah, “Kau tahu aku masih mencintainya...”

“Bukankah kau takut padanya? Katamu dia pria kejam yang tidak segan-segan berbuat apapun untuk melaksanakan maksudnya.”

“Ya..aku tahu, aku memang takut kepadanya, aku ketakutan ketika dia mengancammu dan keluargamu... entah kenapa jauh di dalam hatiku aku selalu berharap bahwa Leo tidak sejahat itu.”

“Itu hanya harapan karena hatimu dilemahkan oleh cinta.” Andre tampak jengkel. “Cinta membuat matamu berkabut, membuatmu merasa bahwa masih ada kebaikan di benak Leo, padahal dia sangat kejam, banyak buktinya bukan? Kekejamannya dalam pernikahanmu, sikap kasarnya, siapa yang tahu apa yang dilakukannya untuk menyakitimu?”

“Entahlah Andre.” Saira mulai merasa lelah,

Tetapi Andre tidak membiarkannya, “Leo itu kejam, Saira. Sangat kejam. Cepat atau lambat kau harus menyadari bahwa dia adalah pria yang jahat. Dan aku harus menyadarinya sebelum semuanya terlambat.”
***

Sementara itu, tanpa Saira sadari, Leo tengah berdiri di ambang pintu kamar yang terbuka sedikit, Tadi Leo memutuskan untuk menemui Saira dan berkompromi demi anak mereka, dia akan meminta maaf kepada Saira dan membuat Saira mau tinggal dan mempertahankan pernikahan mereka.

Tetapi ketika baru sedikit membuka pintu kamar Saira, dia mendengar percakapan itu, rencana melarikan diri Saira yang disusunnya bersama Andre.

Leo meradang, panas oleh kemarahan yang tidak dia sadari oleh karena apa. Berani-beraninya Saira merancang cara untuk pergi darinya dan tidak menghiraukan ancamannya? Dan juga perempuan itu menyusun rencananya dengan Andre? Apakah kecurigaannya benar? Bahwa Andre dan Saira sebenarnya menjalin hubungan lebih? Saira memang pernah mengatakan bahwa Andre adalah gay, tetapi Leo tidak mungkin percaya begitu saja. Apalagi dengan kenyataan di depannya bahwa Saira selalu menghubungi Andre diam-diam seolah-olah tidak bisa lepas darinya.

Dada Leo terasa panas. Dia harus melakukan sesuatu untuk memberi peringatan kepada pasangan itu!
***

Hampir dini hari ketika ponsel Saira terus menerus berbunyi, tidak mau menyerah sampai Saira terbangun dan membuka mata.

Saira masih mengantuk, dia membuka matanya dengan lemah, dan meraba-raba ponselnya yang terus berbunyi dengan berisik, tanpa melihat siapa yang menelepon, Saira mengangkatnya sambil masih memejamkan matanya,

“Halo?” suaranya serak, tertelan oleh kantuk.

“Saira!” itu suara Andre, terdengar panik dan bingung, di belakangnya tampak riuh rendah suara manusia, “Rumah kaca... rumahmu... terbakar!”

Kata-kata itu sanggup membangunkan Saira begitu saja, bagaikan guyuran air es yang menyiramnya langsung, dia terduduk dengan pandangan nanar, “Apa?”

“Rumahmu terbakar, kami sedang berusaha memadamkannya dengan swadaya sambil menunggu petugas pemadam kebakaran...” napas Andre tampak terengah, “Apinya.. apinya sangat besar.”

“Oh Tuhan...” Saira membayangkan tanaman-tanaman kesayangan mamanya, yang dirawatnya dengan penuh cinta seperti anaknya sendiri, dan seperti anak Saira sendiri pula, dia membayangkan api yang melalapnya dan wajahnya pucat pasi.

“Aku.. aku akan kesana,” dengan panik Saira berdiri, merasakan perutnya sakit seperti di remas, tetapi dia berusaha mengabaikannya, dengan panik dia mencari-cari jaketnya dan memakainya, kemudian dia melangkah keluar hampir menangis.

Dia bingung harus bagaimana. Rumah besar ini tampak sunyi senyap, tanpa suara. Tetapi Saira begitu panik, dia kemudian memberanikan diri dan mengetuk pintu kamar Leo, semula tidak ada jawaban sehingga Saira mengubah ketukannya menjadi gedoran, sambil memanggil-manggil nama Leo,

Pintu terbuka tak lama kemudian, dan Leo yang sepertinya baru bangun tidur dengan rambut acak-acakan, membuka pintu dengan wajah cemberut, “Ada apa?” gumamnya ketus, tetapi kemudian ekspresinya berubah ketika melihat Saira menangis dengan tubuh gemetaran, dipegangnya kedua pundak Saira menahan gemetaran gadis itu, “Ada apa Saira?” suaranya berubah cemas.

Saira mengangkat kepalanya dan menatap Leo dengan tatapan penuh permohonan, “Rumah kaca... “ gumamnya serak penuh tangis, “Rumah kaca terbakar... kebakaran...”

Leo mengerutkan keningnya, tetapi kemudian berhasil menarik kesimpulan. Dia langsung memutuskan,
“Tunggu di sini. Aku akan segera mengantarmu ke sana.”

Hanya dalam hitungan menit, Leo sudah kembali dan tampak rapi, lelaki itu lalu menggandeng Saira, melangkah cepat ke mobil, dan melajukannya dengan segera, menuju rumah Saira.
***

Mereka berdua sama-sama tertegun ketika mobil sudah mendekati rumah Saira. Api melahap dengan begitu besar, menimbulkan cahaya orange yang mengerikan. Hawa panas tersebar di sana, dan asap hitam membumbung ke langit. Sementara itu banyak orang berkumpul di sana, sebagaian hanya menonton dari kejauhan, sebagian tampak berusaha memadamkan api itu dengan swadaya. Mobil pemadam kebakaran sepertinya baru saja datang, dengan selang besarnya dan air yang memancar.

Tetapi sepertinya semua sudah terlambat, tidak ada lagi apapun yang tersisa untuk diselamatkan. Rumah Saira, rumah peninggalan ibunya, tempat semua kenangan masa kecilnya, sudah hancur dan hangus. Sementara itu yang tersisa dari rumah kacanya hanyalah kerangka bajanya yang masih berdiri tegak. Yang tertinggal hanyalah api dan kehangusan.

Saira masih tertegun shock, sehingga membiarkan dirinya berada dalam rangkulan Leo, yang juga menatap api itu dengan tertegun.

Tak lama kemudian, Andre datang berlari-lari menghampiri mereka, dia tampak berkeringat dan coreng moreng oleh noda hitam hangus di pipinya,

“Saira!” Andre berseru hanya menatap Saira dan sepenuhnya mengabaikan Leo, tampak sangat menyesal, “Kami sudah berusaha memadamkannya, tetapi pemadam  kebakaran terlambat datang karena kemacetan dan....Saira?” Andre bergumam panik ketika melihat tubuh Saira oleng dan jatuh, dia hampir menopang Saira, tetapi kemudian tertahan oleh Leo.

Lelaki itu menopang Saira ke dalam pelukannya dan melemparkan tatapan tajam kepada Andre,

“Biar aku saja.” Gumamnya dingin sambil menatap Andre dengan tatapan mengancam.

Andre masih tertegun menerima tatapan membunuh dari Leo, dan mengamati lelaki itu membopong Saira yang pingsan kembali ke mobil.
***

“Sayang... bangunlah...” suara itu terdengar berbisik terus menerus di telinganya, dan kemudian ada harum aroma wewangian di hidungnya.

Saira menggeliat dan berusaha membuka mata, melepaskan diri dari kegelapan yang menelannya.

Ketika dia membuka mata, dia langsung berhadapan dengan Leo. Saira langsung mengernyitkan keningnya. Apakah Leo yang memanggilnya dengan sebutan ’sayang’ tadi? Ataukah dia hanya bermimpi?

“Kau pingsan tadi, apakah kau baik-baik saja?” tanya Leo pelan. Saira rupanya telah dibaringkan di kursi belakang mobilnya.

Dengan gugup Saira duduk, dan kemudian melemparkan pandangannya ke arah rumahnya, api sudah padam dan sekarang tinggal asap hitam sisa siraman air yang mengepul ke atas. Hatinya terasa perih dan teriris. Sedih luar biasa. Seakan semua kenangannya dihapuskan paksa oleh kebakaran itu.

Dengan sedih dia menahankan air mata yang mulai merembes di matanya, “Aku tidak apa-apa.” Gumamnya serak.

Leo menghela napas, tampak lega, “Bagaimana dengan perutmu? Kondisi bayimu? Kau tidak merasakan sakit?”

Saira meraba perutnya, memang terasa sedikit kram, tetapi itu mungkin karena Saira sedang tegang, dia lalu menggelengkan kepalanya,

Ada kelegaan di mata Leo, lelaki itu kemudian menoleh dan menatap ke arah kebakaran dan mengernyit, “Apakah kau ingin membereskan urusan ini sekarang? Kau tahu, urusan laporan dengan polisi, asuransi dan lain-lain? Atau kau ingin pulang dulu dan mengurus ini besok?”

Pulang. Saira termangu menatap rumahnya yang sudah hangus. Dulu rumah ini adalah tempatnya pulang. Sekarang semua sudah tidak ada lagi.... apakah rumah Leo sekarang menjadi tempatnya pulang?

Saira menatap Leo, dan ingin menanyakan keberadaan Andre, tadi dia ingat sedang berbicara dengan Andre sebelum dia pingsan. Tetapi kemudian dia mengurungkan niatnya. Leo tampaknya sedang tenang dan Saira tidak ingin mengusiknya dengan mengatakan bahwa dia ingin berbicara dengan Andre.

“Ya Leo... kita pulang saja.”

“Oke.” Leo mengambil bantal di jok belakang dan meletakkannya di belakang Saira, “Kau berbaring saja di sana.” Lelaki itu lalu menutup pintu mobil dan masuk ke belakang kemudi, melajukan mobilnya tanpa kata-kata.

Sementara itu Andre mengamati dari kejauhan mobil Leo yang beranjak pergi membawa Saira dengan dahi berkerut gusar.
***

Ketika mereka sampai ke rumah, pagi sudah menjelang karena matahari sudah mengintip di kaki langit, menampakkan semburat kuning yang memecah kegelapan langit.

Leo memarkir mobilnya di depan dan membukakan pintu belakang untuk Saira, membuat Saira yang tertidur selama perjalanan langsung terbangun, Saira meskipun mengantuk,  sudah mau turun dan berdiri ketika kemudian tanpa kata Leo mengangkat Saira ke dalam gendongannya dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Hampir saja Saira tertidur kembali ketika terayun-ayun dalam gendongan Leo menaiki tangga. Dan kemudian mereka sampai di kamar Saira.

Leo melangkah pelan dan membaringkan Saira dengan lembut di atas ranjang. Saira yang masih mengantuk langsung memiringkan tubuhnya dengan nyaman.

Dia mungkin bermimpi karena dia merasakan kecupan lembut di keningnya, sebelum langkah-langkah kaki Leo berlalu dan meninggalkan kamar itu.
***

Ketika Saira terbangun di pagi hari, dia masih memikirkan semua memorinya. Dadanya langsung terasa sakit ketika teringat kebakaran itu. Dia menghela napas panjang, berusaha meredakan rasa sesak di dadanya. Ketika itulah tiba-tiba ponselnya berbunyi, membuatnya terkejut. Dia langsung mengangkatnya ketika mengetahui bahwa yang meneleponnya adalah Andre. Kemarin mereka meninggalkan tempat itu begitu saja, Andre pasti cemas.

Saira mengangkatnya dengan suara lemah,

“Andre?”

“Bagaimana keadaanmu Saira?”

Saira menelan ludahnya dengan pahit, “Aku baik-baik saja.” Dia mendesah pelan dalam kesedihan, “Tidak ada yang tersisa ya?”

Hening sejenak, lalu Andre berkata, “Maafkan aku....”

Saira menyusut air mata di sudut matanya, sekali lagi menghela napas panjang, meredakan napasnya yang sesak. Sekarang dia tidak punya tempat lagi untuk pulang, rumah tempat kenangannya, tempat dia bisa menumpahkan segala kebahagiaannya di rumah kaca itu telah tiada. Semuanya sudah musnah.

“Saira... kau masih di san?” Andre bertanya dengan ragu, menggugah Saira dari lamunannnya.

“Aku masih di sini Andre.” Gumam Saira cepat, “Kenapa?”

Andre tampak merenung, “Apakah kau pikir kebakaran ini tidak kebetulan?”
“Apa maksudmu?”

“Katamu kemarin kau meminta perceraian dari Leo, dan kemudian malam harinya rumahmu terbakar? Apakah kau pikir Leo tidak terlibat dalam hal ini? Karena dari sudut pandangku, ini semua tampaknya terlalu kebetulan.”

Saira tertegun, wajahnya pucat pasi. Leo? Apakah benar yang dikatakan oleh Andre? Bahwa Leo adalah dalang dari kebakaran rumahnya? Bahwa ini semua bukanlah musibah atau kecelakaan biasa? Apakah Leo sekejam itu?

Saira masih teringat jelas betapa lembutnya Leo ketika menggendongnya tadi...... Leo... tampaknya kehamilannya telah membuat hati Leo melembut. Mungkinkah Leo tega melakukan itu semua?

“Aku pikir Leo pasti pelakunya, Saira. Waktunya terlalu bertepatan. Dan dia pernah mengancammu akan melakukan segalanya bukan?” Andre masih bergumam di seberang sana.

“Aku tidak tahu Andre...” Saira menelan ludahnya, “Sungguh aku tidak tahu.”

“Kau tidak boleh melemah dan kalah dari Leo, Saira. Kalau kau menyerah, maka dia berhasil melaksanakan maksudnya. Dia pasti membakar rumahmu, aku yakin itu, agar kau tidak punya tempat untuk pulang dan melarikan diri. Kau tidak boleh menyerah Saira. Tanpa rumahpun, aku masih bisa membantumu melarikan diri dari rumah itu. Oke?”

Saira bimbang dan bingung, dia hanya bisa meringis menahan kekalutannya.

Dia masih tidak percaya Leo sekejam itu, membakar rumah kaca dan rumahnya? Benarkah itu? Benarkah Leo sekejam itu?”
***

Leo masih merenung di kamarnya pagi itu, dia ingin menengok Saira, tetapi dia ragu. Semalam, mendampingi Saira melihat rumah itu terbakar, kemudian menopang ketika Saira pingsan telah menggugah sesuatu di dalam dirinya.

                Sesuatu itu adalah rasa ingin melindungi dan menjaga Saira dan anaknya.

Seharusnya tidak seperti ini.... Leo meremas rambutnya sendiri dengan bingung. Seharusnya bukan seperti ini... Tetapi Leo telah kalah dengan perasaannya sendiri.

Pada akhirnya dia harus menyerah kalah dan mengakui bahwa dia mencintai Saira. Leo telah menipu dirinya sendiri dengan mengatakan pada hatinya bahwa semua demi pembalasan dendamnya. Kenyataannya, dia mengejar dan menikahi Saira karena dia mencintainya.
***

Saira berpapasan dengan Leo ketika hendak berjalan ke ruang duduk, mereka berdiri dan bertatapan dengan canggung,

“Bagaimana keadaanmu?” Akhirnya Leo yang memulai percakapan, menatap Saira dari ujung kaki ke ujung kepala, menilainya.

Saira mengalihkan matanya dari tatapan Leo yang tajam, “Aku baik-baik saja.”

Benak Saira masih dipenuhi oleh pemikiran itu, pemikiran bahwa mungkin saja Leo adalah otak dibalik terbakarnya rumahnya. Bahwa Leo sangat kejam dan jahat kepadanya. Pemikiran itu menyakiti hatinya lebih daripada yang dia sangka. Karena Saira masih sangat mencintai Leo. Amat sangat mencintai lelaki itu..

“Polisi mungkin akan datang kemari menanyakan beberapa pertanyaan, yah karena kau adalah pemilik rumah itu, aku harap kondisimu cukup baik untuk menerima mereka.”

Saira menganggukkan kepalanya, “Aku baik-baik saja.” Dia merenung dengan sedih. Apa yang akan terjadi kalau dia mengungkapkan kecurigaannya kepada Leo ke polisi? Akankah polisi membantunya?

Tetapi menilik sikap Leo yang begitu tenang itu, Saira jadi berpikir bahwa Leo tentu sudah menyiapkan segalanya, Lelaki itu sangat pandai, jadi dia pasti bisa mengatur agar dia tidak ketahuan sebagai dalang kebakaran itu. Tidak ada gunanya memberitahu polisi, karena dia pasti akan terlihat seperti orang bodoh, seorang istri yang menuduh suaminya sendiri.
***

Polisi itu sudah pulang setelah mengumpulkan data-data. Tidak banyak yang mereka tanyakan karena memang Saira sudah tidak meninggali rumah itu setelah mereka menikah.

Setelah mengantar kepergian polisi itu, Leo menatap Saira dengan tatapan datar,

“Kau boleh membangun rumah kaca di sini.”

Saira tertegun, tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari bibir Leo, dia menatap mata Leo, mencari tanda-tanda bahwa Leo sedang bercanda dengan kejam padanya, tetapi mata Leo tampak tulus menatapnya,

“Apa?” Saira tidak bisa menahan diri untuk bertanya ulang, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa Leo tidak bercanda.

Leo berdehem seolah-olah mengucapkan kata-kata itu sangat sulit baginya,

“Aku tahu bahwa kau sangat menyayangi tanaman-tanamanmu, dan kehilangannya pasti akan membuatmu terpukul, aku tidak mau kau berlarut-larut dalam kesedihan dan akan mempengaruhi kondisimu, dan juga bayimu. Besok aku akan mengirimkan orang untuk membangun rumah kaca di taman belakang untukmu. Taman belakang cukup luas untuk sebuah rumah kaca. Setelah rumah kaca itu selesai dibangun, kau bisa mengisinya dengan berbagai varietas tanaman kesukaanmu.”

Saira menatap Leo dalam-dalam dan menemukan keseriusan di sana, lelaki itu tidak sedang bercanda rupanya, “Kau tidak perlu melakukannya untukku.” Saira bergumam lemah meskipun perkataan Leo membuat hatinya tersentuh.

Leo tersenyum lembut, senyum lembut pertamanya setelah entah kapan, Saira sudah tidak bisa mengingatnya lagi, karena setelah pernikahan mereka, Leo hampir tidak pernah tersenyum kepadanya.

“Aku tidak repot kok.” Lelaki itu lalu berlalu meninggalkan Saira dengan sejuta pertanyaan berkecamuk di benaknya.
***

Leo tidak main-main dengan perkataannya. Keesokan harinya ketika Leo sudah berangkat kerja dan Saira sedang duduk di taman memandangi keindahannya dan kemudian tanpa sengata mengingat lagi akan rumah kacanya yang hangus, membuatnya merasa sedih, beberapa pekerja tiba-tiba datang, mereka bekerja dengan cepat dan sangat berpengalaman, sehingga ketika tengah hari Saira mengintip lagi, seluruh pondasi dan konstruksi rangka rumah kaca itu sudah jadi.

Jantung Saira berdebar, karena rumah kaca itu, dilihat dari rangkanya, jauh lebih besar daripada rumah kaca miliknya yang sudah hangus itu, tentu saja mengingat area taman belakang Leo berkali-kali lebih luas dari area kebun di rumahnya yang terbatas.

Saira membayangkan dia akan mengisi rumah kaca itu dengan berbagai varietas yang unik, membangun lagi keindahan tanaman dan koleksi bunganya yang hilang, memulai lagi sedikit demi sedikit...

Tiba-tiba Saira mengernyitkan keningnya ketika menyadari sesuatu.... kalau itu benar terjadi, berarti dia harus tinggal lama di rumah Leo, rumah kaca ini seolah menjadi pengikatnya dengan Leo.

Apakah itu memang yang direncanakan oleh Leo? Karena itukah lelaki itu membakar rumah kacanya? Supaya dia bisa mengingat Saira dengan rumah kaca barunya? Supaya Saira tidak bisa pergi lagi dari rumah ini?

Jadi itu semua bukan karena kebaikan hati Leo atau karena lelaki itu mencemaskannya?

Jantung Saira berdenyut kembali dengan pedih, entah sejak berapa lama, dia mengharapkan Leo melakukan sesuatu karena lelaki itu benar-benar mempedulikannya, bukan karena ada rencana keji di baliknya.
***

Leo mengunjungi Leanna lagi hari itu karena kepala pelayannya menelepon dan mengatakan Leanna mengamuk, tidak mau makan dan tidak mau meminum obatnya. Hal itu membuat Leo merasa cemas dan dengan bergegas dia mengunjungi rumah tempat Leanna berada.

Ketika dia membuka pintu kamar Leanna, Leo mengernyit, kamar itu berantakan dengan segala barang berhamburan di lantai dan di mana saja, bahkan selimut dan bed cover ranjang juga tergeletak begitu saja di lantai, spreipun kondisinya sama menyedihkannya, seluruh sisinya sudah terlepas dari ranjang, menyisakan bagian kecil di tengah ranjang yang belum lepas, bagian kecil itu sekarang sedang ditiduri oleh Leanna yang meringkuk dan menangis seperti anak kecil.

Dengan hati-hati, Leo duduk di tepi ranjang Leanna, mengelus rambut adik kembarnya dengan pelan, berusaha selembut mungkin agar tidak mengejutkan adiknya.

Leanna sepertinya menyadari kehadiran Leo karena perempuan itu menangis semakin keras.

“Sayang... kenapa? Kenapa kau menangis terus dan tidak mau makan?” Leo bertanya dengan cemas. Tetapi tidak ada tanggapan dari Leanna, perempuan itu makin meringkukkan tubuhnya dan menangis tersedu-sedu, membuat perasaan leo semakin perih.

Leo menatap adiknya dengan perasaan sedih. Melihat kondisi Leanna ini membuat rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi. Apalagi sekarang, ketika dia memutuskan untuk menyayangi Saira dan tidak mencoba menahan perasaannya lagi kepada isterinya itu, Leo merasa seperti menjadi pengkhianat paling buruk di dunia.

Bakar.... bakar habis. Dia bilang bakar sampai habis..” Tiba-tiba Leanna bergumam dengan setengah mengigau.

Hal itu membuat Leo tertegun kaget. Apa kata Leanna tadi? Bakar?

Leo mencoba menunggu dan berharap Leanna mengulang kata-katanya, tetapi adiknya itu kembali menangis tersedu-sedu tanpa kata.

Kenapa Leanna mengatakan tentang pembakaran tepat setelah kejadian rumah dan rumah kaca Saira terbakar? Apakah ini berhubungan? Ataukah hanya kebetulan?

Leo tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya-tanya, otaknya berpikir keras... tetapi seharusnya Leanna tidak mengetahui tentang kebakaran itu, pegawainya menjaganya dengan begitu ketat sehingga menjaga Leanna dari semua informasi dari luar. Seharusnya Leanna tida tahu apa-apa.

Leo menghela napas panjang, mungkin memang ini semua hanya kebetulan...mungkin tadi tidak sengaja Leanna melihat api dan berkomentar tentang pembakaran.

Tetapi perasaan itu tetap ada, perasaan tergelitik di bagian belakangnya, yang biasanya merupakan firasat bahwa ada sesuatu yang tidak beres.


Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar

 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner