Perjodohan
Ada sesuatu yang aneh, ketika aku pulang kerja, tidak
seperti biasanya ada mobil Niko terparkir di depan rumahku. Aku melihat ada om
Athan dan tante Ika sedang mengobrol dengan mama dan papa di ruang keluarga,
sepertinya sedang menunggu jam makan.
“Hai Vin, baru pulang?”
“Iyah tante, hallo om, Vivin ga tau om sama tante mau
kesini, mama ga bilang apa-apa.”
“Iyah, sebenarnya niatnya om sama tante mau ngobrol
aja sama mama dan papa kamu, sekalian diajak makan malam nih. Niko kebetulan
hari ini cuti kerja, jadi tante ajak aja.”
“Iyah, mama pikir kalau kamu hari ini pulangnya malam
yah makan malamnya tanpa kamu, tapi kebetulan kamu sama Niko ada disini.”
“Athan,Ika, hayu makanan nya udah siap, kita bicara di
meja makan saja.”
Terdengar suara papa mendekat ke arah ruang keluarga.
“Oh, Vin kebetulan kamu udah pulang, makan bareng dulu
yah.”
“Iyah pa.”
Kami semua berjalan ke arah meja makan, tante Ika dan
mama berjalan berdampingan, meninggalkan aku dan Niko di belakang. Mama dan
tante terlihat agak serius mengobrolnya. Sedangkan aku dan Niko, yah seperti
biasa, hanya diam membisu. Lagipula aku agak lelah untuk bicara dengannya, dan
untuk memikirkan ide mama selanjutnya. Terlihat papa dan om Athan menikmati
makan malam mereka, sambil sesekali tertawa kecil karena obrolan diantara
mereka. Aku duduk berhadapan dengan Niko, dan ada mama disampingku.
“Athan, aku dan Ika punya rencana, kebetulan Vivin dan
Niko sudah kenal cukup lama, kita sebagai orang tuanya juga sudah kenal lama,
bagaimana kalau kita menjodohkan Niko dengan Vivin. Mereka sama-sama single,
dan sama-sama sudah dewasa, sudah waktunya memikirkan menikah, daripada aku
harus was-was menunggu Vivin mendapat pacar, belum lagi proses perkenalannya,
butuh waktu, dan usia Vivin akan semakin bertambah. Aku pikir Niko pria yang
baik, pekerja yang giat, dan aku ga perlu waktu lama untuk mengenal Niko.
Bagaimana menurut papa?”
“Papa sependapat sama mama, asalkan mereka nya
menerima, jangan dipaksakan.”
“Good idea,sebenarnya Ika sudah sering cerita tentang
Vivin, Ika sudah menganggapnya seperti anak sendiri, yah apa salahnya kalau
Vivin benar-benar menjadi anggota keluarga.”
Aku tercengang mendengar pembicaraan ini, mendadak,
dan tanpa konfirmasi. Bahkan pendapat aku tidak dipertanyakan dahulu. Aku
melotot ke arah Niko, dan dia malah
balas melotot.
“Tapi ma, kita ga pernah berpikir untuk seserius itu,
aku dan Niko hanya temenan biasa, ga ada yang istimewa. Dan ini terlalu cepat
untuk menjodohkan kami, bahkan kami belum dimintai pendapatnya.”
“Vin, kapan kamu siap, mau sampai kapan kamu tidak
memikirkan pernikahan, kalian akan mencintai seiring waktu, dan kalian
sama-sama baik dan cocok. Coba lihat, Niko yang pendiam bisa mengimbangi sifat
kamu yang asal ngomong seperti sekarang ini, sukanya debat aja.”
Dan seperti biasa, ada patung didepan wajahku, tanpa
kata-kata, tanpa perlawanan, tanpa pendapat, Niko hanya diam dan tidak merespon
sedikitpun. Ya ampun, walau dia baik, tapi kalau sampai menikahpun, dia tetap
menjadi patung seperti ini, ini namanya bukan mengimbangi, tapi pengecut.
Sebelum Niko pulang, aku sempat menghampirinya, dan
sedikit marah padanya.
“Hei, kenapa diam aja, kamu itu tuli atau bodoh sih?
Kamu dengarkan kita akan dijoodohkan!”
“Aku tahu.”
“Kamu tahu? Sudah tahu sebelumnya maksudmu?Dan kamu
cuma diam?”
“Ga perlu bentak, kamu yang bodoh, masa ga paham juga
niat kedua orang tua kita yang selama ini mencari cara supaya kita jalan
bareng, makan bareng, atau kamu pura-pura ga tahu aja?”
“Niko, sekali lagi aku tegasin ,aku ga tahu, dan aku
baru tahu barusan, dan aku kecewa dengan sikap kamu yang seperti itu, seperti
tadi, yang hanya diam. Aku berharap tidak akan menikah dengan cowo patung
seperti kamu!”
Aku berlari masuk dan menuju kamarku. Aku menelepon
Tania dan menceritakan semua kejadian hari ini, bahkan sampai aku tidak bisa
tidur.
*****
Mataku ku kompres
dengan air dingin, mataku sangat lelah tapi aku tidak bisa tertidur.
Kejadian kemarin masih membuat pikiranku gelisah. Aku tidak turun untuk
sarapan, dan aku mengambil cuti dadakan. Ini hari Jumat, aku akan berlibur
bersama Tania, dia mengajakku menginap di villa nya selama 3 hari untuk
menenangkan pikiranku.
“Vin, udah bangunkan? Aku udah mau jalan ke rumah kamu
yah,kamu siap-siap yah, biar aku aja yang nyetir hari ini.”
“Ok Tan, thanks yah.”
Aku menutup telepon dari Tania, aku bergegas masuk ke
kamar mandi, dan menyiapkan beberapa baju untuk menginap. Dan tidak lama
terdengar bunyi klakson dari depan rumah. Aku berlari turun dan keluar menuju
mobil hitam milik Tania.
“Yah pasti kaget Vin kalau kita dijodohin sama orang
yang kita ga sukai, menikah tanpa cinta, kaya siti nurbaya, tapi kamu masih
lebih baik, Niko kan bukan kakek-kakek kaya, dia masih muda, giat, ga manja,
yah kalau kamu merasa ga suka sama dia, mungkin bukan karena orangnya, tapi
karena hati kamu yang belum bisa terbuka. Niko cukup lumayan kok sebenarnya.”
“Ga tau Tan, jujur aku ga pernah berpikir menikah,
apalagi sama Niko, aku aja ga pernah mikirin Niko itu orang nya gimana apa
kelebihannya, apakah aku suka sama dia, aku cuma tahu Niko yah Niko, si pendiam
yang menyebalkan diamnya.”
“Terus rencana kamu?”
“Ga ada, aku cuma berharap Niko yang mengambil
langkah, Niko yang membatalkan semua ini, karena kalau aku yang membatalkan,
aku ga enak sama tante Ika dan om Athan, aku juga takut akan ngerusak hubungan
mama papa dengan mereka. Aku kan perempuan, masa aku yang nolak, nanti jodohku
jauh.”
“Yasudah kamu siapin mental aja Vin, dan percaya,
naluri orang tua itu selalu baik Vin. Mungkin sekarang kelihatannya buruk, tapi
bisa jadi ini adalah ide yang baik buat kamu nantinya.”
*****
“Ga apa-apa Ka, Vinnie cuma nginep aja divilla
temannya, yah wajar kalau dia kaget kita jodohkan. Kalau Niko sendiri bagaimana
reaksinya?”
“Aku kok khawatir yah sama Vivin, apa gapapa kita
nikahkan mereka secepat ini? Kalau Niko, dia biasa saja, ga berpendapat
apa-apa. Kalau Vinnie kasih reaksi kaget, aku paham, nah ini Niko sama sekali
ga bereaksi, aku sendiri ga tau dia terima rencana ini atau ga.”
“Niko itu lebih tenang dan lebih dewasa dibanding
Vivin, Niko mungkin berusaha memahami alasan kita menjodohkannya. Lagipula saya
yakin kalau ini baik untuk mereka, umur Niko juga sudah matang, sudah 27 tahun,
Vinnie sebentar lagi sudah 25 tahun. Mereka sudah cukup umur untuk menikah.”
“Saya sih setuju dengan
pendapat kamu, yasudah kita pelan-pelan saja menjodohkan mereka nya, biar
mereka juga bisa sambil membina hubungan. Nanti kalau Vinnie sudah pulang ajak
dia main ke rumah saya yah.”
0 komentar:
Posting Komentar