Jumat, 29 Maret 2013

Perjodohanku Bag5



Pernikahan

   Aku termenung di meja kerjaku, ini hari terakhir aku bekerja. Aku mengundurkan diri untuk membantu usaha mama, lagipula sudah 3 tahun lebih aku bekerja disini. Sejak rencana pernikahan sudah dipastikan, dan bulannya sudah diputuskan, aku memikirkan pendapat tante Ika agar aku berhenti bekerja, dan belajar meneruskan usaha mama atau mempelajari usaha tante Ika.

   2 minggu yang lalu keluarga aku dan keluarga Niko kembali bertemu, kali ini mereka membicarakan rencana pernikahan kami, dan tidak ada tanda-tanda perlawanan dari Niko, jadi aku juga ikut menerima saja. Entah rumah tangga seperti apa yang akan aku jalani, dan entah apa mungkin aku dapat membuka hati untuk Niko.
  
“Tante, apa Niko tidak pernah mengukur baju pengantinnya?”

“Niko sedang sibuk katanya, jadi dia memberikan model ukuran jas dan celana yang pas dibadannya.”

“Gapapa Vin, lagipula Niko memang bukan cowo yang suka dengan hal-hal seperti ini. Nanti cincin kawin nya biar tante yang temenin kamu memilih yah, tante tahu selera Niko seperti apa.”

   2 bulan lagi kami akan menikah, segalanya telah diatur oleh EO milik teman mama, aku hanya perlu mengikuti perawatan kecantikan menjelang pernikahan dan  mengukur gaun pengantinku. Tidak seperti pasangan lainnya yang menikah karena saling mencintai, aku mencoba gaun pengantinku hanya ditemani oleh tante Ika, Niko sama sekali tidak tertarik dengan apapun dalam rencana pernikahan kami, dia selalu sibuk bekerja dan pulang larut. Tante bilang itu biasa, pria akan mencari lebih banyak uang ketika mereka akan  menikah. Akhir minggu sesekali Niko datang kerumah sekedar ngobrol dengan mama atau papa, dia sendiri jarang sekali ngobrol denganku.

   Niko sebenarnya tidak terlalu seperti patung, dengan jabatannya saat ini, aku yakin dia bukan seorang patung. Dia akan mengobrol dengan sangat baik saat berbicara dengan orang tua ku, atau rekan kerjanya, aku juga pernah mendengar nya mengobrol dengan teman lamanya saat kami bertemu di sebuah resto, dan semua nya jauh berbeda dengan caranya mengobrol denganku.

   2 minggu lagi hari pernikahanku, dan aku tidak pernah lagi bertemu Niko sampai perjumpaan kami di pernikahan kami. Aku mengirimi nya foto cincin pernikahan yang dipilihkan oleh tante Ika, dan dia hanya bilang “bagus”. Tidak ada hal sekecil apapun yang diurus oleh Niko untuk pernikahan ini, dan sebenarnya aku merasa agak sakit hati. Kenapa dia tidak menolak saat dijodohkan bila memang dia tidak menginginkan pernikahan ini, dan sekarang bila dia menginginkan pernikahan ini, kenapa dia begitu cuek, seperti menganggap pernikahan ini tidak ada.
*****

“Vin, baju nya sudah jadi, undangan juga sudah disebar semua, cinderamata pernikahan mama dan tante Ika sudah siapkan, dan papa sama om Athan sudah siapkan sebuah rumah untuk hadiah pernikahan kamu, jadi nanti setelah menikah kamu akan tinggal berdua sama Niko, kalau kamu kesepian nanti biar mama carikan pembantu.”

“Ga perlu ma, kalau aku bosan aku bisa pulang kesini atau ke rumah tante Ika.”

“Yah begitu juga boleh, kamu harus belajar panggil tante Ika dengan sebutan mama.”

“Iyah.”
*****

   Dan hari itupun tiba. Aku memandangi diriku sendiri di cermin dengan gaun pengantin pilihanku, ada Tania disampingku yang menggenggam tanganku seolah-olah menahan agar aku tidak melarikan diri. Ingin rasanya melarikan diri, tapi sudah sangat terlambat. Aku meneteskan air mata, bukan air mata karena bahagia, tapi karena aku merasakan beban yang sangat berat dihatiku. Aku memalingkan wajahku ke wajah Tania, dan aku memeluk sahabatku, hanya Tania yang tahu apa isi hatiku saat ini, betapa aku sangat tertekan karena pernikahan ini. Bahkan jauh lebih tertekan dibandingkan saat aku dicampakkan dulu.

“Semuanya akan baik-baik aja Vin, aku selalu ada buat kamu.”

“Makasih yah Tan.”

“Sekarang kita keluar yah, mobilnya udah nungguin dari tadi.”

   Sebuah mobil putih berhiaskan bunga dan pita sudah menunggu diluar rumah, mama dan papa sudah pergi lebih dahulu, aku pun berangkat dengan ditemani Tania. Mobil putih ini terus melaju membawaku menuju kehidupanku selanjutnya. Mobil kami berhenti di pintu masuk sebuah gedung, Tania membantu mangangkat gaunku, dan kami berjalan diantara para tamu yang sudah memenuhi ruangan. Terlihat beberapa teman sekolahku, teman kuliah, dan rekan kerjaku. Mereka mungkin tampak heran dengan pernikahanku ini yang bisa dibilang seperti mendadak, walaupun sebenarnya tidak. Selama ini aku berstatus single di semua akun jejaring sosial ku, bahkan tidak ada foto aku bersama pria. Dan hari ini tiba-tiba aku menikah.

   Aku berjalan menuju singgasana pengantinku, masih dengan menggenggam tangan Tania, kini makin kuat. Aku menarik napasku dalam-dalam dan menghelanya, Tania tampak melirikku. Kursi disebelahku masih kosong, Niko masih belum datang. Namun tidak lama kemudian, aku melihat Niko berjalan menuju kursi disisi ku. Orang tua ku dan orang tua Niko juga sudah berada di sisi kami, dan acara pernikahan dimulai dengan dipandu oleh seorang pemandu acara.

   Aku dan Niko tampak dingin memaknai pernikahan ini, kami tidak banyak berekspresi, namun terkadang senyum palsu harus kami berikan kepada para tamu yang memberikan ucapan selamat, atau ketika juru foto mengambil gambar pernikahan kami. Oh yah, aku bahkan belum menceritakan tentang foto prawedding kami, aku sebenarnya memang tidak terlalu suka di foto, dan aku rasa Niko juga seperti itu. Saat pengambilan foto prawedding, fotographernya sampai bertanya apakah kami dijodohkan, dan dia mengambil inisiatif untuk mengambil foto kami secara terpisah dan mengeditnya menjadi satu, sangat terlihat bila foto bersama, kami tidak bisa saling menatap dengan penuh cinta, yang ada kami malah saling melotot.
*****

   Aku pulang bersama Niko dalam satu mobil menuju rumah baru yang sudah disiapkan untuk kami. Rumah ini sudah pernah aku lihat sebelumnya, tidak terlalu besar, tapi mama menatanya dengan cukup baik. Tidak terlalu banyak perabot, karena mama juga tahu aku jarang sekali menggunakan perabotan rumah tangga, dan jarang membersihkan rumah.
Aku melangkah menuju kamar, karena aku merasa sangat lelah, tapi saat aku sudah berganti pakaian dan hendak tidur, aku tidak melihat Niko masuk ke dalam kamar. Karena penasaran, aku keluar menuju ruang tengah, dan benar saja Niko tertidur di sofa masih dengan pakaian pengantinnya.

   Pagi ini aku tidak melihat Niko, sepertinya dia sudah ke kantor. Aku kesiangan, jam 9 aku baru bangun. Kami memang tidak berbulan madu, Niko bilang pekerjaannya sedang banyak. Jadi Niko sama sekali tidak mengambil cuti kerja. Sedangkan aku sekarang pengangguran. Aku sudah menyiapkan tabunganku, berjaga-jaga apabila Niko tidak memberikan aku uang untuk belanja.  Hari ini aku berencana ke rumah mama dan mengambil beberapa barang pribadiku.


0 komentar:

Posting Komentar

 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner