Pernikahan
Aku termenung di meja kerjaku, ini hari terakhir aku
bekerja. Aku mengundurkan diri untuk membantu usaha mama, lagipula sudah 3
tahun lebih aku bekerja disini. Sejak rencana pernikahan sudah dipastikan, dan
bulannya sudah diputuskan, aku memikirkan pendapat tante Ika agar aku berhenti
bekerja, dan belajar meneruskan usaha mama atau mempelajari usaha tante Ika.
2 minggu yang lalu keluarga aku dan keluarga Niko
kembali bertemu, kali ini mereka membicarakan rencana pernikahan kami, dan
tidak ada tanda-tanda perlawanan dari Niko, jadi aku juga ikut menerima saja.
Entah rumah tangga seperti apa yang akan aku jalani, dan entah apa mungkin aku
dapat membuka hati untuk Niko.
“Tante, apa
Niko tidak pernah mengukur baju pengantinnya?”
“Niko sedang sibuk katanya, jadi dia memberikan model
ukuran jas dan celana yang pas dibadannya.”
“Gapapa Vin, lagipula Niko memang bukan cowo yang suka
dengan hal-hal seperti ini. Nanti cincin kawin nya biar tante yang temenin kamu
memilih yah, tante tahu selera Niko seperti apa.”
2 bulan lagi kami akan menikah, segalanya telah diatur
oleh EO milik teman mama, aku hanya perlu mengikuti perawatan kecantikan
menjelang pernikahan dan mengukur gaun
pengantinku. Tidak seperti pasangan lainnya yang menikah karena saling
mencintai, aku mencoba gaun pengantinku hanya ditemani oleh tante Ika, Niko
sama sekali tidak tertarik dengan apapun dalam rencana pernikahan kami, dia
selalu sibuk bekerja dan pulang larut. Tante bilang itu biasa, pria akan
mencari lebih banyak uang ketika mereka akan
menikah. Akhir minggu sesekali Niko datang kerumah sekedar ngobrol
dengan mama atau papa, dia sendiri jarang sekali ngobrol denganku.
Niko sebenarnya tidak terlalu seperti patung, dengan
jabatannya saat ini, aku yakin dia bukan seorang patung. Dia akan mengobrol
dengan sangat baik saat berbicara dengan orang tua ku, atau rekan kerjanya, aku
juga pernah mendengar nya mengobrol dengan teman lamanya saat kami bertemu di
sebuah resto, dan semua nya jauh berbeda dengan caranya mengobrol denganku.
2 minggu lagi hari pernikahanku, dan aku tidak pernah
lagi bertemu Niko sampai perjumpaan kami di pernikahan kami. Aku mengirimi nya
foto cincin pernikahan yang dipilihkan oleh tante Ika, dan dia hanya bilang
“bagus”. Tidak ada hal sekecil apapun yang diurus oleh Niko untuk pernikahan
ini, dan sebenarnya aku merasa agak sakit hati. Kenapa dia tidak menolak saat
dijodohkan bila memang dia tidak menginginkan pernikahan ini, dan sekarang bila
dia menginginkan pernikahan ini, kenapa dia begitu cuek, seperti menganggap pernikahan
ini tidak ada.
*****
“Vin, baju nya sudah jadi, undangan juga sudah disebar
semua, cinderamata pernikahan mama dan tante Ika sudah siapkan, dan papa sama
om Athan sudah siapkan sebuah rumah untuk hadiah pernikahan kamu, jadi nanti
setelah menikah kamu akan tinggal berdua sama Niko, kalau kamu kesepian nanti
biar mama carikan pembantu.”
“Ga perlu ma, kalau aku bosan aku bisa pulang kesini
atau ke rumah tante Ika.”
“Yah begitu juga boleh, kamu harus belajar panggil
tante Ika dengan sebutan mama.”
“Iyah.”
*****
Dan hari itupun tiba. Aku memandangi diriku sendiri di
cermin dengan gaun pengantin pilihanku, ada Tania disampingku yang menggenggam
tanganku seolah-olah menahan agar aku tidak melarikan diri. Ingin rasanya
melarikan diri, tapi sudah sangat terlambat. Aku meneteskan air mata, bukan air
mata karena bahagia, tapi karena aku merasakan beban yang sangat berat
dihatiku. Aku memalingkan wajahku ke wajah Tania, dan aku memeluk sahabatku,
hanya Tania yang tahu apa isi hatiku saat ini, betapa aku sangat tertekan
karena pernikahan ini. Bahkan jauh lebih tertekan dibandingkan saat aku
dicampakkan dulu.
“Semuanya akan baik-baik aja Vin, aku selalu ada buat
kamu.”
“Makasih yah Tan.”
“Sekarang kita keluar yah, mobilnya udah nungguin dari
tadi.”
Sebuah mobil putih berhiaskan bunga dan pita sudah
menunggu diluar rumah, mama dan papa sudah pergi lebih dahulu, aku pun
berangkat dengan ditemani Tania. Mobil putih ini terus melaju membawaku menuju
kehidupanku selanjutnya. Mobil kami berhenti di pintu masuk sebuah gedung,
Tania membantu mangangkat gaunku, dan kami berjalan diantara para tamu yang
sudah memenuhi ruangan. Terlihat beberapa teman sekolahku, teman kuliah, dan
rekan kerjaku. Mereka mungkin tampak heran dengan pernikahanku ini yang bisa
dibilang seperti mendadak, walaupun sebenarnya tidak. Selama ini aku berstatus
single di semua akun jejaring sosial ku, bahkan tidak ada foto aku bersama
pria. Dan hari ini tiba-tiba aku menikah.
Aku berjalan menuju singgasana pengantinku, masih
dengan menggenggam tangan Tania, kini makin kuat. Aku menarik napasku
dalam-dalam dan menghelanya, Tania tampak melirikku. Kursi disebelahku masih
kosong, Niko masih belum datang. Namun tidak lama kemudian, aku melihat Niko
berjalan menuju kursi disisi ku. Orang tua ku dan orang tua Niko juga sudah
berada di sisi kami, dan acara pernikahan dimulai dengan dipandu oleh seorang
pemandu acara.
Aku dan Niko tampak dingin memaknai pernikahan ini,
kami tidak banyak berekspresi, namun terkadang senyum palsu harus kami berikan
kepada para tamu yang memberikan ucapan selamat, atau ketika juru foto
mengambil gambar pernikahan kami. Oh yah, aku bahkan belum menceritakan tentang
foto prawedding kami, aku sebenarnya memang tidak terlalu suka di foto, dan aku
rasa Niko juga seperti itu. Saat pengambilan foto prawedding, fotographernya
sampai bertanya apakah kami dijodohkan, dan dia mengambil inisiatif untuk
mengambil foto kami secara terpisah dan mengeditnya menjadi satu, sangat
terlihat bila foto bersama, kami tidak bisa saling menatap dengan penuh cinta,
yang ada kami malah saling melotot.
*****
Aku pulang bersama Niko dalam satu mobil menuju rumah
baru yang sudah disiapkan untuk kami. Rumah ini sudah pernah aku lihat
sebelumnya, tidak terlalu besar, tapi mama menatanya dengan cukup baik. Tidak
terlalu banyak perabot, karena mama juga tahu aku jarang sekali menggunakan
perabotan rumah tangga, dan jarang membersihkan rumah.
Aku melangkah menuju kamar, karena aku merasa sangat
lelah, tapi saat aku sudah berganti pakaian dan hendak tidur, aku tidak melihat
Niko masuk ke dalam kamar. Karena penasaran, aku keluar menuju ruang tengah,
dan benar saja Niko tertidur di sofa masih dengan pakaian pengantinnya.
Pagi ini aku tidak
melihat Niko, sepertinya dia sudah ke kantor. Aku kesiangan, jam 9 aku baru
bangun. Kami memang tidak berbulan madu, Niko bilang pekerjaannya sedang
banyak. Jadi Niko sama sekali tidak mengambil cuti kerja. Sedangkan aku
sekarang pengangguran. Aku sudah menyiapkan tabunganku, berjaga-jaga apabila
Niko tidak memberikan aku uang untuk belanja.
Hari ini aku berencana ke rumah mama dan mengambil beberapa barang
pribadiku.
0 komentar:
Posting Komentar