Kejutan dalam Anniversary
Besok hari jadi pernikahan kami yang pertama, aku
berencana membuat sarapan yang istimewa, maka hari ini aku belanja bersama mama
Ika, sekalian membeli perlengkapan membuat kue untuk di rumah ku. Aku belajar
membuat kue di rumah mama Ika, dan berniat mempraktekannya besok dirumah.
Pagi ini aku memasak beberapa menu untuk sarapan, aku
bangun pagi-pagi sekali. Aku berharap tidak kesiangan untuk menyiapkan sarapan
ini sebelum Niko berangkat kerja. Niko sudah selesai dengan pakaian dan tas
kerja nya. Dia duduk di dekat meja makan, menunggu aku selasai masak. Aku jadi
agak grogi karena dia memperhatikan aku masak. Tidak lama kemudian, sarapannya
selesai aku buat, dan kami sarapan bersama. Selesai sarapan, Niko mencium
kening ku, dan mengatakan
“Terima kasih membuat aku terlambat 10 menit”
Aku manyun ke arah nya, walaupun sebenarnya aku senang
ada sedikit perubahan darinya. Siang ini aku agak sibuk membuat kue yang
beberapa hari lalu mama Ika ajarkan, aku sudah belajar membuatnya hampir 1
minggu. Selain itu aku juga memasak beberapa menu untuk makan malam. Aku berharap
Niko akan pulang awal malam ini dan makan malam bersamaku. Namun sepertinya
harapanku sia-sia. Sudah jam 9 dan Niko masih belum pulang. Aku menunggu nya di
sofa, sampai aku tertidur.
*****
Seingatku aku tertidur di sofa, tetapi ketika aku
bangun, aku berada di ranjangku. Aku bergegas ke dapur, dan Niko memakan
masakan ku kemarin, tidak sampai habis, karena memang aku buat porsinya cukup
banyak, aku berharap bisa makan malam bersamanya, tetapi ternyata aku
ketiduran. Kue yang aku buat juga sepertinya dicicipi oleh Niko.
Setelah satu tahun pernikahan kami, Niko lebih sering
mengecup keningku sebelum ia berangkat kerja. Aku melakukan tugas rumah seperti
biasa, hanya saja sekarang aku selalu menunggu Niko pulang, bila ia lembur, aku
akan menunggu nya di sofa sampai aku ketiduran, dan Niko akan memindahkan ku ke
ranjang bila hal itu terjadi.
Entah karena Niko merasa lelah harus terus
menggendongku ke ranjang, atau karena pekerjaan nya sudah tidak terlalu banyak,
Niko terkadang pulang sebelum jam makan malam, dan Niko akan mengirimi ku sms
bila ia harus lembur. Walau sudah di sms, aku akan tetap menunggunya di sofa di
ruang tengah. Berbulan-bulan, dan Niko menjadi lebih jarang pulang larut malam.
*****
Seperti biasa, hari ini aku membereskan dan membersihkan rumah setelah Niko selesai menghabiskan saarapannya dan berangkat ke kantor. Sejak hari pertama pernikahan kami, sebenarnya aku selalu membersihkan kamar Niko, namun sampai satu detik yang lalu, aku tidak pernah penasaran dengan barang-barang milik Niko dan alasan dia bersikap bahkan sampai pisah kamar. Tadinya aku hanya berpikir mungkin dia belum benar-benar siap atas pernikahan kami, dan masih membutuhkan waktu.
Tapi saat ini ada sebuah perasaan dalam hatiku yang
mengarahkan kakiku melangkah mendekat lemari pakaian Niko dan menuntun tanganku
untuk membukanya. Aku membelai satu persatu pakaian yang tergantung
dilemarinya. Aku melihat beberapa koleksi jam tangan nya, tidak terlalu banyak
mungkin hanya sekitar 3 buah, ada botol parfum yang setiap pagi aku cium
aromanya. Tanganku semakin penasaran membuka lemarinya, beberapa laci
diantaranya, dan ketika laci terbawah, yang sedikit tertutup tumpukan handuk
aku buka, aku melihat sebuah buku album foto.
Aku membuka album nya, dan melihat satu persatu foto, bukan foto pernikahan kami, bukan juga foto keluarganya, tetapi fotonya, foto seorang wanita, dan foto kebersamaan mereka. Kaki ku lemas bahkan sampai tidak kuat menanggung berat badanku. Aku terjatuh duduk dilantai, dan tanpa aku sadari semakin aku membuka halaman album itu, air mataku semakin jatuh membasahi pipiku. Apa yang sedang aku rasakan, mengapa begitu sakit rasanya, sudah lama sekali aku tidak menangis karena perasaan seperti ini.
Aku meletakkan kembali album itu ke tempatnya, dan
menutup pintu kamar Niko. Aku berhenti membersihkan rumah, dan melepas tangis
didalam kamarku. Hal pertama yang ada dalam pikiranku adalah, mengapa Niko
membawa foto wanita lain kedalam rumah kami, mengapa ia setuju menikah dengan
ku bila memang ada wanita lain dihatinya, apakah aku yang merebut kekasih orang
lain, atau mungkinkah Niko menduakan aku… Segala pertanyaan itu berputar
dipikiranku, dan aku hanya bisa menangis menghadapinya.
Aku tidak memasak malam ini, aku mengirim sebuah sms
singkat untuk Niko
“Kamu beli makan diluar aja yah, aku hari ini ga
masak.”
Beberapa saat Niko tidak membalas sms ku, dan aku
tertidur karena lelah menangis.
*****
Pagi ini aku juga sengaja bangun agak siang, setelah
suara mobil Niko terdengar menjauh, aku baru keluar dari kamar dan mengambil
sebaskom air dingin untuk mengompres mataku yang bengkak karena menangis.
Kuraih hp ku dan kupilih nomor yang selalu aku cari
saat aku merasa butuh tempat untuk melepas semua bebanku.
“Tan, bisa ga makan siang bareng hari ini, butuh
banget.”
“Boleh aja Vin, tempat biasa yah, jam 2 aja gimana?”
“Boleh”
Sekitar jam 1 aku sudah melajukan mobilku ke tempat
biasa aku bertemu Tania. Aku merasa butuh udara segar. Sekitar setengah jam aku
melamun sambil menunggu Tania datang.
“Tan, kemarin aku menemukan sebuah album foto di
lemari Niko, isinya foto nya dan seorang wanita.”
“Mungkin sahabatnya, atau kelurga nya Vin.”
“Ga mungkin keluarga, aku sama sekali ga dikenalkan
dengan wanita ini saat pernikahan kami, dan cara mereka foto bukan seperti foto
seorang teman, berbeda saat Niko foto denganku.”
“Sebaiknya kamu bicara dulu sama Niko, tanyakan
baik-baik dan jangan berprasangka dulu.”
“Lagipula Vin, kenapa kamu bersikap seperti ini,
sepertinya kamu cemburu yah?”
“Ga tau Tan, seperti patah hati rasanya.”
Aku menatap Tania dalam, dan baru aku sadari aku jatuh
cinta pada Niko. Tania memelukku.
“Cinta ga pernah bisa dipaksa kehadirannya, kalau
sudah saatnya dia akan datang dengan sendirinya, terkadang tanpa disadari.”
“Belum tentu aku jatuh cinta padanya Tan, mungkin aku
hanya takut dia pergi meninggalkan pernikahan kami dan lebih memilih wanita
itu, atau mungkin dia menduakan aku, dan aku harus terima diduakan atau mundur
dari pernikahan ini, mungkin ini hanya sebuah rasa takut.”
“Rasa takut kehilangan Vin, kamu harus terima, kamu ga
mau kehilangan Niko.”
Tania terus meyakinkan ku
atas apa yang aku rasakan, aku hanya berusaha mencernanya, karena urusan
pekerjaan Tania meninggalkan aku sore itu.
0 komentar:
Posting Komentar