Oh my God, ga kebayang harus bahasa Inggriskah
disini????bisa jadi alim mendadak karena kehabisan kosakata nih. “Danu, bisakah
kamu berbahasa Indonesia?”tanyaku, dan Danu dengan cepatnya menjawab “bisa”.
“hufh, lega, jujur aku ga fasih bahkan ga mampu sebenarnya berbahasa Inggris”.
Aku lega paling ga aku aman ada seorang penerjemah untukku. Danu hanya
tersenyum dan kembali duduk. “Sudah makan?” Danu lalu memanggil seorang
pramuniaga, dan memberikanku daftar menu di kafe itu, jujur aku sangat lapar, tapi,
aku kembali bermasalah dengan daftar menu itu, aku ga ngerti menu apa aja itu.
“Dan, aku mau nasi, yang mana yah menu nya?”. “Nasi goreng aja?” aku langsung
mengangguk dengan tawaran Danu.
Sepiring
nasi goreng dan sebotol air mineral, cukup untuk membuat ku sanggup berjalan lagi
ke airport untuk mengambil koper-koperku. “Kamu benar-benar niat yah tinggal
disini” celetuk Danu begitu melihat tiga koper besar yang diatas namakan Tiara.
Aku nyengir sejadinya, nahan malu sekaligus kesal dengan ekspresi Danu
kepadaku.
Danu
cowo agak jutek menurutku, ga banyak bicara hanya seperlunya aja, ga basa-basi,
dan kadang bicara nya ketus dengan ekspresi wajah dingin. Aku nyengir dan
senyum sendirian karena ga pernah dapet balesan senyum dari dia. Dia memanggil
seorang jasa pembawa barang, dan menaikkan ketiga koper itu ke sebuah troli,
Danu berjalan cukup cepat, mengarahkan aku dan pembawa barang itu ke sebuah
mobil yang berada di parkiran dekat kafe Sira.
Selama
menyetir, Danu tidak banyak bicara, ia sangat fokus dengan jalan dan aku pun ga
mau seperti orang bodoh yang bicara sendiri, aku ikut diam. Agak risih rasanya
semobil dengan orang yang ga pernah aku kenal sebelumnya, dengan situasi dingin
tanpa obrolan. Sesekali aku melirik Danu, huh walau dia dingin dan jutek, tapi
dia ganteng dan atletis. Aku suka dia secara fisik, tapi ga secara pribadinya.
Tiba-tiba
Danu mengerem mobilnya sampai berhenti di sebuah rumah bertingkat dua yang
kelihatan agak asri dari depan. Beberapa pepohonan rindang dan pot-pot berisi
tanaman bunga terpajang rapi di halaman depan. Danu membuka pintu mobilnya “
kita sudah sampai”. Aku mengikuti Danu turun dari mobil dan membantunya membawa
salah satu koper milikku, berarti Danu harus membawa sisanya. Dia membawa dua
koper dengan agak kesulitan dan aku tersenyum geli melihat wajah kesalnya
dengan koper di masing-masing tangannya. Sesampainya di tangga, Danu
menghentikan langkahku “kamar kamu di lantai dua, koper-koper ini kamu cicil
aja naik sampai ke lantai dua”. What!!please cowo mana yang setega itu sama
cewe, disuruh bawa tiga koper naik tangga!
Mau
protes rasanya, tapi dia keburu pergi ke luar untuk masukin mobilnya ke garasi
rumah. Huh, ga ada pilihan, aku bawa satu koper ke atas, dan aku ngos-ngosan,
langsung duduk dilantai ngejulurin dua kaki, aku jadi penasaran koper ini diisi
apa sama mama sampe seberat ini. Aku turun lagi kebawah, dan naikkin satu koper
lagi ngelewatin tangga-tangga, kali ini lebih lambat karena aku sudah kecapean,
dan tangan rasanya pegal banget.
Akhirnya
aku sampai di anak tangga terakhir dan koper kedua ku berhasil mendarat dengan
selamat di lantai dua, aku duduk lagi ngejulurin kaki, dan tiba-tiba langkah
kaki terdengar ditangga, Danu membawa koper terakhirku naik ke atas. “Sebaiknya
kamu betah disini, berat juga bawaan kamu, ga kebayang nuruninnya secape apa
nanti”. Masih dengan ekspresi khas nya Danu nyeletuk seenak nya aja.
Danu
menunjukkan jari nya ke sebuah pintu “itu kamar kamu, dulu itu kamar Dina”, dan
dia membuka pintu yang persis berseberangan dengan pintu kamar ku. Aku melihat
sekeliling, dan agak sederhana desain di lantai dua ini, dua buah pintu kamar
yang saling berhadapan, sebuah sofa panjang dengan meja kecil di depannya, dan
sebuah TV tidak jauh dari sofa, ada sebuah teras yang menghadap ke jalan, dan
sebuah pintu disamping kamarku, ketika aku buka, ternyata sebuah kamar mandi
dengan fasilitas lengkap.
Aku
menarik koperku satu persatu kedalam kamar, kamar yang benar-benar lucu dan
girly, dengan warna dominan pink, tempat tidur dengan beberapa boneka,sebuah
meja belajar, dua buah lemari baju berwarna pink, dan meja rias yang juga pink,
cat kamar pink dan beberapa aksen putih. Sebenarnya aku lebih suka warna hijau,
tapi pink ga terlalu buruk, pasti tante Yuri yang menyiapkan ini semua pikirku.
Aku membongkar koper-koperku, memasukkan baju-baju ke dalam lemari, meletakkan
beberapa perlengkapan make-up ku di meja rias, beberapa buku yang memang
sengaja aku minta ke mama untuk memasukkannya ke koper aku letakkan di meja
belajar, dan kamarku siap digunakan.
Ternyata
cukup lama aku merapikan barang-barangku, aku melihat jam ternyata sudah jam
tujuh kurang, dan aku langsung mengambil handuk dan perlengkapan mandi ku
menuju kamar mandi, aku membuka pintu kamar mandi, dan “hei, bisa ketuk pintu
dulukan sebelum masuk, ga tau sopan santun yah!” Danu marah-marah dengan
berteriak kepadaku, dia ternyata sedang mandi, untung dia mandi ditutupi tirai,
jadi aku ga melihat apapun. “Yey, yang namanya lagi mandi tuh dikunci pintunya
, udah salah, galak lagi!” sahutku ga mau ngalah. Aku mendengus kesal dan masuk
kembali ke kamar. Tiba-tiba sebuah suara terdengar “lain kali kalau pintu
tertutup harus di ketuk dulu baru masuk”. Danu berbicara kepadaku dari depan
pintu kamarku, kali ini suaranya ga sekeras tadi, mungkin tadi dia juga kaget
dan lepas kendali bicaranya. Aku keluar kamar dan masuk ke kamar mandi.
Ternyata
Danu orang yang cukup rapih, kamar mandi yang baru ditinggalkannya tidak
berantakan dengan sabun atau busa, aku menjadi cukup nyaman walau harus satu
kamar mandi dengan orang yang baru aku kenal. Aku merenung agak lama dikamar
mandi, aku penasaran dengan sosok om Rudi dan tante Rudi, apa mereka sejutek
Danu? Aku Cuma pernah melihat foto mereka bersama mama dan papa. Aku juga
merenung, berarti aku akan mewati hari-hari ku bersama cowo yang dingin dan
jutek, berhadapan kamar dengannya, memakai kamar mandi yang sama, dan bersama-sama
menempati lantai dua dengan nya. Oh my God, please bless me.
Aku
keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamarku, aku mendengarkan musik
dari laptop yang aku bawa, aku berchating ria dengan sahabatku di Jakarta, dan
aku menceritakan Danu si cowo jutek dan dingin, sampai suara ketukan terdengar
dari pintu kamarku, “Tiara, ini tante Yuri, kamu di kamar? Mari makan malam
bersama”. Aku berjalan cepat menuju pintu, membukanya, dan menyapa tante Yuri
sambil tersenyum, “iyah tante.” Sahutku. Kami berjalan berdua menuruni tangga
menuju meja makan di lantai bawah, disana ada om Rudi dan Danu yang sudah duduk
dan siap makan, om Rudi tersenyum padaku,dan memanggil namaku, aku membalas
senyumnya, dan mengucapkan terima kasih kepada mereka karena telah mengizinkan
ku tinggal bersama mereka. Aku juga berterima kasih kepada tante Yuri atas
kamar yang telah disiapkannya untukku. “ga semuanya tante yang siapkan kok
Tiara, Danu juga yang bantu,tante cuma bersih-bersihin aja, semenjak ditinggal
Dina kamar ny belum pernah ditata ulang.” tante tersenyum melirik Danu, dan aku
juga tersenyum pada Danu, tapi tetap aja senyum sendiri deh, Danu diam ga
bereaksi sedikitpun.
Selesai
makan, Danu langsung naik ke lantai dua, dan aku tetap di lantai bawah menonton
TV bersama tante Yuri, “Danu memang begitu Tiara, agak dingin, tapi dia baik,
Tiara tenang aja yah tidur di lantai dua bersama Danu, kalau dia berani
aneh-aneh Tiara bilang yah ke tante, Danu itu jarang bergaul apalagi sama
perempuan, tante aja ga pernah ngeliat dia jalan sama perempuan apalagi
ngenalin perempuan ke tante, tante agak takut juga sebenarnya Danu itu harusnya
sudah mulai suka sama perempuan.” Cerita tante kepadaku sambil cengar-cengir.
“Tiara ga fasih berbahasa Inggris yah? Nanti juga akan terbiasa dan bisa, Danu
bisa kok ngajarin Tiara kalau Tiara butuh bantuan dia. Tiara satu tempat kuliah
sama Danu, tapi Danu udah semester lima. Jadi Tiara bisa berangkat bareng sama
Danu ke kampus, kan Tiara belum terlalu kenal daerah-daerah disini.”Tante
kembali bercerita panjang lebar padaku, aku senang ternyata tante Yuri cukup
baik dan sangat pengertian, seperti ibuku sendiri. Aku memang seumuran dengan
Danu, tapi karena aku telat kuliahnya, yah jelas Danu udah lima semester diatas
aku. Aku beranjak dari duduk bersama tante setelah tante menguap dan ingin
tidur, aku juga sudah merasa ngantuk, aku berjalan menaiki tangga ke lantai
dua, membuka pintu kamar dan tidur di atas ranjang baruku.
Humh,
rumah baru, suasana baru, lingkungan baru, hidup baru. Aku berjalan menuju
kamar mandi dan mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada jawaban, dan Danu
berjalan keluar dari kamarnya, aku protes “lha kalau aku disuruh ketuk-ketuk
pintu kamar mandi tapi kamu nya ga ada didalam sama aja aku buang tenaga, lain
kali kunci aja pintu kamar mandinya, dan aku ga perlu ketuk-ketuk ga jelas
seperti ini kan.kecuali masuk ke kamar kamu, tapi aku pasti mikir berkali-kali
dulu untuk masuk ke sarang harimau yang galaknya amat sangat!” ekspresi ku pati
seperti orang yang sebel, dan aku langsung masuk ke kamar mandi sebelum Danu
nyeletuk aneh-aneh dan bikin mood ku makin buruk.
Belum
waktunya untuk masuk kuliah, aku punya waktu beberapa hari sampai memulai
kuliahku. Aku mengisi waktuku dengan membuka—buka internet berkaitan dengan
universitas ku, daerah tempat tinggalku saat ini, dan tempat wisata yang dapat
aku kunjungi lengkap dengan alat transportasinya. Terkadang disore hari aku
akan berjalan keluar rumah dan berkeliling kompleks, melihat-lihat daerah
sekitar dan kegiatan para tetangga pada sore hari. Aku bukan wanita yang suka
belanja atau menghabiskan waktu di kafe, aku lebih nyaman dirumah atau
beraktivitas yang bermanfaat dan ga menghambur-hamburkan uang.
Hari pertama
aku kuliah, aku bangun terlalu pagi karena ga bisa tidur, aku gugup dan
penasaran dengan lingkungan kuliahku, aku akan berangkat bersama Danu, karena
aku ga bisa berangkat sendirian, setelah sarapan bersama, om Rudi dan tante
Yuri tersenyum padaku, dan mengingatkan Danu untuk mengantarku dan menunggu
kuliahku untuk pulang bersama. Danu tanpa menjawab apapun melangkah ke lantai
dua, mengambil tasnya, dan menuju garasi. “ayo cepat kalau ga mau di tinggal!”
teriak Danu ketika ia mengambil kunci dari sebuah meja kecil, aku bergegas
mengikutinya, dan berpamitan pada om dan tante.
Ternyata
Danu mengeluarkan sebuah motor ninja berwarna hitam dari garasi,memberiku
sebuah helm dan menyuruhku naik ke motor. Aku beberapa kali melihat Danu
memakai motor ini untuk berpergian entah kemana, dan pulang sebelum orang
tuanya sampai di rumah. Bila sudah begitu aku akan dirumah dan ga kemana-mana
karena aku takut meninggalkan rumah orang lain dalam kondisi kosong.
Hari
pertama yang cukup baik, aku masuk ke dalam kelas yang berisi sekitar 35
mahasiswa dari berbagai negara, tapi tetap berbahasa Inggris dan aku jadi lebih
banyak diam. Danu mengirim sms kepadaku dan mengatakan dia menungguku di
parkiran motor, aku langsung menuju parkiran setelah kelasku selesai, dan kami
pulang bersama.
Kami
semua makan malam bersama seperti biasanya, tapi kali ini ada yang berbeda
dengan perasaanku setelah tante menyampaikan bahwa tante dan om ada pekerjaan
yang harus meninggalkan rumah selama tiga bulan kurang lebih, aku melirik Danu
tapi dia tetap tenang tanpa ekspresi, dan hanya mengatakan agar orang tuanya
berhati-hati. “mama titip Tiara yah Danu, mama percaya sama kamu” hanya kalimat
singkat itu yang diucapkan tante kepada anaknya yang galak, dingin, dan jutek
itu. Jelas aja perasaan ku ga tenang, aku akan tinggal hanya berdua bersama
cowo yang belum lama aku kenal, dengan karakternya yang galak, dingin, dan
jutek. Aku makan apa kalau ga ada tante dan om, kalau tiba-tiba dia ninggalin
aku di kampus, aku minta tolong sama siapa, kalau dia pergi keluar dan ga
pulang ngebiarin aku dirumah sendirian sampai malam, aku harus bagaimana. Semua
perasaan dan pikiran negative itu jadi satu dibenakku. “tante kapan berangkat?”
tanyaku pada tante. “besok, tapi tante sudah titipkan urusan kebersihan rumah
pada seorang ibu yang akan datang setiap pagi dan dia akan pulang begitu
tugasnya selesai, Danu sudah terbiasa dengan hal ini, Tiara tenang saja yah.
Semua sudah diatur dan mudah-mudahan Tiara nyaman disini.” Jawaban tante agak
menenangkanku sedikit.
0 komentar:
Posting Komentar