Jumat, 29 Maret 2013

Perjodohanku Bag8



Riak-Riak

   Sekali lagi aku mengirim sms singkat untuk Niko, dengan isi yang sama seperti kemarin. Aku katakan padanya aku tidak masak hari ini, dan sebaiknya dia beli makan diluar. Aku mengunci kamarku dan membiarkan pikiranku melayang, sementara aku menyadari suara mobil Niko yang sedang parkir di depan rumah. Niko mengetuk pintu kamarku dan berusaha membukanya, dia memangil namaku beberapa kali, tetapi aku diam tidak membalas panggilannya.

“Vin, kamu baik-baik saja? Kamu sakit?”

“Vin, jawab aku please, kalau butuh ke dokter aku akan menemani kamu.”

“Aku gapapa Ko, Cuma kecapean aja, aku mau tidur dulu yah, maaf.”
*****

   Pagi ini, entah karena cinta atau karena rasa kemanusiaan, aku menyiapkan sarapan untuk Niko, tetapi aku tidak menemaninya sarapan. Aku sengaja agak pagi menyiapkan sarapan nya, dan kembali ke kamar setelah selesai masak. Pagi ini Niko sarapan sendiri, aku mencuci piring kotor dan melihat mobilnya melaju meninggalkan rumah.

   Aku kembali ke rumah mama Ika, sebenarnya bukan karena ingin memasak, tetapi ingin mencari tahu siapa wanita yang ada di album foto itu. Aku berharap menemukan sesuatu di kamar Niko dirumah mama.

“Vin, kamu pucat, kamu sakit?”

“Ga ma, Vivin cuma kurang tidur aja, sering nonton film sampai malam.”

“Niko ga perlu ditungguin pulangnya Vin, kadang dia harus lembur sampai larut malam.”

“Gapapa kok ma, ma boleh ga Vivin main ke kamar Niko?”

“Oh, boleh, Niko mau ambil apa?”

“Ga sih, Vin cuma mau lebih kenal Niko masa kecil aja.”

   Tante mengantar aku ke pintu kamar Niko, dan meninggalkan aku sendirian disana. Aku mulai melihat satu persatu isi kamar Niko, beberapa peralatan olahraga, foto-foto keluarga, foto-foto kelulusan, beberapa koleksi mainan, dan aku tidak melihat ada foto wanita itu.

   Aku berjalan lunglai menuju dapur, mama mengajakku makan beberapa cemilan buatannya. Aku mengobrol sebentar dengan mama tentang masa lalu Niko, tentang beberapa mantan pacar yang dikenal mama. Semua cerita mama biasa saja, sepertinya ga ada pacar yang special yang dikenalkan Niko. Karena sudah cukup sore, aku pamit pulang pada mama Ika.

   Malam ini aku lupa mengirim sms ke Niko, aku sudah setengah tertidur dikamar karena sedari tadi aku mengetik di laptopku, aku mengetik semua tentang aku dan Niko, dari awal perjumpaan kami, sampai hari ini, aku mencari sesuatu dikamarnya, sampai aku agak sadar saat mendengar suara mobil Niko.

“Vin, hayu kita makan.”

“Apaan sih Ko, aku ga lapar, kamu makan sendiri aja yah.”

“Ga lapar? Kamu makan apa? Kalau kamu sudah makan kenapa makan sendirian aja?”

“Aku diet.”

“Cepat ganti baju, aku tunggu kamu diluar.”

   Niko menutup kembali pintu kamarku, dan aku berjalan menuju lemari pakaianku, mengganti bajuku, dan berjalan menuju mobil Niko yang sudah dihidupkan mesinnya dari tadi.

“Vin, kamu yakin kalau kanu ga sakit?”

“Agak sakit sih Ko sebenarnya, tapi ke dokter juga percuma ga akan ada obatnya.

“Hush, kamu jangan bercanda, kamu sakit apa?”

“Ga kok, becanda.” Aku tersenyum ke arah Niko.

 Niko memberhentikan mobilnya ke resto sea food yang biasa kami datangi.
“Pesan apa aja yang aku suka kan?”

“Iyah terserah kamu aja Ko, kalau kamu suka aku juga suka.”

   Niko melambaikan tanganya ke seorang pelayan, dan mulai memesan menu yang tidak asing di telingaku, menu yang biasa dipesannya saat kami awal-awal diperkenalkan oleh kedua orang tua kami. Ia memesankan aku jus orange dan air putih.

“Vin, kamu terlalu pucat untuk diet, sebaiknya kamu berhenti diet, lagian kamu itu termasuk ga gemuk.”

“kamu percaya aja aku bilang diet.”

“Terus? Maksudnya kamu bohong?”

   Aku mengalihkan perhatianku saat segelas air putih diletakkan dihadapanku, aku langsung meminumnya untuk tidak perlu menjawab pertanyaan Niko.

“Oke kalau ga mau cerita, tapi apapun masalah kamu, kesehatan tetap paling utama.”

“Maafin aku Ko, besok aku mulai masak untuk kamu.”

Niko memandangku dan membelai kepalaku.
“Yang penting kamu sehat, kalau masak membuat kamu lelah, kamu ga perlu masak untuk aku.”

“Gapapa Ko, aku senang saat belajar masak sama mama, dan aku ga ada kerjaan dirumah, jadi masak bisa mengisi waktu aku.”

   Pelayan menghentikan pembicaraan kami, menu yang kami pesan satu persatu dihidangkan, dan Niko tampak sangat lahap. Saat membayar di kasir aku melihat Niko membuka dompetnya, dan tampak foto wanita yang sama seperti di album.

“Vin…Vivin….”
Aku masih sulit membuka mataku, aku melirik jam dinding kamarku, baru jam setengah 5 pagi.

“Iyah Ko, kenapa?” aku membuka pintu dan terlihat Niko sudah rapih dengan pakaian olah raga nya.

“Olah raga yuk, jogging bareng.”

“Ah, mendadak, aku ngantuk Ko, kamu aja.” Aku menggeleng dan kembali masuk ke kamar.

   Karena sudah tanggung jam nya, aku jadi tidak bisa tidur lagi. Aku berjalan keluar, dan melihat Niko sedang menonton televisi di ruang tengah.
“Ko, ga jadi olah raganya?”

“Ah, kamu nya ga mau, aku jadi males olah raga sendirian.”

   Aku jadi merasa sedikit bersalah pada Niko, lalu aku melangkah ke dapur dan mulai memasak untuk sarapan.

“Vin, kita ke rumah mama yuk hari ini.”

“Boleh aja Ko, memangnya kamu ga ada acara hari ini?”

“Ga ada.”

   Kami sarapan bersama, dan aku mencuci piring kotor sementara Niko mencuci mobil.
2 jam kemudian, Niko sudah siap untuk pergi ke rumah mama Ika, ia mengetuk pintu kamarku, yang berarti menyuruhku bergegas. Aku mempercepat beres-beres kamarku dan keluar menuju mobil Niko. Niko yang mengemudi, seperti biasa, ia hanya memandang lurus ke depan, dan tidak banyak bicara.

“Ma, hari ini titip Vivin yah, dia pucat beberapa hari ini, kayanya kurang gizi.”

Mama meletakkan telapak tangannya di keningku,”kamu sakit Vin?”

“Ah ga kok ma, Niko berlebihan aja, cuma ada kegiatan aja sampai larut malam.”

“Yaudah kamu makan siang disini aja yah.”

  Kami makan siang bersama, dan setelahnya Niko pamit karena harus pulang duluan, ada temannya yang mengajak memancing.

“Nanti malam aku jemput, dan jangan naik taxi.” Ucapan Niko saat mengeluarkan mobil dari rumah mama.

   Aku mengobrol dengan mama, mama berniat mengajariku merangkai bunga, dan menanam tanaman hias. Mungkin karena mama merasa aku sudah mulai jarang datang kerumah untuk belajar masak. Sejak kejadian hari itu, aku memang jadi jarang ke rumah mama, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan mengetik di laptopku, terkadang berkirim email dengan Tania tentang apa yang aku rasakan.

“Ko, masih lama ke rumah mama?” aku mengirim sms untuk Niko.

“Sebentar lagi, udah dijalan.”

 Mama mengajak aku untuk makan malam dirumah nya sambil menunggu kedatangan Niko.

“Vin, beberapa hari lagi ulang tahun pernikahan kamu yang kedua kan?”

“Hah? Iyah ma.” Aku agak kaget, hampir saja aku lupa.

“Masih belum ada tanda-tanda mama akan dapat cucu nih?”

   Aku menggigit bibirku, aku kalau selama ini aku dan Niko pisah ranjang, dan suatu saat pasti akan ada yang bertanya tentang kehamilan.

“Hah? Itu yah ma, masih belum ma.”

“Kamu mau mama temanin ke dokter Vin? Mungkin kamu butuh vitamin.”

“Hah? Ga perlu ma, gapapa, nanti biar Vin minta Niko aja yang temenin ma. Ini kan urusan suami istri, nanti kalau memang masih belum bisa, baru aku minta mama yang handle.”

Belum selesai aku menghabiskan makan malam, Niko sudah menuju meja makan.
“Duh, yang lagi makan.”

“Ko, kamu luangin waktu yah buat temanin Vivin periksa ke dokter, jangan sama-sama kecapean, dan kamu Ko, jangan lembur terus.”

“Haduh, aku diaduin apa nih?”

“Ah, gapapa ma nanti biar Vivin yang ngomong sama Niko, udah malam, Vin pulang dulu yah ma.”

   Aku buru menarik tangan Niko menuju mobil, Niko terheran-heran melihat tingkahku. Sampai kami sudah keluar dari perumahan, Niko mulai melihtaku dengan mata menyelidik.

“Cerita apa sama mama?”

“Ih, ga cerita apa-apa, kalaupun cerita, ga cerita tentang kamu kok.”

“Lho itu mama kok bisa tiba-tiba ceramah gitu? Aku Tanya ke mama, eh kamu malah narik-narik aku pulang.”

“Gapapa, urusan wanita, pria ga akan paham.”

   Aku memalingkan wajahku keluar jendela, dan mulai berbisik dalam hatiku sendiri. Bagaiman ini, berapa lama lagi aku harus berpura-pura seperti ini, mama dan papa juga akan mulai curiga. Sebenarnya haruskah aku mundur dari pernikahan ini, dan melepaskan Niko untuk bersama dengan wanita dalam foto itu, sebenarnya dimana wanita itu kenapa Niko tidak pernah memperkenalkannya disaat kami menikah, apakah pernikahan ini yang memisahkan mereka. Kutulis semua pertanyaan ini di diary dalam laptopku.

0 komentar:

Posting Komentar

 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner