Jumat, 22 Maret 2013

Singalove bag 5



“Ok, don’t worry, it as long as you need”…..
Aku mendengarnya tanpa disengaja, ketika aku berniat memanggilnya untuk makan malam bersama, belum sempat aku mengetuk pintu kamarnya, dan suara itu terdengar karena pintu kamarnya tidak tertutup rapat.
Aku tahu siapa yang sedang berbicara dengannya, seorang mahasiswi semester 4, lebih tepatnya satu tahun lebih muda dariku, tetapi karena aku telat kuliah, jadilah aku adik kelasnya. Satu universitas tetapi beda jurusan, denganku dan dengan Danu.
Tok…tok…. Aku mengetuk pintu kamar yang sebenarnya sudah sedikit terbuka, tanpa ada balasan, aku mendorong perlahan pintu itu dan terlihat Danu sedang berbaring di ranjangnya. Ia mengangkat kepalanya, “ok, aku akan turun, kamu duluan aja”, tanpa aku berkata apapun seolah ia tahu isi kepalaku. Sebenarnya bukan karena ia mampu membaca pikiran orang, tapi karena ia sudah paham sekali, aku akan ke kamarnya sekitar jam 7 malam, dan menariknya turun untuk makan malam.
Nasi di piringku tinggal beberapa suap lagi, dan baru terlihat Danu turun dari tangga. Dia duduk tepat diseberangku, dan mulai membalik piringnya, mengambil sedikit nasi dan sayur. Makanku jadi melambat karena mataku terus mencari arti dari raut wajahnya malam ini. Seperti bingung tetapi senang, seperti seseorang yang diundang bertemu dengan putri tetapi untuk menerima hukuman dari putri.
“Aku sudah, aku duluan yah…masih ada tugas.”, aku mengucap salam kepada Danu dan tante Yuri yang masih berada di meja makan, malam ini kami makan tanpa kehadiran om Rudi, ia sedang mengurus proyek baru sehingga beberapa hari ini pulang agak larut.
Di tempat favoritku, kursi yang menghadapkanku pada bintang dan bulan…Bukan berita baru bagiku, karena aku sudah mendengarnya ketika beberapa bulan di semester awal, kabar kedekatan Danu dan Ana, mereka bersekolah di SMA yang sama, dan Ana adalah adik kelasnya. Adik kelas yang sangat dekat dengannya. Aku beberapa kali melihat sosok Ana di kampus, tanpa bertegur sapa, karena memang kami tidak saling kenal. Entah seberapa dekat  hubungan pertemanan mereka, tetapi Danu pernah bercerita padaku, ketika Ana akan masuk universitas, mereka saling berdiskusi dan Ana memutuskan masuk ke universitas yang sama dengan Danu, walau jurusannya berbeda, dengan alasan Ana akan lebih mudah beradaptasi karena ada orang yang dapat memberikan dia informasi lebih tentang kampusnya. Danu juga yang menemani Ana mengikuti tes masuk universitas, dan orang tua Ana sudah mengenal Danu.
“Hush….melamun, katanya ada tugas?”, aku tersentak kaget dan langsung menegakkan tubuhku, menoleh kearah pintu, dan Danu berjalan kearahku.  Tangannya memegang pundakku, “ mikirin apa?”, aku hanya tersenyum, menatap matanya. Ia hanya memelukku sesaat dan mengucapkan selamat malam.
Kami memang sudah menjadi kekasih, namun kami menjalaninya seperti sahabat, Danu hanya lebih bersikap lembut dibandingkan sebelumnya, teriakan dan wajah juteknya sudah mulai memudar.
 Hatiku merasakannya, tentang arti dari raut wajahnya dan entah apa benar itu yang ia rasakan. Rasa cemburu sekaligus bingung meyergapku, aku seperti melihat Danu sedang jatuh cinta, tetapi bukan terhadapku.
“Tante, Tiara berangkat…”, aku setengah berteriak pada tante yang sedang sibuk memotong sayuran di dapur. Suara gas motor memacu kaki ku untuk berlari kecil keluar rumah, dan segera menaiki motor hitam yang sepertinya akan meninggalkan aku bila aku  terlambat 3 detik saja. Dan benar saja, belum benar posisi dudukku, motornya sudah melesat membuat ku hampir jatuh ke belakang. Refleks saja tangan ku menepuk pundak Danu dan sedikit keluar lagu merdu dari mulutku, “Kebiasaan! Kalau jatuh gimana!” bukannya minta maaf, seperti biasa, si jutek ini malah nambahin kecepatannya dan ikut bernyanyi “Jangan bawel, pegangan aja.!”
Dikampus, kami jarang sekali bertemu, kami beda gedung tapi yang pasti aku akan sms dia untuk ngajakin pulang bareng. Kalau aku jual mahal ga minta pulang bareng, bisa-bisa aku harus berjuang ngejar jam bus dan bertemu dia yang sudah sampai dirumah.
“Hari ini kamu naik bus aja yah, aku harus nganter buku ke temen.” Sms dari Danu, yang buat aku jadi males pulang. Aku mampir ke perpustakaan dan meminjam beberapa buku, bus nya masih setengah jam lagi, dan aku sedang tidak terburu-buru. Aku mampir ke kantin dan baru berencana akan keluar halaman kampus menuju halte. Didepan ku, didekat halte, aku tahu benar motor hitam yang sedang tertahan lampu merah itu. Tapi ada seorang wanita dengan rambut dibawah pundak yang agak bergelombang dibagian ujungnya sedang naik motor bersama Danu, wanita yang tidak asing bagiku.
Aku duduk di sofa panjang lantai dua, membolak-balik halaman buku yang tadi aku pinjam di perpustakaan. Tetapi pikiranku bukan membaca buku itu, pikiranku sibuk membaca pertanyaan-pertanyaan dalam hatiku, kemana Danu, kenapa harus berbohong, kenapa bersama Ana….pertanyaan yang membuatku sesekali melihat detik jam yang terus bergerak, namun Danu masih belum pulang juga.
Aku mulai bosan dan masuk ke dalam kamarku, mengecek HP ku, berharap ada sedikit saja kabar darinya, namun sia-sia. Aku terus bersama dengan rasa penasaranku, yang membawaku tertidur. Ketika terbangun, ternyata sudah jam 5 lewat, ku langkahkan kakiku ke dalam kamar Danu, tetapi dia masih belum ada. Aku turun dan membantu tante Yuri memotong sayuran untuk makan malam, berharap ini dapat mengalihkan pikiranku.
Benar saja, tidak lama kemudian suara motor yang sangat aku kenal terdengar mendekat, masuk ke garasi, dan tiba-tiba suaranya hilang, digantikan dengan suara langkah kaki. Danu terlihat senang, dan aku tersenyum menyambut kedatangannya, senyum menahan air mata. “Darimana Dan?” tante Yuri menyapanya, melihatku yang diam tidak menyapa Danu. “ Dari rumah temen ma, Danu mandi dulu yah.” Suara langkah kaki itu terdengar semakin menjauh dan hilang.

0 komentar:

Posting Komentar

 

De_windows © 2008. Template Design By: SkinCorner