Riak-Riak
Sekali lagi aku mengirim sms singkat untuk Niko,
dengan isi yang sama seperti kemarin. Aku katakan padanya aku tidak masak hari
ini, dan sebaiknya dia beli makan diluar. Aku mengunci kamarku dan membiarkan
pikiranku melayang, sementara aku menyadari suara mobil Niko yang sedang parkir
di depan rumah. Niko mengetuk pintu kamarku dan berusaha membukanya, dia
memangil namaku beberapa kali, tetapi aku diam tidak membalas panggilannya.
“Vin, kamu baik-baik saja? Kamu sakit?”
“Vin, jawab aku please, kalau butuh ke dokter aku akan
menemani kamu.”
“Aku gapapa Ko, Cuma kecapean aja, aku mau tidur dulu
yah, maaf.”
*****
Pagi ini, entah karena cinta atau karena rasa
kemanusiaan, aku menyiapkan sarapan untuk Niko, tetapi aku tidak menemaninya
sarapan. Aku sengaja agak pagi menyiapkan sarapan nya, dan kembali ke kamar
setelah selesai masak. Pagi ini Niko sarapan sendiri, aku mencuci piring kotor
dan melihat mobilnya melaju meninggalkan rumah.
Aku kembali ke rumah mama Ika, sebenarnya bukan karena
ingin memasak, tetapi ingin mencari tahu siapa wanita yang ada di album foto
itu. Aku berharap menemukan sesuatu di kamar Niko dirumah mama.
“Vin, kamu pucat, kamu sakit?”
“Ga ma, Vivin cuma kurang tidur aja, sering nonton
film sampai malam.”
“Niko ga perlu ditungguin pulangnya Vin, kadang dia
harus lembur sampai larut malam.”
“Gapapa kok ma, ma boleh ga Vivin main ke kamar Niko?”
“Oh, boleh, Niko mau ambil apa?”
“Ga sih, Vin cuma mau lebih kenal Niko masa kecil
aja.”
Tante mengantar aku ke pintu kamar Niko, dan
meninggalkan aku sendirian disana. Aku mulai melihat satu persatu isi kamar
Niko, beberapa peralatan olahraga, foto-foto keluarga, foto-foto kelulusan,
beberapa koleksi mainan, dan aku tidak melihat ada foto wanita itu.
Aku berjalan lunglai menuju dapur, mama mengajakku
makan beberapa cemilan buatannya. Aku mengobrol sebentar dengan mama tentang
masa lalu Niko, tentang beberapa mantan pacar yang dikenal mama. Semua cerita
mama biasa saja, sepertinya ga ada pacar yang special yang dikenalkan Niko.
Karena sudah cukup sore, aku pamit pulang pada mama Ika.
Malam ini aku lupa mengirim sms ke Niko, aku sudah
setengah tertidur dikamar karena sedari tadi aku mengetik di laptopku, aku
mengetik semua tentang aku dan Niko, dari awal perjumpaan kami, sampai hari
ini, aku mencari sesuatu dikamarnya, sampai aku agak sadar saat mendengar suara
mobil Niko.
“Vin, hayu kita makan.”
“Apaan sih Ko, aku ga lapar, kamu makan sendiri aja
yah.”
“Ga lapar? Kamu makan apa? Kalau kamu sudah makan
kenapa makan sendirian aja?”
“Aku diet.”
“Cepat ganti baju, aku tunggu kamu diluar.”
Niko menutup kembali pintu kamarku, dan aku berjalan
menuju lemari pakaianku, mengganti bajuku, dan berjalan menuju mobil Niko yang
sudah dihidupkan mesinnya dari tadi.
“Vin, kamu yakin kalau kanu ga sakit?”
“Agak sakit sih Ko sebenarnya, tapi ke dokter juga
percuma ga akan ada obatnya.
“Hush, kamu jangan bercanda, kamu sakit apa?”
“Ga kok, becanda.” Aku tersenyum ke arah Niko.
Niko memberhentikan mobilnya ke resto sea food yang
biasa kami datangi.
“Pesan apa aja yang aku suka kan?”
“Iyah terserah kamu aja Ko, kalau kamu suka aku juga
suka.”
Niko melambaikan tanganya ke seorang pelayan, dan
mulai memesan menu yang tidak asing di telingaku, menu yang biasa dipesannya
saat kami awal-awal diperkenalkan oleh kedua orang tua kami. Ia memesankan aku
jus orange dan air putih.
“Vin, kamu terlalu pucat untuk diet, sebaiknya kamu
berhenti diet, lagian kamu itu termasuk ga gemuk.”
“kamu percaya aja aku bilang diet.”
“Terus? Maksudnya kamu bohong?”
Aku mengalihkan perhatianku saat segelas air putih
diletakkan dihadapanku, aku langsung meminumnya untuk tidak perlu menjawab
pertanyaan Niko.
“Oke kalau ga mau cerita, tapi apapun masalah kamu,
kesehatan tetap paling utama.”
“Maafin aku Ko, besok aku mulai masak untuk kamu.”
Niko memandangku dan membelai kepalaku.
“Yang penting kamu sehat, kalau masak membuat kamu
lelah, kamu ga perlu masak untuk aku.”
“Gapapa Ko, aku senang saat belajar masak sama mama,
dan aku ga ada kerjaan dirumah, jadi masak bisa mengisi waktu aku.”
Pelayan menghentikan pembicaraan kami, menu yang kami
pesan satu persatu dihidangkan, dan Niko tampak sangat lahap. Saat membayar di
kasir aku melihat Niko membuka dompetnya, dan tampak foto wanita yang sama
seperti di album.
“Vin…Vivin….”
Aku masih sulit membuka mataku, aku melirik jam
dinding kamarku, baru jam setengah 5 pagi.
“Iyah Ko, kenapa?” aku membuka pintu dan terlihat Niko
sudah rapih dengan pakaian olah raga nya.
“Olah raga yuk, jogging bareng.”
“Ah, mendadak, aku ngantuk Ko, kamu aja.” Aku
menggeleng dan kembali masuk ke kamar.
Karena sudah tanggung jam nya, aku jadi tidak bisa
tidur lagi. Aku berjalan keluar, dan melihat Niko sedang menonton televisi di
ruang tengah.
“Ko, ga jadi olah raganya?”
“Ah, kamu nya ga mau, aku jadi males olah raga
sendirian.”
Aku jadi merasa sedikit bersalah pada Niko, lalu aku
melangkah ke dapur dan mulai memasak untuk sarapan.
“Vin, kita ke rumah mama yuk hari ini.”
“Boleh aja Ko, memangnya kamu ga ada acara hari ini?”
“Ga ada.”
Kami sarapan bersama, dan aku mencuci piring kotor
sementara Niko mencuci mobil.
2 jam kemudian, Niko sudah siap untuk pergi ke rumah
mama Ika, ia mengetuk pintu kamarku, yang berarti menyuruhku bergegas. Aku
mempercepat beres-beres kamarku dan keluar menuju mobil Niko. Niko yang
mengemudi, seperti biasa, ia hanya memandang lurus ke depan, dan tidak banyak
bicara.
“Ma, hari ini titip Vivin yah, dia pucat beberapa hari
ini, kayanya kurang gizi.”
Mama meletakkan telapak tangannya di keningku,”kamu
sakit Vin?”
“Ah ga kok ma, Niko berlebihan aja, cuma ada kegiatan
aja sampai larut malam.”
“Yaudah kamu makan siang disini aja yah.”
Kami makan siang bersama, dan setelahnya Niko pamit
karena harus pulang duluan, ada temannya yang mengajak memancing.
“Nanti malam aku jemput, dan jangan naik taxi.” Ucapan
Niko saat mengeluarkan mobil dari rumah mama.
Aku mengobrol dengan mama, mama berniat mengajariku
merangkai bunga, dan menanam tanaman hias. Mungkin karena mama merasa aku sudah
mulai jarang datang kerumah untuk belajar masak. Sejak kejadian hari itu, aku
memang jadi jarang ke rumah mama, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah
dan mengetik di laptopku, terkadang berkirim email dengan Tania tentang apa
yang aku rasakan.
“Ko, masih lama ke rumah mama?” aku mengirim sms untuk
Niko.
“Sebentar lagi, udah dijalan.”
Mama mengajak aku untuk makan malam dirumah nya sambil
menunggu kedatangan Niko.
“Vin, beberapa hari lagi ulang tahun pernikahan kamu
yang kedua kan?”
“Hah? Iyah ma.” Aku agak kaget, hampir saja aku lupa.
“Masih belum ada tanda-tanda mama akan dapat cucu
nih?”
Aku menggigit bibirku, aku kalau selama ini aku dan
Niko pisah ranjang, dan suatu saat pasti akan ada yang bertanya tentang
kehamilan.
“Hah? Itu yah ma, masih belum ma.”
“Kamu mau mama temanin ke dokter Vin? Mungkin kamu
butuh vitamin.”
“Hah? Ga perlu ma, gapapa, nanti biar Vin minta Niko
aja yang temenin ma. Ini kan urusan suami istri, nanti kalau memang masih belum
bisa, baru aku minta mama yang handle.”
Belum selesai aku menghabiskan makan malam, Niko sudah
menuju meja makan.
“Duh, yang lagi makan.”
“Ko, kamu luangin waktu yah buat temanin Vivin periksa
ke dokter, jangan sama-sama kecapean, dan kamu Ko, jangan lembur terus.”
“Haduh, aku diaduin apa nih?”
“Ah, gapapa ma nanti biar Vivin yang ngomong sama
Niko, udah malam, Vin pulang dulu yah ma.”
Aku buru menarik tangan Niko menuju mobil, Niko
terheran-heran melihat tingkahku. Sampai kami sudah keluar dari perumahan, Niko
mulai melihtaku dengan mata menyelidik.
“Cerita apa sama mama?”
“Ih, ga cerita apa-apa, kalaupun cerita, ga cerita
tentang kamu kok.”
“Lho itu mama kok bisa tiba-tiba ceramah gitu? Aku
Tanya ke mama, eh kamu malah narik-narik aku pulang.”
“Gapapa, urusan wanita, pria ga akan paham.”
Aku memalingkan wajahku
keluar jendela, dan mulai berbisik dalam hatiku sendiri. Bagaiman ini, berapa
lama lagi aku harus berpura-pura seperti ini, mama dan papa juga akan mulai
curiga. Sebenarnya haruskah aku mundur dari pernikahan ini, dan melepaskan Niko
untuk bersama dengan wanita dalam foto itu, sebenarnya dimana wanita itu kenapa
Niko tidak pernah memperkenalkannya disaat kami menikah, apakah pernikahan ini
yang memisahkan mereka. Kutulis semua pertanyaan ini di diary dalam laptopku.
0 komentar:
Posting Komentar