Pagi itu aku mengantar kepergian tante dan om, mereka
naik mobil yang biasa mereka gunakan untuk berangkat kerja. Aku memeluk tante
dan mengingatkan om untuk berhati-hati selama perjalanan, Danu juga memeluk
ayah dan ibu nya. Setelah mobil terlihat agak jauh, Danu menutup pagar dan
kembali masuk ke rumah, itu adalah hari minggu jadi kami tidak kuliah. Aku
mengikuti Danu masuk ke dalam rumah, dan aku langsung menuju kamarku.
Aku
kikuk dan ga tau bagaimana nanti aku makan siang dan makan malam, biasanya untuk
makan siang tante Yuri akan menyiapkan makanan di lemari pendingin dan aku atau
Danu tinggal menghangatkannya atau terkadang akan ada seorang ibu yang
mengantar makanan enak ke rumah, dia dari sebuah rumah makan diujung jalan,
untuk makan malam tante Yuri akan menyiapkannya di meja makan setelah dia
pulang kerja, dan kami akan makan bersama setelah om Rudi dan tante Yuri
selesai mandi dan berbenah dikamar mereka.
Aku
turun ke lantai bawah dan mengambil segelas air, aku melirik lemari es dan
terdapat beberapa jenis sayuran yang bisa dimasak. Ada beberapa potong daging
yang siap dimasak, tapi mungkin hanya cukup untuk beberapa hari, bukan untuk
tiga bulan kedepan. Bagaimana aku akan makan, hanya berdua dengan si jutek
dengan ekspresi dinginnya tanpa pembicaraan sama sekali, seperti dua orang
musuh yang sedang berada di meja yang sama. Oh iyah, selama aku naik motor
bersamanya pergi dan pulang kuliah, aku hanya seperti patung yang duduk di
motor, tanpa bicara, tanpa berani memegang nya sama sekali, aku pasrah aja
kalau sampai ditiup angin besar dan jatuh ke jalan.
Aku
kembali ke lantai dua, duduk disofa panjang dan menonton TV sendirian, aku
melihat beberapa acara yang sebelumnya ga pernah aku lihat di Indonesia. Aku
menonton TV cukup lama untuk mengusir perasaan gelisah ku, tapi perut ku sudah
terasa lapar, dan aku sama sekali belum melihat Danu keluar dari kamarnya.
Sudah jam 2 siang, dan aku ga akan sanggup bertahan lagi. Aku turun kebawah dan
memotong beberapa sayuran di dapur, beberapa daging cincang, dan aku mulai
memasak. Aku bukan seorang gadis yang pandai memasak, tapi aku cukup bisa
memasak walau mungkin terkadang rasanya agak aneh. Tapi kali ini aku percaya
diri aja daripada aku pingsan karena kelaparan.
Kuketuk
pintu kamar Danu, dan aku mendapat sahutan dari dalam “ya, masuk”, aku membuka
pintu dan masuk mengantar sebuah nampan berisi sepiring nasi, sayur dan daging
dengan segelas air. “aku masak tadi tapi ga tau kamu suka apa ga, kalau mau
silahkan dimakan, kalau ga mau tinggal dibuang aja, ga pake komentar yah.” Aku
buru-buru keluar dari kamarnya sebelum dia nyeletuk yang aneh-aneh.
Setelah
makan aku ke kamar mengerjakan beberapa tugas kuliahku, dan aku pusing dengan
semua kalimat bahasa Inggris yang aku baca, aku harus membolak-balik kamus, dan
sebenarnya aku bisa sangat lama mengerjakan tugasku karena aku harus
mengartikannya terlebih dahulu dengan kamus. Hanya tugas berisi 20 soal, yang
seharusnya bisa aku selesaikan dalam waktu satu jam, berubah menjadi tugas yang
aku selesaikan selama 2 jam lebih, dan sudah jam 6 lewat, aku rapihkan semua
buku-buku di ranjangku, dan aku bergegas menuju kamar mandi, dan benar saja,
aku keduluan sama Danu, dia ada di kamar mandi, dan aku harus menunggu sampai
dia selesai, aku duduk di sofa, dan menonton TV.
“Kamu
ga mau makan malam?” Tanya Danu kepadaku setelah aku membukakan pintu kamarku
karena dia mengetuknya berkali-kali saat aku menutup telingaku dengan headset
yang menyajikan sebuah lagu kesukaanku. “Mau, tapi makan apa?”
“Dimakan
yah, tadi siang aku juga makan masakan kamu, sebenarnya aku mau buang tapikan
sayang beli sayur sama dagingnya pakai uang, terima kasih yah.” Aku senang
mendengar ucapannya itu walau dia bicara dengan wajah dinginnya tanpa senyum
sedikitpun. “Iyah sama-sama, aku juga makasih karena udah kamu masakin makan
malam.” Sahutku sembari tersenyum padanya.
Aku
duduk di kursi belajarku yang aku pindahkan menghadap jendela, aku memandang
bintang malam itu, humh masakan Danu enak juga, pasti dia bukan baru pertama
kalinya masak, aku berdialog dengan diriku sendiri. Entah kenapa sekarang ini
aku merasa lebih tenang dibanding saat-saat awal aku melihat dia bicara dengan
ekspresi dinginnya itu, dan akhir-akhir ini dia sudah agak jarang marah atau berteriak
kepadaku. Dia lebih sering bicara datar dengan ekspresi dingin.
Tidak
terasa ini sudah seminggu sejak kepergian om dan tante, aku masih pergi dan
pulang kuliah bersama Danu, aku dan dia juga bergantian masak, aku menyiapkan
sarapan terkadang dia, tergantung siapa yang bangun lebih awal, aku yang
menyiapkan makan siang dan dia menyiapkan makan malam. Aku meminta dia yang
menyiapkan makan malam, karena menurutku masakan nya lebih enak daripada aku,
dan aku akan tidur lebih nyenyak setelah menikmati makan malam yang enak. J
Kegelisahanku
berakhir sudah, ketakutanku saat om dan tante akan pergi sudah terjawab,
ternyata walaupun dingin, Danu adalah sosok cowo yang bertanggung jawab, dan
memegang kata-katanya. Aku sempat tidak sengaja mendengar pembicaraan Danu
dengan tante Yuri di teras depan, “mama akan pergi sekitar tiga bulan, memang
kamu baru kenal Tiara, tapi mama dan papa yakin dia gadis yang cukup baik, mama
dan papa kenal baik dengan orang tua Tiara, kami yang menyetujui Tiara tinggal
disini, mama kesepian sejak kakak mu menikah dan tinggal bersama suaminya.
Tiara gadis yang mandiri di Jakarta, ayahnya bercerita Tiara bekerja sambil
kuliah, tetapi nilainya kurang baik karena tidak sempat untuk belajar, makanya
dia kuliah disini, dan tinggal bersama kita, agar bisa kuliah dengan baik, dan
orang tua Tiara percaya pada mama dan papa, sekarang mama titipkan kepercayaan
itu ke kamu, jaga dia dengan baik yah.” Sahutan Danu singkat tapi jelas “Iyah,
mama ga perlu khawatir, percaya aja sama Danu.”
Hari
ini aku dapat kabar buruk. Ujian seminggu lagi, jadwal sudah keluar dan aku aja
masih bingung membaca buku-buku yang semua katanya berbahasa internasional itu,
aku buntu berpikir, ga ada teman dekat, ga ada kenalan, ga ada teman yang mau
berbagi waktu hanya untuk mengajariku mengartikan kalimat-kalimat itu, mereka
semua sudah sibuk sendiri dengan rencana masing-masing menghadapi ujian, yah
Singapore adalah negara yang penuh persaingan, ga heran kalau negara ini
berkembang pesat dan menjadi negara bisnis, orang-orang disini penuh
persaingan. Mereka semua beraktivitas dari pagi sekali sampai larut malam negri
ini masih hidup. Aku pernah sekali diajak Danu menemaninya belanja bahan
makanan di supermarket yang agak jauh dari rumah, dan yah Singapore memang
indah di malam hari.
Aku
turun dari motor dengan lemas dan berjalan masuk ke rumah menuju kamarku,
istana tempat aku menumpahkan segala perasaan dengan leluasa tanpa diganggu
siapapun, termasuk merenungi gundahku saat ini. Tiba-tiba pintu kamarku
diketuk, aku membuka pintu dan terlihat Danu mengantar makan siang untukku, aku
langsung meminta maaf karena melupakan tugasku membuat makan siang. “Its oke,
sepertinya kamu kurang sehat, makan dan istirahatlah.” Danu pergi
meninggalkanku dengan tanganku memegang semua yang Danu bawakan. Dan benar
saja, selesai makan siang, hantu tidur menghantuiku, aku tertidur.
Aku
turun ke meja makan karena Danu mengirimku sebuah pesan singkat, “aku tunggu
sampai jam 8, kalau ga turun, aku anggap kamu ga mau makan malam, dan aku akan
bereskan semua makanan.” Danu sudah memulai suapan pertamanya ketika aku duduk,
aku mengambil sedikit nasi dan lauk yang dimasak oleh Danu, masakannya selalu
membuat aku berselera makan, aku nambah, dan terdengar “sepertinya sudah sehat
sampai kuat makan dua piring.” Aku cengar-cengir kearah dia, dan
melanjutkan makanku. “Dan, aku boleh
minta tolong ga?” ucapku setelah menyelesaikan makan malam ku, “apa” sahutnya
penasaran kearahku.
“Minggu
depan aku ujian, kamu tau sendiri aku ga fasih berbahasa Inggris, sebenarnya
selama ini aku kesulitan membaca buku-buku kuliah ku yang semuanya berbahasa
Inggris, aku ga tau bagaimana harus belajarnya, jangan-jangan nanti aku ga tau
arti dari pertanyaan soal-soal ujianku, kan selama ini aku selalu
membolak-balik kamus saat mengerjakan tugas.”
, “jadi kamu minta tolong apa?”,
“tolongin aku, ajarin aku belajar yah, kamu kan udah
semester lima, pasti pelajaran semester satu sangat mudah bagi kamu, dan yang
terpenting ajari aku berbahasa Inggris biar aku bisa baca buku dan baca soal.”
“Jadi
kamu minta diajarin baca?” jawab dia dengan senyumnya yang sangat menyebalkan
ke arahku. “whateverlah, pokoknya aku mau bisa baca buku-buku kuliahku dan bisa
ngerti soal-soal ujianku.Mau bantu ga?Tinggal jawab aja, ga maksa juga kok.”
Sahutku ketus.
Danu
beranjak dari duduknya membereskan beberapa piring, dan meninggalkanku di meja
makan tanpa menjawab pertanyaanku sama sekali, bahkan sebuah anggukan kepala
pun tidak. Aku putus asa, agak menyesal karena mungkin dia marah atas ucapanku
yang ketus. Aku berjalan ke lantai dua dan melihatnya sedang duduk di sofa
panjang, dia mengarahkan telunjuk nya kearahku dan menggerakkannya seola-olah
memanggilku kearahnya. Aku melangkah mendekatinya, dan aku berdiri agak dekat
dengannya. “Boleh aja bantuin kamu, tapi ada syaratnya, kamu yang harus siapin
sarapan dan makan siang, makan malam tetap aku, dan kamu harus berangkat kuliah
sendiri dan pulang kuliah sendiri, kamu kan sudah lama disini pasti bisa pergi
sendiri, kalau kamu terus naik motorku, dan kita saling tunggu bener-bener ga
efektif, dan aku akan sulit dapat pacar”. Aku pikir syaratnya sulit, ternyata
semudah itu, aku langsung mengangguk setuju. “oke kita mulai besok, dan aku
akan ajari kamu setiap malam setelah makan malam, dan hari minggu full bila
tidak ada halangan.” Danu mempertegas perjanjian kami.
Pagi
ini aku bangun lebih pagi dari biasanya, aku harus nyiapin sarapan dan mengejar
jam keberangkatan bus. Semalam aku sudah bertanya ke beberapa teman untuk
informasi angkutan dari rumah ke kampus, dan bus di Singapore punya jadwalnya
sendiri, terlambat berarti ditinggal dan harus nunggu bus selanutnya, yang
berarti terlambat masuk ke kelas! Sarapan sudah siap di kamar Danu saat dia
mandi, dan aku langsung berjalan kearah halte bus disekitar rumahku, aku
berjalan kaki sekitar 10 menit untuk mencapai halte, ternyata syaratnya ga
semudah yang aku bayangkan, lumayan juga harus berjalan kaki dan mengejar jam
keberangkatan bus.
Aku
sampai dirumah terlebih dahulu, dan aku mulai menyiapkan makan siang. Aku makan
siang sendiri hari ini karena Danu masih belum sampai dirumah. Aku mengisi
kesendirianku dengan mengerjakan beberapa tugas agar nanti tidak mengganggu
waktu belajarku. Aku sempat melirik jam dinding di kamarku, sudah jam 2 siang
lewat 20 menit, dan Danu masih belum sampai. Aku menjadi agak khawatir, ga
seperti biasanya dia pulang sangat terlambat, mungkin karena biasanya dia harus
langsung mengantar aku pulang ke rumah. Aku mengiriminya sebuah pesan singkat
“hari ini aku sudah buatkan makan siang, kamu dimana?apa tidak mau makan siang
dirumah?”
Terdengar
suara motor di depan rumah, suara yang sangat aku kenal, aku langsung turun ke
lantai bawah, dan terlihat Danu sedang membawa beberapa kantong plastik besar,
dari warna-warnanya aku tahu dia baru saja berbelanja di supermarket, kantong
belanjanya berisi sayur-sayuran, daging, beberapa buah, beberapa kaleng susu,
roti dan selai, wuah dia baru saja belanja besar. Seorang pria muda dengan
motor sporty belanja sebanyak itu mengalahkan belanjanya ibu-ibu. Tapi dia ga
malu, aku salut.
“Ini
persediaan untuk beberapa hari kedepan, mana makan siangnya, aku lapar nih.” ,
aku langsung menyiapkan makan untuknya, terlihat dia agak lelah. Aku duduk
menemaninya makan, dia makan dengan lahap dan itu membuatku tersenyum senang.
Padahal dia bisa saja makan di kafe, tapi dia tetap pulang dan memakan
masakanku,haha mungkin aku terlalu GR. Dia bangkit berdiri, dan aku menghalanginya
mencuci piring, “sini aku aja yang cuci, kamu istirahat aja, kelihatannya
lelah.”
Tanpa berkata apapun,
Danu melangkahkan kakinya menuju tangga, aku mendengar suara langkahnya di
tangga. Aku meneruskan mencuci piring, dan merapihkan beberapa peralatan masak
yang tadi aku gunakan. Aku sempatkan diriku mengecek pintu dan jendela, setelah
itu aku naik ke lantai dua menuju kamarku, aku melihat Danu sedang duduk di
sofa panjang memegang sebuah buku ditangannya. Aku mendekatinya dan duduk di
sampingnya, aku mencuri lihat buku yang sedang ia baca, jujur aku sangat suka
membaca, tapi buku bacaan yang bahasanya aku mengerti.
“Hari ini kita belajar
lagi yah, dikamar kamu aja, kamarku agak berantakan tadi belum sempat aku
rapihkan.” Danu memulai pembicaraan denganku.
“Oke, setelah kamu selesai membaca buku itu?”
tanyaku kepadanya sambil menunjuk buku yang sedang dibacanya.
“kamu bersedia nunggu
sampai aku selesai membaca buku ini? Yah, 217 halaman, dan aku baru sampai di
halaman 53”, jawabnya sambil tetap membaca buku itu. Tiba-tiba Danu menutup
bukunya, dan berjalan masuk ke kamarku. “ayo, nunggu apa lagi, aku ga punya
banyak waktu untuk ngajarin kamu, jadi lebih cepat dimulai akan lebih baik.”
Danu melanjutkan ucapannya. Aku bergegas mengikuti langkahnya ke dalam kamar.
Tidak terasa ini hari
terakhirku ujian, dan tadi malam Danu sudah mengajukan surat berhenti
mengajariku, haha…baru kali ini aku melihat sikap Danu yang punya selera humor.
Aku berjalan dengan riang menyusuri halaman depan kampusku, aku merasa lega
karena aku merasa cukup yakin dalam mengerjakan soal-soal ujianku, aku
melangkah menuju halte bus terdekat dari kampusku. Aku berpikir sebaiknya aku
membeli sesuatu untuk Danu, sebagai bentuk ucapan terima kasih. Tapi aku ingin
membeli apa untuknya, dan aku sadar ternyata selama ini aku tidak tahu apa yang
disukai Danu, kecuali membaca buku dan bermain laptop. Yah, itu dia, buku, aku
segera turun dari bus di halte selanjutnya, dan aku menyetop sebuah taxi yang
10 menit kemudian telah mengantarkanku ke sebuah mall. Aku turun dan bergegas
mencari toko buku di mall tersebut. Tanganku mengambil sebuah buku yang aku
harap Danu akan suka, aku membayar, dan naik taxi pulang ke rumah.
Ketika
aku masuk kedalam rumah, aku agak penasaran karena ada dua pasang sepatu di
luar, sepasang adalah milik Danu, tetapi sepasang lagi baru kali ini aku
melihatnya. Aku masuk dan ketika melewati dapur, aku melihat seorang wanita
duduk di meja maka menemani Danu yang, mereka sedang makan siang bersama. Aku
agak canggung menemui mereka, tetapi wanita itu terlanjur melihatku, Danu
menoleh kearahku dan memanggilku. “Tiara, kenalkan ini Lidya.” Aku menjabat
tangan Lidya, dan tersenyum padanya. Aku meminta izin kepada mereka untuk naik
ke kamarku, dan aku duduk diatas ranjangku menatapi buku yang aku hadiahkan
pada Danu. Entah perasaan apa ini, mana mungkin aku cemburu, yah aku memang
menyukai Danu secara fisik, tetapi ga berarti aku mencintainya apalagi ingin
menjadi miliknya. Aku berkutat perasaan aneh yang terus mengisi hatiku
0 komentar:
Posting Komentar