Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya, mungkin
bukan karena cuacanya tetapi karena hati ini terasa agak membeku. Aku gelisah
dalam lamunanku sendiri, beberapa hari ini aku merasa semakin jauh dari nya,
walau kami tinggal serumah, tapi kami jadi jarang bertemu. Danu memang sedang
sibuk dengan persiapan skripsinya, dia jadi harus tinggal lebih lama di kampus
mengikuti bimbingan, dan mengambil kelas tambahan untuk mempercepat skripsinya,
dan aku jadi harus pulang sendiri ke rumah. Kami jadi jarang bicara bersama,
dan terkadang malah sering terjadi keributan diantara kami.
“ I’m feel so bored…..”, aku mendengar kata-kata itu
terucap dari Danu saat ia sedang bertelepon entah dengan siapa. “Bosan denganku
kah?” hatiku memilu. Aku dengar dari beberapa temanku, bahwa Danu dan Ana
memang cukup dekat, dan Ana bahkan pernah dikabarkan menjadi alasan putusnya
Danu dari pacarnya dulu ketika masih SMA. Aku juga cukup tahu dari cara Danu
memperlakukan Ana, Danu menyimpan rasa padanya. Tapi aku tidak pernah berani
menghakimi. Rasa adalah sesuatu yang datang dengan kehendaknya sendiri dan
halus tanpa beban.
“ Dan, jaga hatimu yah,
aku ga akan pernah bisa melarang siapapun untuk menyukaimu, dan mungkin aku
juga ga bisa melakukan apapun jika kamu yang menyukai salah satu diantara
mereka.” Aku bergumam dengan hatiku
sendiri. Malam ini benar-benar terasa sulit untuk memejamkan mata, aku
berselisih dengan hatiku sendiri, mungkinkah aku yang sebenarnya adalah orang
ketiga, mungkinkah bahwa sebenarnya ruang hati Danu selalu ada untuk Ana? Dan
aku hanyalah tamu yang sesaat singgah di hatinya.
“Hy!!
Kok udah pake baju tidur aja? Baru jam berapa ini? Cepet ganti baju! Aku tunggu
dibawah yah!” Tiba-tiba wajah Danu ada di antara dinding dan pintu kamarku.Nada
nya agak tinggi tapi riang, malam minggukah hari ini? Tapi ini baru hari Rabu,
umm….ada yang ulang tahunkah? Tapi kenapa tidak melihat ada undangan. Lalu apakah
Danu berpikir tentang makan malam? Aku benar-benar tidak punya ide alasan Danu
mengajakku keluar malam ini.
“Mau
kemana sih malam gini? Kenapa mendadak?” Aku terus berceloteh bersaing dengan
bising knalpot motor Danu. Dan suara itu berhenti disebuah tempat parkir yang
memperlihatkanku sebuah altar yang indah, bunga mawar putih yang selalu menjadi
favoritku tertata di dua sisi nya dengan daun hijau segar, cahaya lilin yang
mengilapkan kelopak-kelopak bunga itu. Dan Danu menarik tanganku menuju mereka.
“ Tiara,aku adalah orang yang dingin, agak pemarah,
dan sangat egois. Tapi kau adalah wanita bodoh yang selalu mau menerima sikap
dinginku, mengubah marahku menjadi senyum dihatiku. Jika kini kau sudah
memikirkan kembali sedang bersama siapa sebenarnya kau saat ini, dan kau ingin
lari, larilah sekarang, karena setelahnya, aku rasa aku tidak akan melepaskanmu
“
Dua buah cincin berada dihadapanku, Danu mengambil
satu dan mengarahkannya ke jari manis ku seraya berkata “ izinkan aku selalu
bersamamu”, bibirku keluh, diam dan tanpa ekspresi, hatiku sesak dengan segala
prasangkaku selama ini, dengan perasaanku terhadap Danu, dan dengan malam ini
yang benar-benar tidak pernah aku bayangkan akan terjadi. Aku mengangguk dan
memberikan akses bagi Danu untuk melingkarkan cincin itu ke jari manisku. Danu
membantuku mengambil cincin, dan aku melingkarkannya di jari manis Danu.
Danu.
Sebuah nama terukir dibagian dalam cincin yang kini benar-benar sedang mencuri
perhatianku, aku berulang kali melepas dan memakainya kembali, bersahabat
dengan prasangkaku, apakah aku dan Danu benar-benar akan bersama.
Entahlah, mungkin itulah
cinta, saat kau bimbang dia akan menggoyahkan logikamu, dan bermain hanya
dengan hatimu.
Kami berjalan bersama,
menyusuri pekarangan menuju tempat Danu memakirkan motornya.
“Aku pernah melihatmu
bersama Ana, saat kau berbohong. Aku pikir, kau-“
Danu langsung menutup
mulutku dengan jarinya “Aku pernah bilang, aku tidak akan menutupi apapun dari
orang yang aku sayang. Hari itu aku merasa perlu membahas beberapa hal dengan
Ana. Aku memang pernah menyukainya sejak SMA, entah sampai kapan tepatnya aku
berhenti menyukainya, aku rasa sejak kau mencuri hatiku.” Danu membelai pipiku
dan mengecup keningku.
“ Ana memillih pria lain
saat aku mendekatinya, itu saat aku SMA. Lalu aku kuliah, dan kami tidak
berkomunikasi sampai suatu ketika dia menghubungiku dan bertanya tentang tempat
aku kuliah. Sejak saat itu kami mulai berkomunikasi kembali dan aku tahu dia
sudah putus dari pacarnya, aku rasa aku selalu menyukainya sampai-sampai aku
tidak pernah berpikir untuk dekat dengan wanita manapun.”
“Lidya?” bisikku
“Itu hal yang berbeda,
Lidya sudah lama mendekatiku, aku pikir aku harusnya mencoba dekat dengan
wanita agar aku bisa berhenti menyukai Ana. Tetapi Lidya berharap berlebihan,
aku menganggap hubungan kami sebagai teman biasa yang sedang melakukan
pendekatan, tetapi dia bersikap terlalu posesif dengan status teman diantara
kami.”
“Tapi kamu, Tiara, selalu
berusaha mengalah, menyembunyikan perasaan kamu, saat aku bersama Lidya. Selalu
memberikan senyuman, walaupun aku pikir sebenarnya kamu sedang sedih. Aku
menceritakannya pada Ana, tentang apa yang aku rasakan terhadapmu, Ana bilang
mungkin aku sedang jatuh cinta. Awalnya aku rasa tidak mungkin, tetapi tanpa
aku sadari aku selalu menyebut nama mu saat berbicara dengan Ana, aku selalu
membahas tentangmu, dan ini pertama kalinya aku berfokus pada seorang gadis,
dan membagi cerita tentang seorang gadis pada Ana, aku bahkan tidak peduli
apakah Ana akan menjauh setelah tahu aku jatuh cinta pada gadis lain.” Danu
tersenyum padaku.
“Aku jatuh cinta padamu,
Tiara.”
Danu memelukku erat, dan
aku membalas pelukannya. Karena aku tahu itu adalah sebuah pernyataan, bukan
pertanyaan yang perlu dijawab, aku rasa Danu selalu yakin aku jatuh cinta
padanya, sehingga dia tidak memerlukan pengakuan dariku.
Tamat.
0 komentar:
Posting Komentar